SURYA.CO.ID, PONOROGO - Sebagai kesenian asli Ponorogo, reog memang begitu istimewa dan megah untuk dilihat. Lebih istimewa lagi, kalau kesenian yang identik dengan keperkasaan kaum pria ini ternyata juga dimainkan semuanya oleh perempuan.
Dengan kompleksitas kesenian dan tarian yang ditampilkan, tentu pemain reog ini bukan perempuan biasa. Tetapi itu memang ada saat pagelaran Reog Serentak seluruh dunia, Minggu (22/12/2024).
Jika biasanya kesenian Reog Ponorogo dimainkan oleh seniman laki-laki dan perempuan hanya mengambil bagian sebagai jathil.
Namun tidak dengan Grup Reog Sardulo Nareswari asal Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo ini, yang seluruhnya anggotanya adalah perempuan. Mereka juga tampil dalam sedunia bersamaan peringatan hari ibu itu.
Saat pagelaran serentak di depan Paseban Alun-Alun Ponorogo itu, ada Dadak Merak yang sangat berat melenggok dan meliuk beriringan suara gamelan.
Namun 3 dari 30 Dadak Merak itu gerakannya berbeda dan jika diamati dengan seksama ternyata dimainkan sosok perempuan.
Mengejutkan, padahal Dadak Merah itu bobotnya sangat berat, bisa belasan kilogram dan membutuhkan kekuatan leher dan bahu yang prima.
Selain itu ada 3 penari yang berperan sebagai Bujang Ganong tampil meski tidak ada atraksi salto seperti umumnya pemain pria. Kendati begitu, tepuk tangan juga diberikan oleh penonton atas tampilan istimewa para perempuan perkasa itu.
“Kami berdiri sejak 2015 lalu, berawal dari kumpulan PKK terus ada ide membuat grup reog,” ungkap Ketua Grup Reog wanita Sardulo Nareswari, Tri Heni Astuti, Minggu (22/12/2024).
Heni menjelaskan, total yang bergabung dalam grup kesenian Reog Sardulo Nareswari ada 50 perempuan. Belajar dari seniman lainnya, mereka kini laris manis diundang tampil di berbagai daerah.
Heni mengaku ini merupakan bukti bahwa perempuan juga bisa membawakan kesenian seperti pria. “Jadi perempuan tidak hanya bisa menjadi jathil, dulu saya bisa perankan ganong juga, bahkan pembarong, lengkap,” urainya,
Sementara pembarong wanita Suprihatin menambahkan, menjadi pembarong perempuan susah-susah gampang. Lantaran seperti diketahui berat Dadak Merak hingga puluhan kilogram.
Juga bagaimana gerakan dengan alunan gamelan juga menjadi tantangan tersendiri saat membarong. “Tentu tenaga wanita dengan laki-laki berbeda, jadi berat Dadak Merak itu menjadi salah satu kesulitannya,” paparnya.
Menurutnya, peran ibu rumah tangga pun turut menjadi kendala dalam melestarikan budaya itu. Tak jarang semangat menggebu membarong harus dikubur karena terbentur kegiatan rumah tangga.
“Harus pandai-pandai membagi waktu, kami berharap peran perempuan dalam melestarikan seni reog turut menjadi keistimewan Ponorogo di mata dunia,” tegasnya.
Suprihatin mengaku bangga bisa ikut melestarikan budaya Ponorogo ini karena tidak semua perempuan bisa menjadi pembarong juga. *****