TRIBUNJATIM.COM - Inilah kisah anak pedalaman kini jadi polwan.
Ia kini berkeliling bertemu anak pedalaman untuk mengajari baca, tulis dan mengaji tiga hari dalam seminggu.
Aksinya inipun membuat Kapolres tempat ia bertugas bangga terhadap si polwan.
Adapun sosok polwan tersebut bernama Bripda Nia.
Ia keliling bertemu anak-anak Suku Anak Dalam di hutan kawasan Kabupaten Batanghari setiap Kamis, Jumat dan Sabtu.
Bripda Nia mengajari mereka membaca, menulis, serta mengaji.
Bripda Nia Kurnia atau lebih akrab disapa Nia, merupakan polisi wanita (polwan) pertama di Provinsi Jambi yang berasal dari Suku Anak Dalam (SAD).
Nia yang lahir di Pamenang, Kabupaten Merangin, 5 Februari 2004, merupakan sulung dari tiga bersaudara.
Ayahnya masyarakat asli suku SAD, sementara ibunya dari luar SAD.
Dia tinggal di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari.
Wilayah tersebut masih banyak ditinggali masyarakat SAD.
Sebelum mengikuti seleksi Polri, Nia bercerita awalnya mengetahui adanya seleksi Polri dari Babinkantibmas yang melakukan sosialisasi di desanya.
"Dari sana saya mulai ingin mendaftar menjadi Polwan," ujarnya, Senin (11/11/2024), dikutip dari Tribun Jambi.
Dari situ, Nia mulai mempersiapkan diri untuk bisa mengikuti seleksi Polri.
Dia mengatakan, selama mengikuti seleksi mendapatkan perlakuan sama seperti peserta lain.
Dengan tekad kuat, pada awal Januari 2024 lalu, Nia dinyatakan lolos seleksi Polri.
Sebagai Banit Bimas, saat ini Nia mendapatkan tugas memberikan penyuluhan dan mengajarkan anak-anak SAD belajar membaca dan mengaji.
Nia berharap, nantinya banyak dari adik-adiknya yang berasal dari Suku Anak Dalam bisa mengikuti jejaknya untuk bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan meraih mimpi-mimpinya.
"Saya punya harapan adik-adik SAD punya keinginan untuk bersekolah dan punya keinginan untuk menjadi anggota Polri," ujarnya.
Saat ini, Nia bertugas di Polsek Bajubang, Kabupten Batanghari dan menjabat sebagai Banit Bina Masyarakat.
Mulai Kamis hingga Sabtu, Nia mendatangi anak-anak SAD, mengajarkan membaca, menulis serta mengaji.
Itu dilakukan di kebun dan di rumah-rumah warga.
Menggunakan alat seadanya, Nia tidak hanya memberikan ilmu membaca dan menulis kepada anak-anak SAD.
Dia juga memberikan motivasi kepada anak-anak SAD.
Nia berharap adik-adiknya dari SAD memiliki mimpi dan tekad yang besar dan bersekolah dengan layak.
"Saya punya harapan adik-adik SAD punya keinginan untuk bersekolah dan punya keinginan untuk menjadi anggota Polri," ujarnya.
Diketahui, saat ini Polda Jambi telah memiliki tiga orang polisi laki-laki dari SAD yang sekarang bertugas di Polres Merangin, Sarolangun, dan Bungo.
Serta Bripda Nia yang merupakan Polwan dari SAD Batanghari.
Kapolres Batanghari AKBP Singgih Hermawan mengaku bangga terhadap sosok Nia yang berasal dari SAD dan sekarang sudah menjadi bagian dari Polri dan Polres Batanghari.
Dia mengatakan kepolisian membuka kesempatan yang sama bagi masyarakat adat khususnya SAD untuk mengikuti seleksi Polri.
Singgih juga mengatakan, kepolisian juga membuka jalur khusus bagi masyarakat Suku Anak Dalam yang ingin mengikuti seleksi Polri.
"Harapan kita, saudara kita dari SAD ini mendapatkan pendidikan lebih baik dan tentunya perlu support khusus, perlu tekni khusus mengingat kadang enggan. Tapi insyaAllah dengan adanya Nia, mengajar anak SAD bisa mengikuti jejak beliau," ujarnya.
Kisah polwan lainnya datang dari Nur Fatia Azzahra.
Fatia merupakan gadis difabel yang kini jadi calon polwan.
Gadis 22 tahun ini berhasil menjadi siswa Sekolah Polisi Wanita (Sespolwan).
Ia dinyatakan lolos dan memenuhi syarat mengikuti pembentukan Bintara Polri 2024 jalur disabilitas.
Nur pun menceritakan perjuangannya.
Fatia yang merupakan seorang tunadaksa mengaku, nasihat orang tuanya lah yang membuatnya kuat.
Saat duduk di bangku sekolah dasar (SD), Nur Fatia Azzahra pernah menjadi korban bullying atau perundungan.
"Waktu SD saya pernah mengalami bullying dikarenakan saya tidak bisa olahraga voli, bully-an verbal," katanya di Sepolwan RI, Ciputat, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Kamis (19/2024), dikutip dari Tribunnews.
Dulu saat menjadi korban perundungan, Nur Fatia Azzahra hanya bisa menangis dan menceritakan itu kepada orang tuanya.
"Saya cuma bisa nangis dan kasih tahu orang tua kalau saya itu kenapa di-bully sama teman," ujar Fatia.
Saat bercerita, Nur Fatia Azzahra selalu mengingat pesan kedua orang tuanya agar tidak usah minder dan malu.
Justru, Nur Fatia Azzahra diberikan semangat agar bisa membuktikan bahwa dirinya pun bisa berkembang dan berprestasi.
Fatia bercerita, ayahnya seringkali mengajak ke luar rumah untuk sekadar bermain.
Bahkan, ayahnya pula yang mendorong Fatia untuk berani merantau.
"Dan alhamdulillah selalu dilatih ayah di depan rumah seperti diajak bermain bulu tangkis, diajak main voli."
"Meskipun tidak hebat, tapi akhirnya saya bisa mainnya. Ayah selalu memberikan gambaran terkait perantauan. Ayah bilang, merantau akan membuat kamu lebih berkembang," jelas Fatia.
Sang ayah, kata Nur Fatia Azzahra, pernah mengajaknya merantau dari Bangka ke Jambi.
Bekal pengalaman dari sang ayah-lah yang kemudian membuat Nur Fatia Azzahra menemukan banyak hal baru dan menjadi lebih mandiri.
Ia pun berjuang agar bisa hidup setara sebagai penyandang disabilitas.
"Sejak SMA saya pernah ikut ayah kuliah S2 di Jambi. Ayah memberikan gambaran soal kehidupan di perantauan."
"Alhamdulillahnya sampai saat ini saya merasa banyak hal yang membuat saya mandiri selama merantau," terang Fatia.
Perempuan asli Bangka Belitung (Babel) ini menjelaskan didikan orangtua menjadikan membentuk dirinya menjadi perempuan yang bertekad kuat.
Contoh, meski Fatia disabilitas, namun dia bersekolah di umum.
"Saya difabel dari lahir. Saya disekolahkan di sekolah reguler."
"Saya di SD Islam terpadu, dan SMP-SMA di negeri. Saya kuliah merantau ke Jogja, di UII Fakultas Psikologi," ucap Fatia.
Untuk diketahui, Polri melalui Biro Pengendalian Personel SSDM Polri merekrut 16 penyandang disabilitas pada penerimaan Bintara Tahun Anggaran 2024 ini.
Mereka terdiri dari 3 siswa Bintara perempuan dan 13 laki-laki.
Rekrutmen kelompok disabilitas menjadi anggota organik merupakan kebijakan inklusif Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Dedi menuturkan Jenderal Sigit yakin penyandang disabilitas mampu melakukan pekerjaan kepolisian.
"Polri pada tahun 2023 sebenarnya sudah melakukan rekrutmen terhadap kelompok disabilitas tapi untuk golongan ASN atau pegawai negeri pada Polri (PNPP)."
"Dari kelompok itu kita pekerjakan di dua polda yaitu Polda Jogja kemudian di Polda Sumatera Selatan."
"Dari situ berproses, Pak Kapolri tambah yakin, 'Saya minta (difabel menjadi-red) anggota Polri," tutur Dedi.