Buntut Kasus Guru Supriyani, Kasi Pidum Kejari Konsel Dinonaktifkan, Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris dan 6 Anggota Polisi Lainnya Diperiksa Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra).
TRIBUN-MEDAN.COM - Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Konawe Selatan (Kasi Pidum Kejari Konsel), Andi Gunawan, dinonaktifkan dari jabatannya. Tak hanya itu, Andi kini juga menjalani pemeriksaan.
"Ditarik ke Kejati, lagi dilakukan pemeriksaan terkait penanganan perkara di Konawe Selatan (kasus guru Supriyani),"ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sultra, Dody, Senin (4/11), dikutip dari Tribun Sultra.
Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Kejati Sultra) kemudian menunjuk Nadjamuddin Arifin sebagai Pelaksana Harian atau Plh Kasi Pidum Kejari Konsel untuk sementara waktu.
Kata Dody, penarikan tersebut dilaksanakan dalam rangka memudahkan Andi Gunawan mengikuti pemeriksaan di Kejati Sultra. "Untuk mempermudah. Itu daripada dia bolak-balik Konawe Selatan ke Kota Kendari. Jadi dia ditarik dulu," jelasnya.
Penarikan itu, kata dia, dilakukan sejak minggu lalu. Sebelumnya, Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sultra, Anang Supriatna, mengatakan bakal menggelar penyelidikan internal terhadap jaksanya dalam kasus guru Supriyani.
Meski demikian, Anang berujar pihaknya saat ini memfokuskan pemantauan terhadap Kejaksaan Negeri Konsel guna memastikan Supriyani bisa mendapatkan kepastian dan keadilan.
Dia mengatakan kasus tersebut sudah sampai di pengadilan. Dibutuhkan pengawasan guna memastikan sidang dapat berjalan baik.
Beberapa waktu lalu, Anang mengklaim kasus yang menyandung Supriyani seharusnya bisa diselesaikan dengan restorative justice sejak awal.
Setelah menerima laporan, Kejati Sultra langsung menurunkan tim mengawasi Kejari Konawe Selatan dalam menangani kasus tersebut, agar Supriyani bisa mendapatkan keadilan dan kepastian hukum.
Selepas Supriyani mendapatkan kepastian hukum, Anang mengatakan pihaknya turut melakukan pemeriksaan internal di Kejari Konsel.
"Apabila ada kesalahan SOP pasti kami akan mengambil tindakan di internal kami," katanya.
Terpisah, mantan Kabareskrim Komjen Purn Susno Duadji menganggap penyidik Polsek Baito bertindak asal-asalan saat menangani kasus guru hononer Supriyani yang diduga menganiaya anak didiknya.
Susno menyampaikannya ketika hadir secara virtual sebagai saksi ahli sidang kasus Supriyani di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Senin, (4/11/2024).
Dalam sidang itu, Susno menyinggung keterangan anak yang digunakan penyidik Polsek Baito.
Pengacara Supriyani, Andri Darmawan, mempertanyakan keabsahan keterangan anak di bawah umur ini.
"Mengenai keterangan anak ya ahli, bagaimana kekuatan pembuktian keterangan anak dari suatu kegiatan penyidikan dan penyelidikan," kata Andri dikutip dari Tribun Sultra.
Eks Kabareskrim kemudian menyebut aturan tentang keterangan anak dalam peristiwa pidana sudah tercantum dalam Undang-Undang Perlindung Anak dan Hukum Acara Pidana.
"Keterangan anak itu bukanlah keterangan saksi. Keterangan anak itu manakala bersesuaian bisa sebagai tambahan bukan alat bukti," kata Susno menjelaskan.
Susno menyebut keterangan anak di bawah umur tidak menjadi bukti penyelidikan lantaran kesaksian anak tidak bisa dipertanggungjawabkan di pengadilan. "Keterangan anak bukanlah alat bukti karena anak tidak sah dan tidak bisa dijadikan saksi yang disumpah," ujar dia.
Keterangan saksi anak yang tidak berkesesuaian antara di BAP dan di persidangan juga tidak mendatangkan manfaat dalam penyelesaian kasus.
"Ya nda ada gunanya jangankan keterangan anak, keterangan yang tidak berkesesuaian juga nda ada gunanya tanpa didukung keterangan lain seperti bukti forensik," ucapnya.
"Keterangan saksi walaupun 1.000 kalau hanya saksi saja enggak ada gunanya, apalagi anak."
Susno turut menyinggung pertanyaan kuasa hukum tentang perbedaan keterangan para saksi yang berbeda dalam fakta persidangan.
Anak yang dijadikan saksi oleh penyidik mengakui adanya pemukulan yang dilakukan Supriyani terhadap korban.
Sementara itu, saksi lain atau para guru percaya bahwa Supriyani tidak melakukan pemukulan.
Di samping itu, Susno menganggap penyidik polisi yang menangani kasus tidak layak menjerat Supriyani dengan tuduhan penganiayaan menggunakan bukti keterangan anak.
"Itu sampah, sekali lagi keterangan anak hanya tambahan karena anak tidak disumpah," ujar dia.
Selain itu, Susno juga menjelaskan penilaian jaksa tentang syarat materil dan formil, termasuk keterangan saksi dalam proses pelimpahan kasus di Supriyani di Kejaksaan.
Kabar terbaru, Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris diperiksa Propam Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) buntut kasus guru Supriyani di Konawe Selatan.
Kapolsek Baito Iptu Muhammad Idris terindikasi melakukan kesalahan prosedur dalam penanganan kasus dugaan penganiayaan murid yang menyeret guru Supriyani ke pengadilan.
Bukan Iptu Muhammad Idris saja yang diperiksa Propam Polda Sultra. Kanit Reskrim Polsek Baito Bripka Amiruddin pun turut diperiksa, termasuk mantan Kanit Reskrim Polsek Baito bernama Jefri.
Selain itu, Kanit Intelkam Aipda Wibowo Hasyim pun turut diperiksa. Bukan hanya polisi yang bertugas di Polsek Baito saja.
Propam Polda Sultra pun turut memeriksa pejabat dari Polres Konawe Selatan.
Ada tiga pejabat Polres Konawe Selatan yang diperiksa Propam Polda Sultra di antaranya Kasat Reskrim Polres Konawe Selatan, Kasi Propam Polres Konawe Selatan, Kabag Sumda Polres Konawe Selatan.
“Tim internal sudah melakukan klarifikasi dari beberapa orang untuk dimintai keterangan,” katanya kepada TribunnewsSultra.com, Selasa (5/11/2024).
Propam juga memanggil guru Supriyani dan suami, serta Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman untuk mendalami soal permintaan uang Rp 2 juta dalam kasus guru Supriyani.
Berdasarkan hasil pemeriksaan para saksi, Polda Sultra mencium indikasi pelanggaran kode etik yang dilakukan Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Polsek Baito Bripka Amiruddin.
“Dari keterangan-keterangan itu, Propam akan melanjutkan pemeriksaan kode etik terhadap oknum yang terindikasi meminta uang sejumlah Rp 2 juta yaitu oknum Kapolsek dan Kanit Reskrim Polsek Baito yang baru,” jelasnya.
Kombes Iis juga mengatakan Polda Sultra akan berkomitmen mengawal kasus tersebut. “Kapolda komitmen terhadap oknum-oknum yang melakukan penyimpangan,” ujarnya.
Sebelumnya soal permitaan uang Rp 2 juta tersebut sempat diungkap kuasa hukum guru Supriyani, Andre Darmawan. Kabar mengenai permintaan uang Rp 2 juta tersebut muncul setelah Supriyani ditetapkan menjadi tersangka. "Berapa, Rp 2 juta, siapa yang minta, Kapolsek, siapa saksinya Bu Supriyani dan Pak Desa, sudah diambil uangnya di rumahnya Pak Desa, berapa nilai uangnya Rp 2 juta," kata Andre, dilansir dari TribunnewsSultra.com, Selasa (5/11/2024).
"Uangnya Ibu Supriyani Rp 1,5 juta, ditambah dengan uangnya Pak Desa Rp500 ribu," jelas Andre.
Kemudian dalam sidang di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara pada Senin (4/11/2024), dibuka isi rekaman pengakuan Kanit Reskrim Polsek Baito tentang uang damai Rp 50 juta di kasus guru Supriyani.
Isi rekaman pengakuan Kanit Reskrim itu mengungkap dalang di balik permintaan uang damai Rp 50 juta di kasus guru Supriyani.
Rekaman itu berisi percakapan Kanit Reskrim dengan Kepala Desa Wonua Raya, Rokiman. Terdengar suara Kades yang mempertanyakan siapa yang memunculkan uang damai Rp 50 juta tersebut.
Kanit pun dengan blak-blakan menyebut kapolsek Baito. "Dari Kapolsek, dari Kapolsek," ucap Kanit dalam rekaman tersebut.
Kades Wonua Raya, Rokiman yang hadir sebagai saksi di sidang itu pun mengakui kebenaran rekaman tersebut. "Pak kanit mengakui itu (uang damai Rp 50 juta) dari Kapolsek," tegas Rokiman.
Masih di sidang tersebut, Rokiman juga membeber kronologis permintaan uang damai tersebut.
Dijelaskan, suatu ketika Kanit Reskrim memanggil Rokiman ke polsek untuk menindaklanjuti laporan dari istri Aipda WH terkait dugaan penganiayaan yang dialami anaknya.
"Pak Desa (Kades Wonua Raya), bagaimana ini, mau dilanjutkan atau bagiamana?" tanya Kanit ditirukan Kades di depan sidang.
Saat itu, Rokiman meminta tolong agar kasus guru Supriyani ditangguhkan terlebih dahulu, mengingat saat itu sang guru sedang ujian P3K.
Kanit pun menyanggupi akan menyampaikan ke pimpinan, sebelum berkas ditangani.
Setelah itu, di hari berikutnya Kanit Reskrim datang ke rumah Rokiman dan menyampaikan permintaan uang Rp 15 juta untuk penangguhan kasusnya.
Saat itu, Rokiman merasa keberatan karena nilainya cukup besar. Setelah Kanit pulang, dia lalu memanggil Katiran, suami guru Supriyani. "Saya panggil pak Katiran, saya sampaikan ini ada informasi dari pak kanit, untuk penangguhan supaya tidak dibawa istrinya sampean ada Rp 15 juta," katanya.
Saat itu Katiran mengaku tidak bisa menyiapkan uang Rp 15 juta. Katiran hanya mampu Rp 2 juta, dan itu pun uang dari meminjam ke Rokiman. Selanjutnya, Rokiman datang ke Mapolsek Baito untuk menyampaikan uang Rp 2 juta tersebut.
Saat itu Kanit sempat menolak menerima uang Rp 2 juta tersebut, dan meminta diserahkan ke Kapolsek. Namun, Rokiman tetap memberikan uang Rp 2 juta itu ke kanit. "Ada pun uang Rp 2 juta disampaikan ke beliau (kapolsek) atau tidak, saya tidak tahu," katanya.
Setelah memyerahkan uang Rp 2 juta, ternyata belum ada kejelasan nasib guru Supriyani. Akhirnya Rokiman kembali memanggil Katiran.
Saat itu Katiran mengaku kebingungan dengan masalah yang menimpa istrinya.
Katiran pun bersumpah bahwa Supriyani tidak pernah melakukan perbuatan yang dituduhkan, memukul anak Aipda WH.
Katiran kembali ditanya kesanggupannya untuk menutup kasus ini. Dan saat itu, dia mengaku siap memberikan Rp 20 juta.
Hal ini kembali disampaikan Rokikman ke Kanit bahwa pihak Supriyani siap menyediakan uang Rp 20 juta. "Baik Pak Desa nanti saya sampaikan," ujar kanit saat itu.
Saat itu Rokiman pulang dan menunggu informasi dari Kanit. Setelah berjalannya waktu, Rokiman ke polsek lagi menanyakan perkembangan kasus Supriyani.
"Sabar Pak Desa, saya pun sebenarnya tak ingin lanjut kasus ini, tapi bagaimana, tugas Kanit Reskrim, saya akan menjalankan tugas," kata Kanit saat itu.
Di hari berikutnya, Rokiman kembali ke Polsek untuk menanyakan kasus ini. "Mohon izin pak Kanit, bagaimana ini keluarga saya tanya terus. Dia posisinya melakukan ujian. Jangan sampai 16 tahun pengabdiannya terkendala masalah yang ada," kata Rokiman kepada Kanit Reskrim.
Saat itu kanit menyampaikan belum ada jawaban dari Aipda WH, pihak pelapor.
Sore hari, Kanit mendatangi rumahnya untuk menyampaikan perkembangan kasusnya. "Pak Desa, sudah ada informasi dari sana. Tapi berat sekali," kata kanit saat itu.
"Permintaannya berat sekali, tidak masuk diakal," sambung kanit.
"Tidak masuk akal bagaimana?" tanya Rokiman.
Saat itu Kanit pun mengangkat lima jarinya. "Lima apa pak kanit? lima ratus atau 5 juta?" tanya Rokiman.
Dengan bahasa Jawa, Kanit mengucap kata 'seket' yang artinya lima puluh. "Seket itu bahasa indonresianya 50 juta," ucap Rokiman.
Sebelum pulang, Kanit pun berpesan ke Rokiman. "Pak Desa sampaikan saja ke pak Katiran, Sabar, kita jalani saja kasus ini. Pasti ada titik temu," ucap Kanit ditirukan Rokiman.
Pernyataan kanit itu pun disampaikan ke Katiran dan suami Supriyani ini mengaku tidak sanggup memenuhinya. Dan hal itu kembali disampaikan ke Kanit.
Saat itu Kanit kembali memberikan saran untuk Supriyani dan Katiran. "Pak Kanit jalan lagi ke rumah meminta kasih tahu bu Supriyani dan Pak Katiran untuk tenang saja. Sebenarnya saya itu berat melanjutkan kasus ini. Tapi nanti proses pengadilan yang akan membuktikan, yang benar dan yang salah," ungkap Rokiman menirukan omongan Kanit Reskrim.
Sebelumnya, Kapolsek Baito, Iptu Muhammad Idris, yang ditemui TribunnewsSultra.com, enggan berkomentar terkait viralnya uang damai Rp50 juta di kasus guru Supriyani tersebut.
Baik saat ditemui di pelataran Pengadilan Negeri atau PN Andoolo, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara, pada Senin (28/10/2024).
"Kalau mengenai itu (uang) saya tidak berkomentar," kata Iptu Idris sembari mengatupkan kedua jari jemari tangannya.
Demikian pula, saat ditemui di halaman Kantor Camat Baito, Kabupaten Konsel, beberapa jam setelahnya.
Saat ditanya mengenai uang damai tersebut, Iptu Idris lagi-lagi enggan berkomentar.
"Mohon maaf," kata Iptu Idris yang hanya meladeni pertanyaan terkait kasus dugaan 'teror' mobil dinas Camat Baito.
Saat ditanyakan lagi soal kabar uang damai itu, Iptu Idris langsung berlalu sembari mengangkat kedua tangannya menuju motor dinas kepolisian yang ditumpanginya.
Saat kembali dicecar, Iptu Idris langsung mengenakan helm dan naik ke atas motornya.
Sekadar informasi kasus guru Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara menjadi sorotan publik. Ia dituding menganiaya murid kelas 1 SD anak polisi. Akibat tudingan tersebut Supriyani pun sempat ditahan hingga akhirnya dibebaskan.
Namun, kini kasusnya masih bergulir di Pengadilan Negeri Andoolo, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
(Tribun-medan.com/ Tribunnewssultra.com/ Desi Triana Aswan/ surya.co.id)