Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Bidang ESDM Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Aryo Djojohadikusumo mengatakan, pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan jadi salah satu kunci dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen dari Presiden Prabowo Subianto.
Pernyataan keponakan dari Presiden Prabowo ini menanggapi terbitnya Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024-2060 yang merupakan pembaruan dari dokumen serupa periode 2019-2038.
Hingga tahun 2060, sektor industri membutuhkan 774 TWh (Terra Watt Hour) atau sekitar 43 persen dari total kebutuhan listrik nasional sebesar sekitar 1.813 TWh pada tahun 2060.
“Pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan memegang peranan kunci dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen,” kata Aryo dalam keterangannya, Minggu (22/12/2024).
Menurutnya, listrik bukan cuma kebutuhan dasar masyarakat, tetapi juga pondasi utama bagi sektor industri, pariwisata, dan infrastruktur lainnya.
Target 8 persen pertumbuhan ekonomi tidak mungkin tercapai tanpa investasi besar-besaran pada sektor ini.
Dalam mencapai target RUKN ini, Aryo menilai kolaborasi antara pemerintah dan swasta jadi hal yang krusial.
Sebab dibutuhkan investasi tahunan sekitar 30 miliar dolar AS untuk mengembangkan pembangkit, transmisi dan distribusi listrik.
“Dalam kolaborasi dengan swasta, pemerintah dapat memberikan jaminan proyek atau insentif fiskal, sementara sektor swasta menyediakan pembiayaan dan keahlian teknis,” kata Aryo.
Aryo menjelaskan, kolaborasi pemerintah dengan swasta diperlukan untuk pendanaan proyek besar seperti pembangunan pembangkit berbasis energi terbarukan, supergrid antarpulau, serta infrastruktur transmisi dan distribusi listrik di wilayah terpencil.
Nantinya perusahaan swasta tak hanya berinvestasi pada pembangunan pembangkit listrik tapi juga sektor pendukung seperti smart grid dan pengisian kendaraan listrik.
Hal ini dapat memberi dampak positif pada peningkatan efisiensi jaringan listrik nasional serta dukungan terhadap target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
“Dengan pembagian peran yang jelas, pembangunan infrastruktur listrik dapat lebih cepat terealisasi, terutama di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal),” jelas dia.
Sementara itu, Ketua Komite Tetap Rencana Strategis dan Kelembagaan Bidang ESDM KADIN Indonesia, M. Maulana mengungkap salah satu prioritas dalam RUKN adalah transisi menuju energi bersih. Pada tahun 2060, sekitar 73,6 persen dari bauran energi nasional diharapkan berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
Maulana mengatakan pengembangan pembangkit berbasis EBT seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi tidak hanya penting untuk mengurangi emisi karbon, tetapi juga menjamin keberlanjutan pasokan energi di Tanah Air.
“Transisi energi harus dilakukan secara bertahap dan terukur. Teknologi rendah karbon, seperti Carbon Capture and Storage (CCS), serta pengembangan pembangkit yang fleksibel menjadi bagian dari solusi untuk memastikan transisi ini berjalan lancar,” terangnya.
Dalam rumusan RUKN, proyek interkoneksi antarpulau seperti Sumatera-Jawa, Jawa-Bali, dan Bali-Nusa Tenggara akan memperkuat konektivitas energi sekaligus memastikan pemerataan pasokan listrik hingga ke daerah-daerah terpencil.
Ia menyebut konektivitas listrik ini tidak cuma menjamin kebutuhan domestik, tapi juga mendukung daya saing kawasan pariwisata seperti yang ada di Kalimantan, Sulawesi dan Maluku Utara.
“Kawasan seperti Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku Utara akan mendapatkan manfaat besar dari jaringan listrik yang lebih andal,” kata dia.
Namun meski ada potensi besar dari implementasi RUKN.
Tapi banyak tantangan yang dihadapi, salah satunya kebutuhan regulasi untuk mendukung partisipasi sektor swasta dan kepastian hukum. Di sisi lain, pendanaan proyek besar-besaran juga harus diupayakan supaya tidak membebani anggaran negara.
“Pemerintah perlu mengembangkan kebijakan yang mendukung investasi, seperti penyederhanaan perizinan dan jaminan kepastian hukum,” ucap Maulana.