Kasus Timah: Direktur Utama PT RBT Suparta Divonis 8 Tahun dan Dihukum Bayar Uang Pengganti Rp 4,5 Triliunan, Sedangkan Harvey Moeis Divonis 6 Tahun dan Bayar Denda Rp 1 Miliar.
TRIBUN-MEDAN.COM - Terdakwa kasus dugaan korupsi pada tata niaga komoditas timah, Harvey Moeis divonis 6 tahun dan 6 bulan penjara.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menilai Harvey terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dengan eks Direktur Utama PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan kawan-kawan.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan dikurangi lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap ditahan di rutan ," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
Hakim Eko mengatakan, Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Harvey juga dihukum membayar denda Rp 1 Miliar yang akan diganti menjadi pidana badan 6 bulan jika tidak dibayar.
Selain itu, Hakim Eko juga menyatakan Harvey terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Sebelumnya, jaksa menuntut Harvey Moeis dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Ia juga dibebankan biaya uang pengganti sebesar Rp 210 miliar.
Jaksa menilai, Harvey terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama eks Direktur PT Timah Tbk Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan para bos perusahaan smelter swasta.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Harvey Moeis dengan pidana penjara selama 12 tahun, dikurangkan sepenuhnya dengan lamanya terdakwa dalam tahanan dengan perintah tetap dilakukan Penahanan di rutan,” ujar jaksa penuntut umum.
Dalam perkara korupsi ini, negara diduga mengalami kerugian keuangan hingga Rp 300 triliun.
Harvey Moeis didakwa telah melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari penerimaan uang Rp 420 miliar dari hasil tindak pidana korupsi.
Harvey yang merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT) bersama dengan eks Direktur Utama PT Timah, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani diduga mengakomodasi kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah untuk mendapat keuntungan.
Harvey menghubungi Mochtar dalam rangka untuk mengakomodir kegiatan pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.
Setelah dilakukan beberapa kali pertemuan, Harvey dan Mochtar menyepakati agar kegiatan akomodasi pertambangan liar tersebut di-cover dengan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
Selanjutnya, suami Sandra Dewi itu menghubungi beberapa smelter, yaitu PT SIP, CV VIP, PT SPS, dan PT TIN, untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.
Harvey meminta pihak smelter untuk menyisihkan sebagian dari keuntungan yang dihasilkan.
Keuntungan tersebut kemudian diserahkan ke Harvey seolah-olah sebagai dana CSR yang difasilitasi oleh Manager PT QSE, Helena Lim.
Dari perbuatan melawan hukum ini, Harvey Moeis bersama Helena Lim disebut menikmati uang negara Rp 420 miliar.
“Memperkaya terdakwa Harvey Moeis dan Helena Lim setidak-tidaknya Rp 420.000.000.000,” papar jaksa.
Atas perbuatannya, Harvey Moeis didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Tahun 2010 tentang TPPU.
Tidak Dihadiri Sandra Dewi
Pantauan Tribunnews.com di Ruang Hatta Ali, terdakwa Harvey Moeis tiba sekira 13.00 WIB, Senin (23/12/2024).
Ia datang bersama terdakwa lainnya yakni Suparta dan Reza Andriansyah.
Ruang persidangan telah dipenuhi oleh pengunjung.
Istri terdakwa Harvey Moeis yakni aktris Sandra Dewi tak terlihat ada di ruang persidangan untuk menyaksikan vonis suaminya tersebut.
Dirut PT RBYlT Dihukum Ganti Uang Rp 4,5 Triliunan
Sementara, Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) Suparta yang perusahaannya diwakili Harvey Moeis dihukum membayar uang pengganti Rp 4.571.438.592.561,56 (Rp 4,5 triliun).
Adapun PT RBT merupakan salah satu perusahaan smelter timah swasta yang meneken kerja sama sewa pelogaman dengan PT Timah Tbk. Program itu disebut merugikan negara triliunan rupiah.
“Membebankan Terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp 4.571.438.592.561,56,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12/2024).
Hakim Eko mengatakan, Suparta memiliki waktu paling lama 1 bulan usai terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap untuk melunasi uang pengganti tersebut.
Jika dalam waktu itu ia tidak bisa membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya akan disita dan diserahkan kepada negara.
Jika Suparta tidak memiliki harta benda yang cukup untuk menutupi uang pengganti, maka hukumannya diubah menjadi tambahan pidana badan 6 tahun.
Sehingga total hukumnya menjadi 14 tahun kurungan.
Adapun uang pengganti ini merupakan pidana tambahan yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Pada pidana pokoknya, Suparta dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan.
Majelis hakim menyatakan, Suparta terbukti bersalah melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara sebagaimana dakwaan kesatu primair jaksa penuntut umum.
Perbuatannya dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Selain itu, majelis hakim juga menyatakan Suparta terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana dakwaan kedua primair.
Perbuatannya dinilai melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Sebelumnya, jaksa menuntut Suparta dihukum 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan.
Jaksa juga menuntut Suparta dihukum membayar uang pengganti Rp 4.571.438.592.561,56 atau senilai uang yang diterima PT RBT dari PT Timah Tbk.
(*/Tribun-medan.com/Kompas.com)