TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Keberadaan hutan mangrove di Sumatera Utara memiliki beragam manfaat bagi kehidupan sehari-sehari.
Dari akar, batang, buah, daun hingga limbah kayunya bisa diberdayakan secara ekonomis dan ramah lingkungan.
Hamidah pengrajin batik binaan Yayasan Gajah Sumatera (Yagasu) berdedikasi untuk konservasi gajah dan ekosistem hutan mangrove. Saat ini dia tengah fokus pengembangan dan pemberdayaan limbah kayu mangrove sebagai bahan ekonomis karya batik, baik canting atau ecoprint.
"Proses pembuatan batik bahan mangrove sama dengan pembatikan bahan lain, bedanya proses pewarnaan, karena kami memanfaatkan limbah kayu mangrove. Itu direbus sampai mengeluarkan warna, yang dijadikan bahan batik," katanya, di kantor Yagasu, Jalan Batugingging, Sabtu (21/12/2024)
Prosesnya pembatik mangrove sama dengan pada umumnya, menggambar, mencanting, pengecatan. Lalu diwarnai dengan limbah mangrove.
Pengalaman Hamidah, bahan batik Mangrove kualitasnya bagus, bedanya dengan pewarna batik lain kalau mangrove tidak terang dan tidak cerah. Mangrove lebih cokelat, kalau kualitas mangrove ini bagus sama.
"Kelebihannya ramah lingkungan, tidak ada limbah, tidak ada bau. Mangrove tidak ada masyarakat dirugikan, airnya aman dibuang kemana-mana. Jadi tidak perlu penyaringan limbah. Kreasi ya bisa di motif. Harga 200-1,5 juta pemasarannya sudah nasional. Nilainya tergantung bahan, kedua motif, ketiga aneka ragam warnanya," katanya.
Managing Director Yagasu, Melinda Suryani mengatakan Yagasu fokus program Restorasi dan Perlindungan Mangrove di Pesisir Sumatera. Dengan tujuan untuk meningkatkan
kapasitas lingkungan ekosistem mangrove untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, pengurangan resiko bencana alam, konservasi keanekaragaman hayati serta pemberdayaan masyarakat pesisir.
"Seiring dengan pentingnya peran ekosistem mangrove dalam menjaga keseimbangan lingkungan dan meningkatkan ketahanan pesisir maka Yagasu terdorong membuat acara Mangrove Fest, mengangkat tema Hundred Roots, Million Lives. Diselenggarakan untuk memperkenalkan potensi besar mangrove sebagai sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kami berharap acara ini dapat menjadi wadah untuk menciptakan sinergi antara pelestarian alam, pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, dan kesadaran kolektif akan
pentingnya menjaga keberlanjutan ekosistem mangrove, serta memperkenalkan berbagai produk inovatif berbasis mangrove yang dapat mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir," pungkasnya.
Yagasu saat ini fokus konservasi Hutan Mangrove di Sumut. Satu di antaranya konservasi Yagasu di Kecamatan Tanjung Rejo, Deliserdang, sekaligus bagian pelestarian Pulau Burung di Kecamatan Medan Belawan.
Manajer Restorasi Yagasu, Anton Siregar, Jumat (20/12/2024) mengatakan, timnya terus memperluas program restorasi dan perlindungan ekosistem pesisir sejak tahun 2005. Awalnya mereka untuk menanggapi pemulihan pasca tsunami di Aceh.
Yagasu telah menerapkan aksi iklim pada proyek karbon biru, karbon agroforestri dan konservasi hutan. Dan mangrove ini penghasil karbon yang baik dan berkualitas.
"Keberadaannya sangat penting sebagai penyanggah ekosistem dan biota laut," katanya.
Yagasu berupaya memulihkan dan melindungi ekosistem pesisir dan DAS yang terdegradasi dan perambahan. Tujuanmya untuk menghasilkan pengurangan dan penghapusan emisi, dan melakukan adaptasi iklim yang meningkatkan ketahanan ekonomi ekosistem dan sosial, serta konservasi keanekaragaman hayati.
Kondisi potensi ekowisata Belawan saat ini perlu perhatian dan pelestarian, karena menawarkan perpaduan unik antara petualangan, edukasi, dan keindahan alam. Di kawasan hutan mangrove, masyarakat bisa menyusuri hutan mangrove yang memukau dengan boat, menikmati udara segar sambil mengamati kehidupan liar seperti burung migran dan kepiting bakau.
Saat ini Yagasu mengembangkan Central Biodiversity Research Unit, dengan memberikan pengalaman edukatif tentang konservasi mangrove dan manfaat ekologisnya. Yagasu mengampanyekan pelestarian lingkungan dan pengawasan dari perambah bakau.
Diharapkan kawasan konservasi mangrove di Belawan, Sumut terus mendapat dukungan masyarakat. Karena dampaknya ke masyarakat berupa penggabungan petualangan dan edukasi naik boat, menyaksikan langsung kehidupan liar di ekositem mangrove, seperti burung-burung eksotis, monyet dan hewan lainnya yang hidup harmonis di hutan bakau.
(Dyk/Tribun-Medan.com)