Kami Kehabisan Rudal, Kala Pilot Jet Tempur F-15 AS Tak Menyangka Serangan Iran Sangat Besar ke Israel
TRIBUNNEWS.COM - Pilot jet tempur F-15 dari Amerika Serikat (AS) menceritakan bagaimana mereka kehabisan misil (peluru kendali/rudal) udara-ke-udara dan beralih ke senjata api biasa selama serangan besar-besaran Iran ke Israel.
Pada April tahun ini, Iran menembakkan lebih dari 300 pesawat nirawak, rudal balistik dan jelajah ke Israel, serangan yang jauh lebih besar dari yang diantisipasi militer AS.
Mayor Benjamin "Irish" Coffey, seorang pilot jet tempur F-15, mengingat bagaimana ia tidak menyangka akan kehabisan misil saat membantu Israel menghadapi serangan Iran.
Saat perintah yang datang adalah mereka harus menggunakan setiap persenjataan yang mereka miliki untuk membantu Israel, Mayor Coffey dan rekan awaknya, perwira sistem persenjataan Kapten Lacie "Sonic" Hester segera membuat rencana ketika mereka kehabisan rudal udara-ke-udara.
Mereka mengingat bagaimana mereka terbang sedekat mungkin dengan pesawat nirawak Iran — jauh di bawah ketinggian aman minimum untuk F-15 Strike Eagle — dan menggunakan senjata terhadap target yang nyaris tak terlihat.
Ini adalah manuver yang sangat berbahaya bagi pilot dalam kegelapan total. Namun, mereka tetap saja gagal mengenai target.
“Anda merasakan medan yang bergejolak, Anda merasa diri Anda semakin dekat ke tanah. "Risikonya terlalu tinggi untuk mencoba lagi," kata Mayor Coffey kepada dilansir ndtv mengutip CNN International.
Pada akhirnya, pasukan AS, baik di udara maupun di laut, mampu mencegat 70 pesawat nirawak dan tiga rudal balistik selama serangan Iran itu.
Israel mengklaim, serangan Iran saat itu sebagian besar berhasil digagalkan.
Ini adalah "ujian nyata" perdana Angkatan Udara AS terhadap serangan pesawat nirawak yang berkepanjangan dan berskala besar karena para jet tempur menghabiskan beberapa jam di udara malam itu.
Situasinya sama kacau di pangkalan militer AS yang dirahasiakan di Timur Tengah karena pertahanan udara di sana telah menembak jatuh rudal dan pesawat nirawak Iran di atas kepala, sementara pasukan dilarikan ke bunker.
Serangan Iran itu merupakan balasan atas serangan Israel terhadap gedung konsulat Iran di Suriah, yang menewaskan beberapa anggota Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).
Kapten Hester mengatakan bahwa ketika mereka diberi pengarahan malam itu, mereka "tidak tahu" tentang apa yang mungkin terjadi.
Berbagi pemikirannya, pilot F-15 Letnan Kolonel Timothy “Diesel” Causey menambahkan bahwa mereka tidak punya banyak waktu untuk berlatih sebelum itu.
Ia kemudian menyebut pesawat nirawak serang itu "berbiaya rendah, berisiko rendah untuk digunakan musuh."
Persenjataan jet tempur itu cepat habis karena F-15E Strike Eagle hanya mampu membawa delapan rudal udara-ke-udara dalam satu waktu.
"Kami kehabisan rudal cukup cepat...mungkin sekitar 20 menit," kata pilot F-15 Letnan Kolonel Curtis “Voodoo” Culver.
(oln/ndtv/cnnint/*)