TRIBUNNEWS.COM - Guru honorer Supriyani mengaku sudah lima kali meminta maaf kepada Aipda WH dan istrinya, NF, yang menjadi orang tua muridnya.
Pengakuan Supriyani disampaikan di depan hakim Pengadilan Negeri (PN) PN Andoolo, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra), dalam sidang lanjutan kasusnya pada hari Kamis, (7/11/2024).
Menurut Supriyani, permintaan maaf itu disampaikannya setiap bertemu dengan keluarga korban dalam momen mediasi sebelum kasus disidangkan.
"Saya sudah lima kali bertemu Pak Bowo (Aipda WH) dan setiap bertemu saya sampaikan minta maaf, kalau pernah bikin salah selama mengajari anaknya," kata Supriyani dikutip dari Tribun Sultra.
Dia menyebut permintaan maaf itu bukanlah permintaan maaf karena mengakui kesalahan seperti yang dituduhkan kepadanya, yakni menganiaya anak didiknya.
Kata Supriyani, permintaan maaf itu disampaikan agar kasus dugaan penganiayaan itu bisa diselesaikan tanpa proses hukum.
"Karena setiap bertemu selalu disuruh minta maaf. Tapi saya tidak mau dibilang memukulinya anaknya karena itu saya tidak pernah lakukan," kata dia menjelaskan.
Dia mengklaim tidak pernah melakukan tindakan penganiayaan selama menjadi guru honorer.
"Kaget, karena 16 tahun saya mengajar tidak pernah menganiaya kejadian seperti ini," kata Supriyani.
Supriyani berujar meski dia sudah meminta maaf kepada keluarga korban, Aipda WH mengatakan bakal tetap memenjarakan guru itu karena menolak mengakui kesalahannya.
Hal itu disampaikan saat mediasi pertama hingga pertemuan kelima sebelum dia ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan.
"Sempat ada kata-kata dari Pak Bowo, 'Saya tetap akan penjarakan kamu walaupun hanya sehari agar semua orang tau kalau kamu salah,'" kata dia.
Supriyani disomasi Bupati Konawe Selatan Surunuddin Dangga karena mencabut surat kesepakatan damai.
Somasi itu dilayangkan Surunuddin Dangga melalui Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konawe Selatan.
Surat somasi yang diterbitkan di Andoolo pada 6 November 2024 itu diteken oleh Kepala Bagian Hukum Pemkab Konsel, Suhardin, atas nama Bupati Konsel Surunuddin Dangga, dengan cap stempel Pemkab.
Supriyani diketahui mencabut tanda tangan dan persetujuan damai yang ditandatangani di rumah jabatan Bupati Konawe Selatan, Selasa, (5/11/2024).
Pencabutan surat damai tersebut dengan alasan karena berada dalam kondisi tertekan dan terpaksa.
Supriyani juga mengaku tidak mengetahui isi dan maksud dari surat kesepakatan damai tersebut.
Buntut pencabutan surat damai, Supriyani dianggap telah mencemarkan nama baik Bupati Konawe Selatan.
“Karena dianggap melakukan tindakan menekan dan memaksa saudari untuk menyepakati surat dimaksud, yang dalam faktanya bahwa kesepakatan tersebut dibuat tanpa ada tekanan dan paksaan,” bunyi salinan surat somasi yang diperoleh Tribun Sultra, Kamis ,(7/11/2024).
“Serta disaksikan beberapa pihak dengan tujuan untuk menyelesaikan permasalahan secara damai dan kekeluargaan."
Pemkab Konawe Selatan juga mengultimatum Supriyani untuk melakukan klarifikasi dan permohonan maaf, serta mencabut surat pencabutan kesepakatan damai yang dibuatnya.
“Oleh karena itu, kami meminta saudari untuk segera melakukan klarifikasi dan permohonan maaf serta mencabut Surat Pencabutan Kesepakatan Damai tersebut dalam waktu 1x24 jam,” tulis surat itu.
Namun, jika Supriyani tidak melakukan apa yang diminta dalam surat somasi itu, Pemkab Konawe Selatan mengancam akan menempuh jalur hukum.
“Jika sampai batas waktu yang kami berikan saudari tidak melakukan yang kami minta, maka kami akan menempuh jalur hukum,” ujar Suhardin dalam surat somasi atas nama Bupati Konawe Selatan itu.
“Karena Saudari telah melakukan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (2) dan Pasal 311 ayat (1) KUHPidana."
(Tribunnews/Febri/Nuryanti/Laode Ari)