Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) melakukan kajian ulang terhadap penerapan Ujian Nasional (UN).
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, UN sering kali membuat peserta didik stres karena menjadi penentu nasib kelulusan.
Kondisi itu yang membuatnya menolak rencana penerapan kembali UN.
Kebijakan itu dinilai tidak dapat menjadi rujukan evaluasi pendidikan, bahkan alat seleksi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
"Tapi kalau UN semata tujuannya sebagai alat evaluasi akhir jenjang, kemudian dipergunakan hasil UN itu sebagai alat seleksi, akan menimbulkan berbagai dampak negatif," ujar Heru melalui keterangan tertulis, Selasa (5/11/2024).
Penolakan ini berangkat dari pengalamannya dan rekan-rekan sesama guru yang telah merasakan masa-masa UN diberlakukan.
Dia menyoroti, ketika UN menjadi alat penentu kelulusan peserta didik, maka muncul kecurangan-kecurangan yang bertujuan hanya demi mendapatkan kelulusan.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Indonesia untuk United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) Itje Chodidjah mengatakan, UN tidak dapat diterapkan untuk pendidikan Indonesia saat ini.
Justru kematangan mental dan kecakapan soft skill, seperti komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh siswa sekolah.
“Jika ujian nasional dihadirkan kembali ke sekolah, maka ruang kelas kita akan dipenuhi oleh kegiatan melatih siswa menjawab soal ujian,” ucap Itje.
Itje menjelaskan, mata pelajaran saat ini sudah saling berkaitan, sehingga tidak bisa difokuskan pada salah satu saja, terlebih lagi menjadi standar yang diujikan.
Peserta didik harus mendapatkan kecakapan yang didukung dari seluruh mata pelajaran di sekolah.