TRIBUNNEWS.COM - Situasi internal Partai Demokrat memanas setelah pihaknya menelan kekalahan telak dalam Pemilu Amerika Serikat kali ini.
Tak hanya Kamala Harris yang keok menghadapi Donald Trump dalam Pemilihan Presiden Amerika Serikat, partai berlambang keledai ini juga keok dalam Pemilihan di tingkat Senat maupun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Menurut The Associated Press kandidat dari Partai Republik, Donald Trump, berhasil memenangkan hasil akhir pemilihan presiden 2024 dengan suara elektoral meyakinkan, yakni 312 suara dari ambang batas minimal 270.
Sementara itu di level Senat Partai Republik meraih 53 suara elektoral dari ambang batas minimal 50 suara.
Di level DPR, hingga hari Minggu ini (10/11/2024), Partai Republik telah meraih 213 suara elektoral dan membutuhkan 5 poin lagi untuk memenuhi ambang batas 218 suara elektoral.
Kekalahan telak Partai Demokrat di berbagai tingkat ini pun membuat para petinggi kader saling tuding terkait biang kerok dalam kegagalan di Pemilu AS 2024 kali ini.
Pernyataan paling kontroversial pun diutarakan oleh Nancy Pelosi selaku salah satu pimpinan tertinggi di Partai Demokrat.
Di wawancaranya bersama New York Times pada Jumat (8/11/2024) waktu setempat, sosok yang pernah menjabat sebagai Ketua DPR AS ini secara terang-terangan menuding Joe Biden adalah biang kerok dari kegagalan Partai Demokrat dalam pemilu kali ini.
Nancy Pelosi mengklaim bahwa langkah Biden yang urung mundur dalam kontestasi Pilpres AS 2024 sampai momen penghujung akhir Pilpres 2024 membuat Partai Demokrat babak belur.
Pelosi menilai kalau saja Presiden Joe Biden mau "mundur lebih cepat", maka Partai Demokrat bisa memilih kandidat yang lebih matang dan lebih kompetitif diaripada Kamala Harris melalui pemilihan pendahuluan (primary).
"Harapannya adalah, jika presiden mundur, akan ada pemilihan pendahuluan terbuka." terang Pelosi
Mantan Ketua DPR tersebut juga mengatakan bahwa langkah cepat Biden yang langsung melemparkan posisi pencapresannya langsung kepada Kamala Harris setelah ia mundur dari pencalonan pada bulan Juli adalah sebuah blunder besar.
"Seperti yang saya katakan sebelumnya, awalnya saya rasa Kamala mungkin akan tampil baik dalam situasi mendadak seperti itu dan menjadi lebih kuat ke depannya. Tapi kita tidak tahu itu bahwa hal itu akhirnya tidak terjadi. Sekarang kita harus menerima apa yang terjadi." sesal Pelosi terhadap langkah Biden.
Pelosi juga kembali mengungkapkan rasa frustrasinya terhadap manuver Biden yang memberikan jatah pencapresannya kepada Kamala Harris
"Karena presiden langsung mendukung Kamala Harris, maka hampir mustahil bagi kami untuk mengadakan pemilihan pendahuluan pada waktu itu. Seandainya itu terjadi lebih awal, semuanya mungkin akan berbeda." lanjut Pelosi.
Prahara perpecahan di dalam tubuh Partai Demokrat ini sebenarnya sudah terlihat secara tersirat dari jauh-jauh hari.
Biden, yang pada tahun ini berusia 81 tahun tampil begitu buruk selama kampanyenya karena usianya yang sudah cukup uzur.
Puncak sorotan terhadap kemampuan fisik dan psikis Biden ini kian memanas saat dirinya tampil begitu buruk dalam debat Capres pertama Pilpres AS 2024.
Sebelum penampilan buruk tersebut, sejumlah pihak dalam internal Partai Demokrat sudah memaksa Biden untuk segera mundur.
Satu di antara petinggi Partai Demokrat yang dikabarkan paling getol untuk "menendang" Biden dari posisi capres adalah Nancy Pelosi.
Pada bulan Juli, akhirnya Biden memutuskan untuk mengundurkan diri dari pencapresannya.
Dalam kabar yang pertama kali disebarkan oleh Analis Newsmax, Mark Halperin pada 19 Juli 2024, Biden disebut mau mundur setelah mendapatkan tekanan dari Pemimpin Fraksi Demokrat di DPR, Hakeem Jeffries, dan Pemimpin Fraksi Demokrat di Senat, Chuck Schumer.
Pada saat itu, Biden dilaporkan tidak akan mendukung Wakil Presiden Kamala Harris sebagai penerusnya dan mendukung proses pemilihan terbuka, yang memungkinkan calon presiden dari Partai Demokrat dipilih di Konvensi Nasional Demokrat di Chicago.
Namun, kabar tersebut tak sesuai dengan fakta di lapangan.
Biden akhirnya langsung melemparkan jatah pencapresannya kepada Kamala Harris selaku Wakil Presidennya.
Keputusan yang diumumkan Biden kepada publik tersebut kini dinilai sejumlah pihak sebagai upaya "balas dendam" karena dirinya dipaksa mundur dari pilpres.
Hal ini diutarakan melalui cuitan viral dari Corey Inganamort, seorang Produser Pemberitaan Politik di salah satu stasiun radio di Washington D.C., WMAL yang telah dilihat sebanyak 3 juta kali di X.
"Saya rasa Laporan Mark Halperin benar. Pelosi sebenarnya ingin mengadakan pemilihan pendahuluan terbuka dan menyebarkan rencananya itu ke media, tetapi Biden justru memukul balik keputusan itu dengan mendukung Kamala 30 menit setelah ia mundur dari pencalonan dirinya." ungkap Corey.
"Ini sebabnya kenapa orang-orang dari lingkaran Obama seperti Chuck Schumer, dan lainnya tampak begitu terlambat memberikan dukungan... mereka sebenarnya tidak menginginkan Kamala." pungkas Corey.
(Bobby)