Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Michaella Uzurasi
POS-KUPANG.COM, KUPANG - Pakar Budidaya Perairan Fakultas Peternakan Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Prof. Dr. Ir. Marcelien Djublina Ratoe Oedjoe, M.Si mengatakan, rumput laut dari Provinsi Nusa Tenggara Timur merupakan rumput laut dengan kualitas terbaik karena kondisi lautnya yang masih bersih.
Dengan kualitas terbaik, maka rumput laut bisa diolah sebagai bahan pangan untuk mencegah stunting pada anak-anak NTT.
Demikian disampaikan dalam Undana Talk, Senin, 23/12/2024.
Seperti apa pemanfaatan rumput laut dalam memperkaya keragaman pangan lokal, berikut cuplikan wawancara eksklusif bersama Pos Kupang.
Apa itu diversifikasi pangan?
Diversifikasi pangan artinya beragam. Jadi nanti kita bisa mengolah macam-macam makanan dari rumput laut. Tapi bukan hanya pangan, bisa juga non pangan, kosmetik, obat-obatan maupun tadi biofuel.
Apa kelebihan rumput laut sehingga bisa dimanfaatkan sebagai pencegah stunting?
Berbicara tentang rumput laut ini kalau kita lihat kandungan gizi atau nutrisinya itu ada protein, karbohidrat, ada vitamin, ada mineral maupun asam omega 3, yang fungsinya sangat besar untuk pertumbuhan, untuk otak, jantung dan sebagainya, untuk energi karena dia penghasil ATP (Adenosine triphosphate), itu paling besar dari rumput laut karena ada karbohidrat dia cepat berubah untuk menghadirkan energi karena ada glukosa.
Begitu juga protein ada energi. Lemak juga ada energi. Paling tinggi kan lemak, energinya 9 kilo kalori (kkal). Itu semua kita butuh untuk terutama kalau untuk mengatasi stunting yaitu kita anjurkan calon-calon pengantin yang mau menikah itu harusnya makan makanan dari rumput laut.
Kita tahu stunting itu dimulai dari janin jadi sebaiknya sudah harus makan dari hamil maupun sampai melahirkan karena nutrisinya sangat tinggi.
Budidayanya juga sangat cepat. 45 hari kita sudah panen. Tidak butuh air tawar, tidak butuh pupuk, tidak butuh obat, untuk semua jenis rumput laut.
Kita di NTT dengan potensi daerah kepulauan dimana kita punya garis pantai 5.700 kilometer, kita terdiri dari pulau-pulau, kita bisa pergunakan ini sebagai makanan lokal dan juga salah satu strategi mengatasi stunting, terutama masyarakat yang hidup di pesisir.
Ini lebih murah dan ekonomis jika dibandingkan dengan kita membeli vitamin-vitamin yang sudah diproduksi secara luas?
Iya. Ini asli, lebih alami. Istilahnya kita kembali ke alam. Bahan-bahan organik yang kita butuh.
Hasil penelitian kami, bekerja dengan PT. Inovasi Blue Dragon, PT. Astagina Itu mereka semua tertarik datang ke NTT karena rumput laut karena di NTT rumput laut adalah komoditas unggul. Di tingkat nasional juga unggul, itu dari Bappenas sudah tentukan.
Mengapa? Karena biayanya sangat kecil, budidayanya juga hanya 45 hari sudah panen, dapat duit, tidak butuh air tawar, tidak butuh obat-obatan dibandingkan dengan tanaman di darat kan butuh pupuk dan sebagainya, ini tidak. Asal kita rajin kontrol. Rugi kalau kita abaikan karena gizinya sangat lengkap.
Kalau dilihat masyarakat di Tablolong, Semau, Sulamu, ketika saya datang di Kota Kupang tahun 1986 itu, minta maaf, rumahnya masih biasa-biasa, rumah bebak. Tapi sekarang rumah tembok semua, mereka bilang mama, ini hasil dari rumput laut. Bayangkan. Anak-anaknya kuliah dari hasil rumput laut.
Berarti impactnya ke mana-mana kalau kita bicara tentang rumput laut?
Iya. Asal kita mau punya motivasi, punya komitmen untuk itu. Yang sudah ada di depan ini sudah dianugerahkan oleh Tuhan jangan kita abaikan. Kan kadang rumput laut ini tumbuh banyak tanpa kita budidaya bisa tumbuh.
Ketika saat laut surut orang Kupang bilang "meting" itu banyak sekali rumput laut, jenis-jenisnya juga banyak.
Di NTT rumput laut ada berapa jenis?
Hampir 30 jenis untuk Kabupaten Kupang sedangkan kalau tingkat nasional itu mencapai 700 jenis. Betapa kayanya alam kita.
Tapi kenapa kita bisa stuntingnya tinggi ya itu mungkin karena mindset kita atau karena budaya, mungkin juga kadang kita berpikir kalau kita makan rumput laut kurang keren.
Mindset itu harus kita ubah pelan-pelan bahwa ternyata di rumput laut itu ada semua kandungan yang dibutuhkan.
Apa saja produk-produk yang sudah dihasilkan dari rumput laut ini?
Ada yang sudah kami buat itu bakso, mie yang saya dapat merk dagang sebagai HAKI (Hak Kekayaan Intelektual), itu kami sudah sering buat dan ada kerjasama dengan pihak luar, kemarin kita sudah tanda tangan MoU dengan pak Rektor.
Mereka minta Undana buat produknya nanti mereka pasarkan. Macam-macam mereka minta, tinggal nanti kita harus kerjasama dengan pembudidaya supaya kontinuitas role material itu tetap berlangsung.
Nanti dengan pembudidaya di Semau kita minta jadi mereka siap bahan bakunya, kami di Undana mulai proses. Kita buat macam-macam nanti mereka yang jual.
Bagaimana anda melihat perkembangan rumput laut di NTT?
Untuk pembudidaya mereka memang sekarang pada lari ke rumput laut karena mudah ditanam, tidak butuh biaya terlalu banyak dibandingkan dengan kita tanam yang lain karena dia adalah zat hijau daun untuk menangkap CO2 (Karbondioksida), salah satunya itu, jadi saya bilang kalau bisa kita hijaukan saja pantai yang 5.700 kilometer itu dengan macam-macam rumput laut. Tapi memang yang masih dibudidaya sementara yaitu Eucheuma cottonii, Kappaphycus alvarezii, Gracilaria dan Sargassum. Yang lainnya masih hidup liar tapi tidak apa-apa tinggal kita petakan, yang ini tumbuh pada bulan apa, sampai kapan, kalau mau budidaya tinggal pakai talus atau steknya. Kalau pada tanaman umbi kan stek tapi ini talus. Kita petik, kita ikat, tanam sudah. Mudah. Tidak butuh macam-macam setelah itu 45 hari kita sudah panen. Mau jual mentah oke, mau jual kering oke, atau kita nanti olah, ada nilai tambah jadi lebih baik kita olah buat macam-macam itu mudah sekali. (uzu)