Pembongkaran Pasar Tumpah Bogor Dibatalkan, Warga Kesal dan Siapkan Aksi Demo
GH News November 17, 2024 06:08 PM
BOGOR - Satpol PP Kota Bogor membatalkan pembongkaran Pasar Tumpah di Jalan Merdeka, Bogor Tengah, Kota Bogor. Akibatnya, warga setempat kesal dan menyiapkan aksi demo.

"Pertama pertimbangan Forkopimda terkait kondusivitas menjelang pilkada. Pedagang meminta penundaan sampai Lebaran 2025, cuma tidak kami berikan. Jadi, penundaan pembongkaran itu akan kami lakukan setelah penghitungan suara pilkada. Tetap akan kami bongkar, kami sudah menjumpai perwakilan pedagang," ujar Kasatpol PP Bogor Kota Agustiansyah, Jumat (15/11/2024).

Menyikapi itu, Dadang Sudrajat, warga setempat merasa aneh pembatalan pembongkaran dengan alasan kondusivitas.

"Kalau alasannya karena pilkada supaya kondusif, harusnya preman-preman itu ditangkap bukan dilepas begitu saja," katanya

Padahal, dengan dibongkarnya pasar tumpah, warga dan pedagang lebih merasa aman dan nyaman karena tidak ada lagi pungli.

Kusnadi, warga lainnya mengatakan, masyarakat dan pedagang sudah satu suara menolak aksi premanisme sekaligus provokasi dari keberadaan pasar tumpah.

"Sekarang kalau ditunda sama saja membiarkan mereka untuk kembali kuasai pasar. Karena aksinya mereka diam-diam nanti setelah provokasi berhasil baru mereka melakukan intimidasi pedagang terang-terangan," ucapnya.

Sebenarnya warga dan pedagang sudah ada rencananya membantu proses pembongkaran. Rencana itu sebagai bentuk kalau warga dan pedagang bisa kondusif.

Di sisi lain, Asep, salah satu warga merespons kabar penundaan itu dengan rencana bakal menggelar aksi demo di depan pasar hingga Balai Kota.

"Akan ada 500 warga yang turun ke Jalan Merdeka dan 1.500 orang ke Balai Kota dalam waktu dekat. Kami ingin mempertanyakan alasan pembatalan pembongkaran. Kalau memang tidak bisa bongkar, apa perlu kami yang bongkar," kata Asep.

Pengamat Tata Kota Yayat Supriyatna mengatakan, semua aksi premanisme yang terjadi di pasar itu karena adanya underground economic di kota.

"Jadi, ada bisnis ekonomi yang menjadi kebutuhan bagi kelompok informal, bagi mereka-mereka yang termarjinalkan tidak punya aset, tidak punya tempat, dan tidak punya power," ujar Yayat dalam tayangan salah satu stasiun TV swasta, Sabtu (16/11/2024).

Orang-orang tersebut membutuhkan sandaran yang dipegang oleh aktor-aktor yang merasa punya kuasa. "Kita terus terang saja di ruang ini kan dulu banyak bentrok antarkelompok preman dan antarkelompok ormas yang memperebutkan jasa keamanan dan parkir," katanya.

"Jadi ketika ada kuasa yang bukan negara menguasai kota, ya, tidak bisa apa-apa. Aparat pun harusnya memahaminya, tetapi alasannya selalu kurang personel, kurang anggaran," ujarnya.

Dia menilai jika negara tidak menegakkan aturan, para preman akan terus berkuasa. "Mereka akan berkuasa atau masyarakat akan punya pesimisme. Ada persoalan distrust atau runtuhnya kepercayaan. Jadi, jika negara tidak hadir, kepercayaannya runtuh. Keamanan dan premanisme itu bisa diatasi tergantung trust yang dibangun pemilik kuasa atas ruang itu misalnya wali kota, bupati, kepolisian, dan keamanan," ungkap Yayat.
© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.