Pengobatan tradisional kerap menjadi rujukan. Alasannya beraneka ragam. Salah satu pengobatan tradisonal yang kerap jadi pelarian adalah pengobatan tiongkok. Bagaimana cara kerjanya?
Artikel ini digubah dari artikel di Majalah Intisari edisi Mei 2014 ditulis oleh Tjahjo Widyasmoro
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Ribuan alasan terlontar dari mulut kita ketika ditanya soal kenapa kita memilih pengobatan alternatif dibanding pengobatan modern. Ada yang bilang soal harga, ada yang bilang alergi dengan obat-obat kimia, atau jangan-jangan memang sugestinya pakai yang pertama.
Ada juga yang bilang, sudah menjadi tradisi keluarga pakai pengobatan tradisional karena dianggap sudah teruji khasiatnya.
Pun begitu dengan pengobatan tiongkok. Ada ribuan alasan kenapa orang-orang masih rela mengangtre panjang-panjang di mulut toko obat cina itu. Meski begitu, jika kita menengok ke belakang, tradisi pengobatan tradisional tiongkok memang sudah tua usianya, lebih dari 5.000 tahun.
Jenis terapinya juga boleh dibilang sangat kaya, dengan menggunakan berbagai jenis metoda dan bahan. Bahkan konon khazanah jenis pengobatannya jauh melebihi pengobatan medis Barat yang memang usianya jauh lebih muda.
Soal harga sangat bisadiperdebatkan. Karena antara pengobatan medis dan tradisional tiongkok bisa terasa mahal dan murah, tergantung bagaimana kita memandangnya.
Total biaya pengobatan medis mungkin terasa tinggi, sampai jutaan rupiah. Namun biaya yang dikeluarkan untuk berobat ke sinse, bisa jadi akan terasa mahal jika Anda harus menanggungnya sendiri, tanpa asuransi. Jadi ujung-ujungnya ya sama saja.
Antara rudal dan pasukan
Ada perbedaan lumayan jauh antara pengobatan tradisional tiongkok yang asli Timur dan medis ala Barat. MenurutRachmat OMD, seorang sinse dari Jakarta, perbedaan ini bahkan sudah terjadi dari tingkat paling dasar yakni bagaimana ilmu pengobatan tersebut memandang manusia.
Dalam pengobatan tradisional tiongkok, manusia dipandang sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan seisi alam. Sementara pengobatan Barat cenderung memisahkan manusia dari lingkungan, dan berupaya untuk "membelah" tubuh manusia sampai ke tingkat sel.
Secara sederhana, Rachmat mengibaratkan, pengobatan ala Barat seperti peluru kendali yang langsung menyasar ke tujuan dalam waktu seketika. Sementara pengobatan tradisional tiongkok lebih mirip pasukan dari berbagai unsur yang melakukan penyerbuan dalam suatu formasi tertentu.
Hasil akhirnya tentu saja sama-sama sembuh, hanya saja masing-masing punya caranya sendiri.
Perbedaan cara pandang tersebut antara lain disebabkan dalam pengobatan tradisional tiongkok diyakini manusia sejak lahir sudah membawa "gen"-nya masing-masing yang disebut xian tian. Selain itu ada pula faktor hou tian yang terdiri atas iklim, makanan, pekerjaan, tempat tinggal, atau segala hal yang berkaitan dengan perjalanan hidup.
Dua faktor itulah yang membuat kondisi manusia menjadi unik, berbeda satu sama lain.
Andai suatu hari ada seseorang yang sakit, maka sinse akan mendiagnosis berdasarkan latar belakang pasiennya itu. Dari sinilah akan ditentukan metoda pengobatan yang sesuai beserta obat-obatan yang digunakan.
Karena perbedaan latar belakang setiap pasien, tentu saja solusinya juga bisa berbeda untuk setiap orang. Contohnya, meski sama-sama sakit batuk, tapi solusi untuk orang di pegunungan tentu berbeda dengan orang di pesisir pantai.
Kekayaan metode pengobatan tiongkok ini bahkan bisa membuat diagnosis antara dua orang sinse akan berbeda. Nah, dari gambaran ini tentu kita bisa memahami larangan dari Rachmat untuk tidak sembarangan mengonsumsi obat tradisional tiongkok tanpa diagnosis dari sinse yang berbekal pendidikan.
"Malah kalau hari ini cocok, lain waktu bisa saja tidak cocok. Nanti jadi racun," tutur sinse tamatan Shanghai University of Traditional Chinese Medicine, di Shanghai, Tiongkok ini.
Jangan sepelekan obat keras
Antara pengobatan ala Barat dan Tiongkok, masih ada pula perbedaan pada jumlah unsur dari sebuah obat.
Obat-obatan yang digunakan dalam pengobatan medis, biasanya memiliki unsur yang lebih sedikit dibandingkan dengan obat dari Tiongkok. Bahkan bisa dihitung dengan jari sebelah tangan. Unsur ini bekerja begitu efektif langsung ke tujuan, begitu bekerja langsung cespleng.
Sementara obat tiongkok, ambil contoh yang paling populer di Indonesia yakni Pien Tze Huang, mengandung tak kurang dari 20 macam unsur di dalamnya baik preparat nabati maupun hewani.
Unsur yang beragam itu juga bekerja melalui berbagai jalur di dalam tubuh hingga dapat mengatasi persoalan kesehatan. "Maka jangan dikira obat semacam itu bukan obat keras. Kalau salah pemakaian, bisa semakin keras dan berbahaya buat tubuh," tutur Rachmat mewanti-wanti.
Kenyataannya di masyarakat tentu saja jauh dari ideal. Cobalah tengok pusat penjualan obat-obatan tradisional tiongkok di daerah Pancoran, Jakarta Barat. Setiap hari, kawasan itu selalu ramai oleh para pembeli obat tradisional, mirip seperti pembeli di apotek.
Ada yang datang membawa “resep” dari sinse untuk kemudian diracikkan obatnya. Sebagian lagi cukup membawa kemasan obat lama yang sudah habis dan tinggal ditebus ulang. Ada pula yang cukup menyebut mereknya saja karena memang sudah berlangganan.
Tentu saja obat-obatan yang beredar di salah satu sudut Chinatown-nya Jakarta itu, baru seujung kuku dari khazanah obat-obatan tiongkok yang pernah ada. Dalam artikelnya di Intisari pada 2005, dr. Setiawan Dalimarta, seorang pemerhati obat tradisional tiongkok menyebut, ada sekitar 20.000 formula (ramuan) herbal yang sudah tercipta sejak ribuan tahun lalu.
Sekitar 2.000 formula bahkan masih bertahan dan digunakan sampai sekarang. Semua formula itu bisa dilihat dalam buku Nei Jing atau The Yellow Emperor’s Classic of Internal Medicine, yang pertama kali disusun tahun pada abad ke-3 SM.
Ada berbagai bahan yang digunakan para sinse dalam membuat ramuan. Sebagian berupa tumbuhan (herbal), seperti daun, bunga, ranting, kulit batang, kulit akar, umbi, atau rimpang. Berdasarkan kemampuannya, tanaman obat itu dibagi dalam berbagai khasiat.
Misalnya pembersih panas, pencahar, pengeluar angin dan lembab, peningkat produksi urine dan pembuang lembab, penormal fungsi qi (energi vital), dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman para sinse, tanaman ini juga terbagi menjadi berdasarkan "energinya", yakni panas, dingin, hangat, dan sejuk. Jika sebuah tanaman terbukti efektif dalam menurunkan panas, misalnya, maka ia dikategorikan dingin. Begitu pula sebaliknya.
Ilmu pengobatan tradisional tiongkok juga mengenal konsep yin dan yang. Kedua unsur yang saling berlawanan ini digunakan untuk menilai perubahan pada alam semesta secara komprehensif.
Secara fisiologis, yin adalah penyimpan energi. Sedangkan yang adalah untuk aktivitas manusia. Konsep ini kemudian disatukan konsep energi tanaman, sehingga energi dingin dan sejuk menjadi bagian dari yin, sedangkan panas dan hangat bagian dari yang.
Secara anatomis, tubuh manusia juga terbagi dalam konsep yin dan yang. Tubuh bagian dalam adalah yin, tubuh luar adalah yang. Misalnya tendon serta tulang termasuk yin, sedangkan kulit itu yang. Namun untuk organ dalam, pembagiannya yakni kelima isi rongga perut (organ cang: jantung, hati, ginjal, limpa, paru) adalah yin, sedangkan keenam isi perut (organ fu: lambung, usus kecil, usus besar, kandung kemih, kandung empedu, dan rongga imajiner – yang hanya ada dalam konsep tradisional) adalah yang.
Menciptakan keseimbangan yin dan yang
Konsep energi dan konsep keseimbangan, akan berguna saat tubuh manusia terkena gangguan. Pemahamannya, saat yin menang maka yang akan sakit, begitu pula sebaliknya. Pada saat yang menang maka akan ada panas, sedangkan yin menang akan ada dingin. Jika kekurangan yinmaka akan terasa dingin di luar, sementara kekurangan yang maka timbul panas dalam.
Konsep tadi juga menjadi dasar bagi seorang sinse dalam mendiagnosis pasiennya. Langkah awalnya cukup dengan melihat warna pasien serta menghitung denyut nadi, untuk mengklasifikasikan setiap gejala ke dalam yin dan yang.
Dalam pengobatan, nantinya penyakit panas harus dirawat dengan tanaman dingin, begitu pula sebaliknya. Pendek kata, yin harus digunakan untuk melawan penyakit yang, begitu pula sebaliknya. Semua ini untuk menciptakan keseimbangan.
Khasiat tanaman yang digunakan sebagai obat, oleh masyarakat Tiongkok kuno dibagi berdasarkan rasanya yakni pedas, pahit, manis, dan asin. Dari sini disimpulkan rasa pedas dapat menyebar dan memperlancar aliran energi.
Rasa asam dapat mengerutkan dan membuntukan. Rasa manis dapat menguatkan dan mengharmoniskan. Rasa pahit dapat mengeringkan dan menyebabkan diare. Lalu asin dapat melembutkan dan menggerakkan ke bawah.
Tanaman juga diyakini mampu berhubungan dengan gerakan yang terkait penyakit.
Kemampuan mendorong ke atas berarti tanaman itu mengangkat gejala "turun" seperti prolaps anus, uterus, atau hernia organ-organ dalam lainnya. Mendorong ke bawah artinya dapat menekan gejala naik, seperti kecikutan (hiccups) dan batuk. Mengambang berarti tanaman obat ini dapat menyebar keluar, seperti menginduksi keluarnya keringat. Menenggelamkan artinya mampu menimbulkan diare dan mengarahkan energi ke bawah.
Tanaman yang dapat mendorong ke atas dan mengambang dianggap memiliki fungsi serupa, yakni bergerak ke atas dan ke luar. Khasiatnya sebagai peluruh keringat, perangsang muntah, dan meningkatkan energi yang.
Sedangkan tanaman yang dapat mendorong ke bawah dan menenggelamkan juga dianggap serupa, yakni dapat bergerak ke bawah dan ke dalam. Khasiatnya menghentikan keringat, menghentikan muntah, dan menimbulkan diare.
Hebatnya, sejak ribuan tahun lalu, beraneka ramuan ini bahkan tidak berhenti berkembang. Sampai hari ini para ahli pengobatan terus mengembangkan dan melakukan variasi berbagai formula untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.
Begitulah obat tradisional tiongkok bekerja; keren, bukan?