TRIBUNNEWS.COM - Bos Sriwijaya Air, Hendry Lie ditangkap paksa oleh tim Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Senin (18/11/2024) malam.
Ia sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Akibat perbuatan Hendry Lie dan 23 tersangka lainnya, negara menderita kerugian mencapai lebih dari Rp300 triliun.
Lantas siapa sosok dan harta Hendry Lie?
Hendry Lie diketahui merupakan bos dari maskapai penerbangan PT Sriwijaya Air.
Dikutip dari sriwijayaair.co.id, Hendry Lie mendirikan perusahaan tersebut bersama kakaknya Chandra Lie dan Johannes Bunjamin, serta Andy Halim.
Sriwijaya Air memulai bisnisnya dengan satu Boeing 737-200. Beberapa ahli yang ikut merintis berdirinya Sriwijaya Air adalah Supardi, Capt. Kusnadi, Capt. Adil W, Capt. Harwick L, Gabriella, dan Suwarsono.
Pada tahun 2003, tepat pada Hari Pahlawan tanggal 10 November, Sriwijaya Air mulai penerbangan pertamanya dari Jakarta ke Pangkal Pinang, Jakarta ke Palembang, Jakarta ke Jambi, dan Jakarta ke Pontianak.
Saat ini Sriwijaya Air Group memiliki 48 pesawat Boeing dengan total 53 rute, termasuk rute regional Medan-Penang dan rute internasional lainnya.
Guna mengembangkan rute dan pangsa pasar, Sriwijaya Air juga menambah Boeing 737-800 Next Generation (NG) dan Boeing 737-900 Extended Range (ER).
Hendry Lie sendiri masuk dalam daftar 150 orang terkaya versi Globe Asia Magazine edisi Juni 2016 silam.
Ia memiliki harta ditaksir sebanyak $325m atau Rp 5.146.537.500.000, dikonversikan 1 $ = Rp 15.835,50.
Angka tersebut naik dibanding di tahun 2015.
Kala itu, harta Hendry Lie sebanyak $300m atau Rp4.750.650.000.000, dikonversikan 1 $ = Rp 15.835,50.
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com, belum ada laporan terbaru terkait kekayaan Hendry Lie di tahun 2024 ini.
Sedangkan menurut Indonesia’s 50 Richest versi majalah Forbes di tahun 2023, tidak ada nama Hendry Lie.
Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar menjelaskan, pihaknya sudah menelusuri aset-aset milik Hendry Lie.
Ia membenarkan tersangka memiliki banyak bidang tanah hingga bangunan.
Bahkan, Hendry Lie mempunyai vila di Pulau Dewata, Bali.
"Semua aset para tersangka sudah kita lakukan penelusuran. Kita lakukan pencarian, dan penyitaan."
"Tidak terkecuali aset milik Hendry Lie. (Dia punya) banyak tanah, bangunan, termasuk tadi di Bali (vila). Sudah kita lakukan penyitaan," beber Abdul Qohar, dikutip dari kanal YouTube KompasTV, Selasa (19/11/2024).
Abdul Qohar lalu mengungkap, kronologi penangkapan Hendry Lie pada Senin (18/11/2024) malam.
Hendry Lie ditangkap saat diam-diam pulang ke Indonesia.
Pendiri maskapai Sriwijaya Air itu sebelumnya berada di Singapura untuk berobat.
Hendry Lie pergi dari Indonesia setelah menjalani pemeriksaan pertama sebagai sanksi dalam kasus korupsi timah.
"Tersangka ke Singapura setelah dilakukan pemeriksaan yang pertama. Kemudian yang bersangkutan tidak kembali lagi dengan alasan sedang menjalani pengobatan di Singapura," katanya.
Ia meneruskan penjelasannya, Hendry Lie kemudian pulang ke Indonesia karena masa berlaku paspornya akan berakhir pada 27 November 2024 mendatang.
Paspor Hendry Lie tidak bisa diperpanjang karena dilakukan pencekalan.
"Karena penyidik sudah melayangkan surat ke dubes Singapura untuk melakukan penarikan terhadap paspor yang bersangkutan," tegas Abdul Qohar.
Abdul Qohar mengaku, pihaknya sudah melakukan monitoring terhadap Hendry Lie dengan menggandeng sejumlah pihak, seperti penyidik, tim sidik intelijen, dan perwakilan kejaksaan di Singapura.
Hasilnya, Hendry Lie terdeteksi pulang secara diam-diam pada Senin (18/11/2024) malam.
"Dia pulang secara diam-diam, dan kita lakukan penangkapan di Bandara Soekarno Hatta pada saat bersangkutan tiba dari Singapura di terminal 2 F."
"Penangkapan terhadap Hendry Lie dilakukan tanggal 18 November 2024, tepatnya pada jam 22.30 WIB," beber Abdul Qohar.
Hendry Lie sebelumnya telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi pada 29 Februari 2024 kemarin.
Usai diperiksa, yang bersangkutan kemudian terbang ke Singapura sejak 25 Maret 2024.
Kejagung lantas melayangkan pemanggilan kepada Hendry Lie beberapa kali, namun dia tidak pernah hadir memenuhi panggilan tersebut.
Hendry Lie selanjutnya dilakukan pencekalan yang ditetapkan pada tanggal 28 Maret 2024 selama 6 bulan.
Pelariannya berakhir saat ditangkap paksa pada hari Senin (18/11/2024) malam.
Abdul Qohar mengatakan, dalam kasus ini, Hendry Lie berperan sebagai beneficial owner (BO) PT Tinindo Internusa.
PT tersebut melakukan kerja sama dalam bidang penyewaan peralatan peleburan timah, antara PT Timah Tbk dengan PT Tinindo Internusa.
Abdul Qohar melanjutkan, biji timah yang dilebur berasal dari CV BPR dan CV SMS yang sengaja dibentuk sebagai perusahaan penerimaan bijih timah dari kegiatan penambangan timah.
Dalam kasus ini, negara dirugikan lebih dari Rp 300 triliun.
"Akibat perbuatan dilakukan tersangka Hendry Lie bersama-sama 20 tersangka lainnya yang saat ini dalam proses persidangan."
"Negara dirugikan sebesar 300 triliun, 3 miliar, 263 juta, 740 ribu, 131 rupiah, 14 sen," urai Abdul Qohar.
Hendry Lie dijerat pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 juncto pasal 18 UU RI nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah UU 20 tahun 2001 perubahan UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 (1) KUHP.
Kini, Hendry Lie sudah dibawa ke Gedung Menara Kartika Kejagung untuk diperiksa.
Ia juga sudah ditahan guna pemeriksaan lebih lanjut.
"Dilakukan penahan selam 20 hari ke depan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan," tandas Hendry Lie.
Ditangkapnya Hendry Lie menambah daftar panjang tersangka dalam kasus tersangka korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah di PT Timah ini, pihak Kejagung telah menetapkan 23 orang sebagai tersangka.
Sebanyak 17 tersangka sudah mulai menjalani persidangan, dan 3 tersangka telah divonis.
(Endra)