JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sempat mengusulkan mobil
LCGC (Low Cost Green Car) dibenamkan teknologi hybrid. Toyota sebagai produsen mobil hybrid dan juga LCGC merasa hal tersebut sulit diwujudkan.
Menanggapi hal tersebut, Toyota mengaku bahwa LCGC hybrid harus melewati studi yang matang karena model baru juga wajib memenuhi kebutuhan konsumen. Bukan hanya dari segi kenyamanan, tapi juga soal harga yang sesuai dengan ekspektasi konsumen terhadap mobil LCGC.
"Jadi itu suatu hal yang nggak mudah, karena kita ingin the next produk hybrid yang kita luncurkan memang menjadi suatu produk yang breakthrough dan menghasilkan volume serta market yang besar," kata Anton Jimmi Suwandy, Direktur Pemasaran PT Toyota Astra Motor (TAM), di Jakarta, belum lama ini.
Seperti diketahui, LCGC dihadirkan oleh pemerintah agar semua orang Indonesia memiliki kesempatan memiliki mobil. Oleh sebab itu, mobil tersebut dijual dengan harga jauh lebih murah dengan fitur yang cukup lengkap.
"Intinya kita akan mencoba men-study produk mana yang tepat. Pastinya semua hal kita pertimbangkan mulai dari masalah production, masalah demand, masalah capacity, masalah fitur, dan market kesesuaian dari capability kustomer," tambah Anton.
Seperti diketahui, sebelumnya harga jual LCGC maksimal sebesar Rp95 juta. Tapi, saat ini harganya hampir menyentuh angka Rp200 juta. Seperti Honda Brio Satya E CVT yang saat ini dibanderol Rp198,3 juta on the road (OTR) Jakarta.
Penggunaan teknologi hybrid yang dibenamkan motor listrik dan baterai akan menambah biaya produksi. Hal ini bisa membuat harga mobil LCGC bisa lebih dari Rp200 juta.