TRIBUNMANADO.CO.ID - Jelang pemilihan kepala daerah, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Sulawesi melayangkan pengaduan kepada sejumlah lembaga di antaranya Komisi III, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Badan Pengawas Pemilu.
Pengaduan mereka di antaranya berupa permintaan pencopotan Kapolda Sulawesi Utara Saudara, Irjen Pol Royeke Langi.
Novie N Kolinung SH dan Notje Karamoy SH anggota TPDI Sulut menjelaskan, pengaduan tersebut mereka layangkan berdasarkan situasi terkini yang mereka dapati di Sulawesi Utara.
Berikut kutipan pengaduan yang mereka layangkan terhadap beberapa lembaga tersebut.
Di saat sedang berlangsung Pesta Demokrasi (Pesta Rakyat) hari ini tanggal 13 November H-14 menjelang pemilihan 27 November 2024.
Pemilihan kepala daerah serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan Wali Kota dan Wakil Wali Kota di seluruh Indonesia.
Pada kesempatan kali ini, kami ingin menyampaikan beberapa hal terkait situasi terbaru yang kami dapati di lapangan.
Dimana terjadinya dugaan kriminalisasi dan intimidasi oleh oknum Polri dan TNI.
Sebagaimana fakta-fakta, kejadian, kapan terjadinya peristiwa, bagaimana terjadinya, pelaku dan tempat kejadian yang dapat kami sampaikan:
1. Kami telah menerima laporan atau pengaduan dari masyarakat Sulawesi Utara.
2. Bahwa pelaku sejumlah oknum Polri di Polda, Polres, dan Polsek Sulawesi Utara berupa intimidasi.
3. Bahwa selain dari pada itu sejumlah puluhan pejabat daerah di panggil untuk diperiksa dengan alasan penyalahgunaan anggaran.
4. Bahwa kegiatan oknum anggota Polri di beberapa wilayah ke luar masuk desa yang satu ke desa yang lain, di lakukan secara terbuka. Diduga mempengaruhi para pemilih agar mendukung pasangan calon gubernur.
5. Bahwa di temukan fakta di lapangan apparat kepolisian dan oknum TNI terlibat dalam wilayah pertambangan emas, tambang rakyat yang tidak memiliki ijin resmi pemerintah, dengan cara intimidasi untuk memenangkan salah satu pasangan calon Gubernur.
6. Bahwa kondisi ini sangat memprihatinkan, Bahwa kondisi ini sangat memprihatinkan, bahkan Kapolda Sulut Irjen Pol Royeke Langi, melakukan pemanggilan pemeriksaan kepada Ketua Sinode GMIM Pdt Hein Arina, diperiksa oleh penyidik Subdit Tipiter Polda Sulut. Dan ada banyak pendeta-pendeta yang di periksa jelang hari H Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Sulut.
7. Bahwa berdasarkan Laporan Masyarakat dan pemberitaan sejumlah media lokal dan nasional tentang ketidak netralan dan perilaku oknum Polri di Polda Sulawesi Utara masuk ke ranah politik praktis selama masa kampanye Pilgub 2024, hal itu merupakan pembangkangan atau insubordinasi dari aparatur Polri di tingkat Polda, Polres dan Polsek terhadap Kapolri, padahal sikap dan perilaku demikian jelas bertentangan dengan UU No. Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri, dan yang terbaru berupa Instruksi Kapolri melalui Surat Telegram Nomor: ST/1160/V/RES.1.24.2023 yang ditujukan kepada seluruh Kapolda di seluruh Indonesia namun hal itu dibiarkan oleh Kapolri dan Kapolda Sulawesi Utara, sehingga dibaca oleh publik Sulawesi Utara bahwasanya Polri tetap tidak netral, memihak Paslon tertentu yang dekat denggan kekuasaan dan tanpa tedeng aling-aling masuk ke politik praktis.
8. Bahwa dari uraian peristiwa dan fakta-fakta sebagaimana diungkapkan di atas, sebagaimana hal itu sudah menjadi pengetahuan umum bagi Masyarakat Sulawesi Utara, maka disimpulkan bahwa Tindakan oknum- oknum Anggota Pori di Polda Sulawesi Utara dan jajaran di bawahnya yang menyeret institusi Polri ke dalam
Tindakan penyalahgunaan wewenang, bersikap tidak netral dan melakukan kegiatan politik praktis, hal itu bukan saja membangkangi atau Insubordinasi terhadap Instruksi Kapolri, akan tetapi juga mencoreng wajah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto di awal minggu pertama pemerintahannya (mulai tanggal 22 Oktober 2024 sampai dengan tanggal 8 November 2024), oleh karena itu Kapolri tidak hanya segera menghentikan langkah Kapolda Sulawesi Utara akan tetapi juga memerintahkan Kadiv Propam Mabes Polri untuk melakukan tindakan kepolsian dan proses etik berdasarkan Peraturan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI.
Kami tegaskan: intimidasi ini tidak akan dibiarkan! Setiap warga negara memiliki hak untuk memilih dan mendukung sesuai hati nurani tanpa tekanan.
Kami menyerukan kepada seluruh pendukung: jangan takut! Berdirilah dengan teguh dan
yakinkan diri karena anda tidak sendirian.
Seluruh elemen pendukung, Tim Kampanye, berdiri di belakang Anda, dan memastikan bahwa hak-hak Anda
terlindungi.
Kami memahami bahwa situasi ini mungkin membuat sebagian dari anda khawatir, namun kami ingin menegaskan bahwa intimidasi hanya bisa berhasil jika kita membiarkannya.
Jangan pernah gentar menghadapi tekanan apapun. Jangan biarkan siapapun mengancam atau mengganggu perjuangan kita.
Presiden Prabowo dalam pidatonya di Kongres PAN pada bulan Agustus dengan lantang menyebutkan tidak ada intervensi dalam Pilkada, Prabowo membebaskan pilihan untuk mendukung siapapun di Pilkada.
Senada dengan itu, Propam Polri di akhir September juga menyampaian bahwa setiap anggota Polri untuk menjaga netralitas, dan akan dilakukan tindakan tegas apabila ditemukan fakta di lapangan ada anggota yang tidak menjaga netralitas dalam Pilkada.
Jangan sampai pesan Presiden dan Propam Polri tidak diindahkan oleh oknumoknum yang ingin mencederai demokrasi.
Menyikapi itu, tim hukum dan advokasi terus bergerak.
Setiap dugaan kasus intimidasi yang dilaporkan akan segera ditindaklanjuti, dan akan diambil langkah
hukum yang tegas untuk memastikan tidak ada satu pun hak demokrasi yang dilanggar.
Berdasarkan hal tersebut, mereka meyampaikan kepada Pimpinan dan Anggota Komisi III, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, dan Badan Pengawas Pemilu untuk tindakan penegakan hukum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan mencopot Kapolda Sulawesi Utara Saudara, Irjen Pol Royeke Langi, jika tidak akan mengganggu harmonisasi antar umat beragama dan pemerintahan serta merusak iklim demokrasi.