---
Intisari-online.com -Kota Madiun, sebuah kota yang terletak di jantung Pulau Jawa, menyimpan sejuta kisah dalam lipatan sejarahnya.
Seperti sebuah lukisan yang dilukis dengan tinta waktu, Madiun menjelma menjadi kota yang kaya akan budaya dan tradisi, diwarnai oleh dinamika peradaban yang silih berganti.
Mari kita telusuri lorong-lorong waktu, menyelami kisah masa lalu yang membentuk identitas Kota Madiun hingga saat ini.
Penemuan artefak purbakala seperti menhir, dolmen, dan sarkofagus di sekitar Madiun menjadi bukti bahwa kehidupan telah berdenyut di tanah ini sejak zaman megalitikum.
Manusia purba telah menghuni lereng-lereng Gunung Wilis, mendirikan peradaban di tepi Bengawan Madiun yang mengalir tenang.
Legenda dan Asal-Usul Nama Madiun
Kabut misteri menyelimuti asal-usul nama Madiun.
Salah satu legenda yang berkembang di masyarakat menceritakan tentang Ki Ageng Ronggo, seorang tokoh sakti yang membuka hutan di wilayah Madiun untuk dijadikan pusat pemerintahan.
Konon, Ki Ageng Ronggo sering diganggu oleh makhluk halus berupa hantu yang berayun-ayun.
Dalam bahasa Jawa, "medi" berarti hantu dan "ayun-ayun" berarti berayun-ayun. Dari sinilah kemudian muncul sebutan "Mediayun" yang lambat laun berubah menjadi Madiun.
Madiun di Bawah Naungan Kerajaan Mataram
Pada abad ke-16, Madiun menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Kesultanan Mataram. Di bawah pemerintahan Panembahan Senopati, Madiun dipimpin oleh seorang bupati yang berkedudukan di daerah Sogaten.
Pada tahun 1590, pusat pemerintahan Kabupaten Madiun dipindahkan ke daerah Kuncen, yang kini menjadi bagian dari Kota Madiun.
Di tengah kekuasaan Mataram yang begitu luas, terdapat dua wilayah di Madiun yang memiliki status istimewa, yaitu Perdikan Taman dan Perdikan Kuncen.
Kedua wilayah ini diberikan hak otonomi khusus untuk mengatur pemerintahannya sendiri.
Status perdikan ini merupakan bentuk penghargaan dari Raja Mataram kepada tokoh-tokoh agama yang berjasa dalam penyebaran agama Islam di wilayah Madiun.
Setelah runtuhnya Kesultanan Mataram, Madiun jatuh ke tangan Pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1832, Madiun resmi menjadi Karesidenan dengan ibukota di Desa Kartoharjo.
Pemerintah kolonial Belanda membangun berbagai infrastruktur di Madiun, seperti jalan raya, jalur kereta api, dan fasilitas umum lainnya.
Peristiwa Madiun 1948: Luka Kelam dalam Sejarah
Pada tahun 1948, Madiun menjadi saksi bisu sebuah peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia. Peristiwa Madiun 1948 merupakan konflik bersenjata yang melibatkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Pemerintah Republik Indonesia.
Peristiwa ini menelan banyak korban jiwa dan meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Madiun.
Setelah Indonesia merdeka, Madiun bangkit dari keterpurukan. Pemerintah Indonesia fokus pada pembangunan di berbagai sektor, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Madiun berkembang menjadi kota yang dinamis, dengan sektor pertanian, perdagangan, dan industri sebagai tulang punggung perekonomiannya.
Saat ini, Madiun dikenal sebagai "Kota Pecel", sebuah julukan yang merujuk pada kuliner khas Madiun berupa nasi pecel. Namun, Madiun tidak hanya sekedar kota pecel.
Madiun telah bertransformasi menjadi kota modern yang nyaman untuk ditinggali. Pembangunan infrastruktur terus digenjot, fasilitas publik semakin memadai, dan sektor pariwisata terus dikembangkan.
Di balik modernitasnya, Madiun tetap menjaga warisan budaya dan tradisinya. Berbagai kesenian tradisional seperti wayang kulit, reog Ponorogo, dan tari-tarian masih dilestarikan oleh masyarakat Madiun.
Upacara adat seperti Grebeg Maulud dan Suran Agung juga masih rutin digelar sebagai wujud penghormatan terhadap leluhur dan tradisi.
Madiun adalah kota yang menyimpan sejuta pesona. Keindahan alamnya, kekayaan budayanya, dan keramahan masyarakatnya menjadikan Madiun sebagai destinasi wisata yang menarik.
Dari situs bersejarah hingga wisata alam, Madiun menawarkan beragam pilihan bagi para wisatawan.
Demikianlah sepenggal kisah tentang sejarah Kota Madiun, sebuah perjalanan panjang yang diwarnai oleh dinamika peradaban, perjuangan, dan harapan.
Madiun adalah bukti nyata bahwa sejarah bukanlah sekedar catatan masa lalu, melainkan sebuah cermin yang merefleksikan identitas dan jati diri sebuah kota.
Semoga Madiun terus berkembang, menggapai masa depan yang gemilang tanpa melupakan akar sejarahnya.
*
---