TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Seorang siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya Jawa Timur diminta oleh pria dewasa untuk bersujud dan menggonggong.
Kasus tersebut akhirnya berlanjut hingga ke ranah hukum.
Terkait masalah ini, Kepala Bidang Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto menggelar konferensi pers di Polrestabes Surabaya, Rabu (13/11/2024).
Ia menjelaskan bahwa peristiwa tersebut terjadi pada 21 Oktober 2024 lalu.
Sejak kejadian tersebut, Dirmanto menyatakan bahwa polisi dari Polrestabes Surabaya telah melakukan langkah-langkah penyelidikan yang luar biasa.
"Penyelidik sudah mendatangi sekolah segera setelah kejadian viral pada pukul 15.30. Teman-teman dari Polrestabes langsung datang pada saat itu juga, tetapi karena sudah sore, sekolah sudah tutup," kata Dirmanto.
Saat berada di lokasi, Polisi sudah meminta keterangan dari pihak keamanan sekolah.
Keesokan harinya, penyelidikan berlanjut dengan meminta keterangan dari pihak sekolah, termasuk IV yang diyakini sebagai pelaku.
Polisi kemudian mengetahui, bahwa IV dan EV sudah mencapai kesepakatan damai.
Mereka saling memahami kesalahan masing-masing dan telah saling memaafkan.
Kesepakatan damai ini juga telah diunggah di berbagai platform media sosial.
"Namun pihak sekolah Gloria 2 terus mendesak agar Polrestabes Surabaya meneruskan proses hukum," ujar Dirmanto.
Beberapa hari setelah tanggal 21, guru-guru di Sekolah Gloria 2 melaporkan kejadian ini ke Polrestabes Surabaya.
Bahkan mereka menyewa jasa pengacara untuk menangani kasus ini.
Polisi memastikan bahwa kasus ini masih dalam tahap pendalaman.
Hingga kini sudah ada delapan saksi yang diperiksa, salah satunya adalah IV, yang diyakini sebagai pihak yang menyebabkan keributan di SMA Gloria 2 Surabaya.
"Barang bukti yang ada termasuk flashdisk yang berisi rekaman CCTV," jelas Dirmanto.
Namun, hingga pertengahan November ini belum ada penetapan tersangka.
Dirmanto kemudian menambahkan bahwa yang terpenting dalam kasus ini adalah karena melibatkan anak-anak, pihak kepolisian harus tetap mengutamakan pendekatan yang hati-hati.
Dalam penegakan hukum, ada asas ultimum remedium.
"Ultimum remedium artinya penegakan hukum harus menjadi langkah terakhir apabila kedua belah pihak masih terus berseteru. Ya harus disetarakan, adil dan merata," paparnya.
Seperti diketahui siswa SMA Kristen Gloria 2 Surabaya berinisial E (15) disuruh bersujud dan menggonggong seperti anjing oleh pengusaha asal Surabaya bernama Ivan Sugianto.
Hal tersebut terungkap berdasarkan unggahan salah satu aktivis media sosial @faridhcrb di X pada Rabu (13/11/2024).
Akun X @faridhcrb menggunggah tulisan yang berisi kronologi lengkap peristiwa tak manusiawi tersebut.
Disebutkan bahwa peristiwa tersebut berawal ketika siswa SMA berinisial EN mengejek lawan basketnya dari sekolah lain, EL, dengan menyebut rambutnya seperti anjing.
Kemudian, EL bersama dengan sejumlah pria dewasa mendatangi sekolah EN pada Senin (21/10/2024).
Pemuda tersebut berniat menemui EN saat pulang sekolah.
"Ya kejadiannya (siswa diintimidasi) di tenda-tenda itu (depan sekolah) pas di situ," kata salah satu petugas keamanan SMA tempat sekolah EN yang enggan disebutkan namanya saat ditemui di lokasi, Rabu (13/11/2024).
Lalu, orangtua EL, IV, langsung membentak korban dan menyuruhnya meminta maaf karena mengejek anaknya.
Selain itu, pria tersebut juga meminta EN bersujud serta menggonggong.
"Iya (disuruh menggonggong). Kalau siswa sini pulangnya pukul 15.30 WIB, kalau masuknya 07.30 WIB, kejadiannya pas pulang sekolah tapi tepatnya kurang tahu," ujarnya dikutip dari Kompas.com.
Akhirnya, sejumlah guru, petugas keamanan, serta bhabinkamtibmas mendatangi sumber keributan tersebut. Mereka berniat untuk meredam amarah IV yang masih membentak EN.
Selanjutnya, atas nama sekolah, salah seorang guru melaporkan kejadian itu ke polisi dengan nomor LPM/1121/X/2024/SPKT/POLRESTABES SURABAYA.
Mengenai hal itu, humas sekolah, Robi Dharmawa, turut membenarkan peristiwa itu. Akan tetapi, dia menolak berkomentar dan menyerahkannya ke kuasa hukum.
"Kami diwakili penasihat hukum. Silakan langsung hubungi Pak Sudiman Sidabuke selaku penasihat hukum kami," kata Robi.
Sedangkan kuasa hukum sekolah, Sudiman Sidabuke, masih belum merespon ketika ditanya perihal kejadian tersebut hingga sekarang.
DPRD Ikut Berang
Komisi D DPRD Surabaya memanggil pihak sekolah dalam hal ini SMA Kristen Gloria 2 Surabaya, Kamis (24/10/2024) lalu .
Selain itu juga dihadirkan pula Dinas Pendidikan Provinsi Jatim, Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Komisi D DPRD Surabaya bahkan mempertanyakan predikat Kota Surabaya layak anak.
"Sebagai Kota Layak Anak, saya miris melihat videonya sampai ada siswa dipaksa jongkok dan menirukan gaya hewan begitu," ucap anggota Komisi D Johari Mustawan.
Ajeng Wira Wati, anggota Komisi D yang lain mendesak predikat Kota Layak Anak tidak hanya label tapi implementasi.
"Saya meminta predikat Kota Layak Anak ada satgas khusus soal ini di sekolah. Yang memerangi bullying adalah kita semua. Termasuk orang tua," katanya.
Dalam forum rapat hearing di DPRD tersebut terkuak, kejadian bullying yang menghebohkan itu terjadi di SMA Kristen Gloria 2 Surabaya.
Anggota Komisi D yang lain, Michael Leksodimulyo menyebut persoalan sebenarnya ada di orang tua wali murid.
"Ini sebenarnya kasus orang tua yang tidak terima anaknya diolok-olok. Saling ejek dalam pertandingan itu biasa. Orang tua ikut. Tapi karena ribut, geger di sekolah, ada polisi banyak hingga semua menjadi horor. Semua ketakutan," ucap Michael.
Sumber: Surya.co.id/Kompas.com