Pemerintah Iran mengkritik langkah Amerika Serikat mengerahkan pesawat pengebom B-52 ke Timur Tengah. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Esmaeil Baghaei menyebutnya sebagai "kehadiran yang mendestabilisasi" wilayah tersebut.
"Kami selalu percaya bahwa kehadiran Amerika di wilayah tersebut adalah kehadiran yang mendestabilisasi," kata Baghaei dalam konferensi pers sebagai tanggapan atas pertanyaan tentang pengerahan pesawat pengebom B-52 tersebut.
Dilansir kantor berita AFP, Selasa (5/11/2024), dia menambahkan bahwa hal itu "tidak akan menghalangi tekad [Iran] untuk mempertahankan diri."
Sebelumnya, militer AS mengumumkan pada hari Sabtu lalu tentang pengerahan pesawat pengebom B-52 ke Timur Tengah. Ini dilakukan sebagai peringatan bagi Iran yang telah bersumpah untuk membalas serangan Israel di lokasi-lokasi militernya pada tanggal 26 Oktober.
"Jika Iran, mitra-mitranya, atau proksi-proksinya menggunakan momen ini untuk menargetkan personel atau kepentingan Amerika di kawasan tersebut, Amerika Serikat akan mengambil setiap tindakan yang diperlukan untuk membela rakyat kami," kata juru bicara Pentagon Mayor Jenderal Pat Ryder dalam sebuah pernyataan.
Sumber daya tambahan tersebut dikirimkan setelah pengerahan aset pertahanan AS sebelumnya ke Timur Tengah untuk mendukung Israel, termasuk sistem pertahanan rudal THAAD yang dikerahkan ke negara itu akhir bulan lalu, yang dioperasikan oleh pasukan Amerika di darat.
Serangan Israel ke Iran pada 26 Oktober lalu merupakan balasan atas serangan rudal Iran pada tanggal 1 Oktober, yang merupakan balasan atas terbunuhnya para pemimpin kelompok militan yang didukung Iran dan seorang komandan Korps Garda Revolusi Islam.
Setidaknya empat tentara Iran tewas dalam serangan yang juga menyebabkan "kerusakan terbatas" pada beberapa sistem radar tersebut. Media Iran juga melaporkan bahwa seorang warga sipil tewas.
Baghei mengatakan bahwa pembalasan Iran terhadap Israel akan "pasti dan tegas."
Ia menambahkan bahwa Iran mendukung "semua inisiatif dan upaya" untuk mendorong gencatan senjata di Gaza dan Lebanon, di mana Israel sedang berperang dengan kelompok bersenjata Hamas dan Hizbullah yang didukung Iran.
Israel mengatakan serangannya pada 26 Oktober lalu menargetkan kemampuan pertahanan dan produksi rudal Iran. Namun, Teheran mengatakan produksi rudalnya tetap utuh.
Pada hari Senin (4/11), Presiden Masoud Pezeshkian mengatakan bahwa Iran memiliki rudal sehingga Israel "tidak akan berani menyerang kami."