TIMESINDONESIA, JAKARTA – Langkah strategis pemerintah untuk fokus dan disiplin memacu gerak pertumbuhan ekonomi harusnya diimbangi keterlibatan bersama atau kolaborasi secara bersama-sama dalam mendukung poros daya ungkit ekosistem pertumbuhan ekonomi secara mandiri, akseleratif dan berkualitas. Kebijakan ini penting demi keseimbangan belanja pemerintah sehingga menggerakkan permintaan secara produktif.
Namun demikian untuk mencapai target semua itu ada banyak tantangan yang harus benar-benar dapat dimajukan disini adalah bagaimana pemerintah dapat dan mampu melakukan penyederhanaan regulasi dan penguatan sistem demi tercapainya pertumbuhan ekonomi.
Kolaborasi penuh atas segala macam bentuk penataan pembangunan infrastruktur, digitalisasi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan cara kerja rasional untuk dapat menjaga daya beli dan menggerakkan permintaan secara berkala dan bertahap. Masalahnya tak semudah itu untuk mendukung daya cipta mewujudkan kemajuan ekonomi secara makro.
Fakta hari ini menunjukkan jika pemerintah masih sangat sulit mengejar target penerimaan pajak tahun ini di tengah lesunya kondisi global dan domestik. Secara aklamatis, pemerintah melalui Kementerian Keuangan harus menata strategi penerimaan baru untuk dapat memberi pajak aktivitas ekonomi bayangan demi operasional beban belanja yang semakin tinggi.
Berdasarkan data resmi dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI), sampai akhir bulan Oktober 2024 penerimaan pajak baru dapat mencapai Rp1.517,53 triliun atau 76,3 persen dari besaran target awal yang sebelumnya diperkirakan berhasil mendapatkan Rp 1.988,9 triliun (Kemenkeu RI, 2024). Lesunya setoran pajak ini terlihat dari angka-angka penerimaan sepanjang Januari-Oktober 2024.
Kemenkeu RI bahkan mencatat, setoran pajak dari sektor utama pendorong ekonomi Indonesia mengalami penurunan. Dimana pada industri pengolahan pertumbuhan pajaknya terkontraksi minus 6,3 persen secara neto dan minus 0,4 persen secara bruto (Kemenkeu RI, 2024). Begitu juga pada sektor pertambangan yang mengalami pertumbuhan pajak yang terkontraksi minus 41,4 persen secara neto dan minus 28,3 persen secara bruto (Kemenkeu RI, 2024).
Membaca Produktivitas
Jika membaca setoran pajak pada 2024 yang tidak tercapai sesuai target, setidaknya ada beberapa estimasi yang telah dipersiapkan sebelumnya yang sejalan dengan prediksi outlook kinerja Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang telah diproyeksikan oleh Kemenkeu RI pada bulan Juli 2024.
Sebagai konsekuensi logis target penerimaan pajak pada 2025 mesti lebih tinggi untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah yang lebih ekspansif. Dalam posisi inilah, setiap penerimaan negara kiranya harus juga melihat pada besaran potensi penerimaan baru dari sektor ekonomi bayangan.
Dalam arti disini adalah segala macam aktivitas produktif yang bersifat legal tapi masih disembunyikan oleh otoritas, begitu juga dengan produksi ilegal (illegal production), yaitu aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa yang bertentangan dengan hukum dan sektor informal atau aktivitas yang sifatnya legal, tetapi dalam akses dan implementasinya masih dalam skala kecil.
Bidikan akan segala macam potensi penerimaan pajak yang dapat dikumpulkan karena sifatnya masih informal dan illegal. Termasuk menyangkut masalah kebocoran pajak yang selama ini sering terjadi di sektor-sektor ekonomi ekstraktif.
Pada penalaran struktur ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masing-masing sektor dalam perekonomian baik menurut lapangan usaha maupun pembagian sektoral ke dalam sektor primer, sekunder dan tersier. Konstruksi kondisi struktur ekonomi Indonesia dapat dilihat melalui kontribusi setiap sektor ekonomi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB).
Struktur ekonomi dikatakan berubah apabila kontribusi PDB dari sektor ekonomi yang mulanya dominan digantikan sektor ekonomi lain. Secara rasional peningkatan penerimaan negara yang berasal dari sektor sekunder tersebut. Sehingga bisa saja ketergantungan penerimaan negara pada sektor primer selama ini dapat diminimalisir dan beralih kepada sektor sekunder. Namun sayangnya, masih terdapat permasalahan yang menghambat pertumbuhan sektor sekunder saat ini.
Secara taktis pemerintah harus dapat menyediakan infrastruktur, akibat minimnya infrastruktur menyebabkan kinerja logistik dan proses produksi terhambat. Karena faktanya terbatasnya ketersediaan energi berupa gas dan listrik, terutama di daerah-daerah luar Jawa telah menyebabkan lemahnya serapan penerimaan negara. Apalagi regulasi lintas sektoral yang belum sepenuhnya berpihak pada pertumbuhan industri. Pada sisi lain publik juga memahami jika mayoritas bahan baku dan bahan penolong masih tergantung dengan produk impor.
Pada sisi sektor tersier pun memiliki potensi yang besar terhadap penerimaan
negara. Terlebih di era digital saat ini, banyak transaksi perdagangan atau penjualan dalam menggunakan media digital (e-commerce). Penjualan ritel e-commerce di Indonesia nyatanya menjadi poros segmentasi pasar yang menjanjikan pertumbuhannya di Asia Pasifik.
Efektivitas E-Commerce
Pada saat ini transformasi digital memiliki peranan penting dalam bisnis. Tak hanya bergerak menuju model digital. Transformasi digital yang berjalan dalam situasi hari ini nyatanya membuka peluang baru untuk pertumbuhan bisnis. Pasar ekonomi digital memiliki kemampuan untuk memahami konsumen karena memuat profil, perilaku, nilai, dan tingkat loyalitas.
Selain itu, pasar digital mempermudah ruang komunikasi yang ditargetkan dalam pelayanan online sesuai kebutuhan masing-masing. Sebelum pandemi datang, transformasi digital sejatinya dipersiapkan sebagai tujuan jangka panjang banyak bisnis karena faktor efisiensi biaya dan efektivitas operasional usaha. Namun, Covid-19 mempercepat adopsi transformasi digital kedalam dunia bisnis.
Para pelaku usaha, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), perlu segera mempercepat akselerasi digital demi membangun ketahanan usaha di masa mendatang.Transformasi ekonomi digital Indonesia sejak 2010 telah berkembang dengan pesat. Pemerataan akses kemudahan pemanfaatan digital diperlukan demi meningkatkan kesejahteraan secara utuh.
Berangkat dari hal inilah, pasar ekonomi digital menjadi satu prioritas pemerintah Indonesia dan masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, bahkan nilai ekonomi digital sudah ditargetkan mengalami peningkatan 2,9% menjadi 4,7% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2024. Membaca data proyeksi ini jelas jika ekonomi Indonesia kedepannya akan sangat bergantung pada pasar ekonomi digital.
Perkembangan layanan modern dalam wujud aplikasi sepatutnya mendapatkan perhatian secara optimal karena dengan regulasi yang tepat struktur industri bisnis akan berjalan secara kuat. Oleh karena itu dalam memfasilitasi pertumbuhan ekonomi digital, pemerintah harus benar benar memastikan keamanan ekosistem digital untuk para penggunanya dan menyediakan lingkungan yang kondusif untuk inovasi.
Pemerintah harus benar-benar serius mengejar target dengan tetap berfokus pada empat area kebijakan: perlindungan konsumen, kerahasiaan data pribadi, keamanan siber, dan kualitas layanan elektronik. Hal ini penting mengingat minimnya regulasi, dan bila diperbaiki, ekosistem ekonomi digital Indonesia inklusif akan berkembang pesat.
Pasar ekonomi digital memiliki potensi dan peluang yang besar dalam mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi inklusif. Akan tetapi perlu didukung dengan infrastruktur dan regulasi persaingan usaha yang sehat serta pasar yang kompetitif sehingga percepatan ekonomi digital akan dapat menumbuhkan kesadaran dan semangat baru dalam berinovasi.
Berdasarkan yang terjadi di negara lain menunjukkan ada beberapa perusahaan e- commerce, yang mampu secara dominan menguasai pasar global karena faktor kekuatan persaingan yang sangat kuat dan mampu melemahkan banyak perusahaan kecil yang bergerak dalam jasa usaha yang sama.
Di Indonesia, pasar masih terbuka dan segmentasi perilaku konsumen juga sangat variatif,sehingga meskipun perusahaan memiliki kekuatan pasar (market power) yang sangat kuat, semua perusahaan tetap harus bekerja keras untuk merebut segmentasi pasar ekonomi yang berbeda antar daerah di Indonesia.
Sudah saatnya pemerintah Indonesia dapat terus menyediakan ekosistem pasar yang kondusif beserta paket regulasi hukum yang jelas untuk mengatur segala macam sistem pasar ekonomi digital. Baik itu menyangkut sistem persaingan usaha, merger ataupun sistem akuisisi industri sehingga pada posisi ini diharapkan ada hasil maksimal dalam kemajuan tatanan ekonomi digital yang kondusif dan praktis.
***
*) Oleh : Haris Zaky Mubarak, MA., Mahasiswa S3 Universitas Indonesia Skema Pelaku Budaya Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI).
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.