JAKARTA - Tren
pelemahan rupiah berlanjut dalam beberapa waktu terakhir. Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) pada Jumat 20 Desember 2024 ditutup di Rp 16.270/USD. Kurs dolar AS kembali tembus level Rp16.000 pada awal pekan lalu dan bertahan sepanjang 5 hari perdagangan.
Analis Phintraco Sekuritas Nurwachidah menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah terutama disebabkan oleh aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan domestik di tengah ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed) yang lebih terbatas di tahun 2025.
"Memang pemangkasan suku bunga Fed di Desember 2024 sesuai dengan perkiraan, tapi pernyataan bahwa di tahun 2025 ruang pemangkasan yang terbatas memantik outflows. Di sepanjang pekan lalu, asing setidaknya net sell Rp 8,8 triliun dari pasar keuangan Indonesia," ungkap Nur, dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Menurut dia pelemahan nilai tukar rupiah menimbulkan risiko terutama bagi sektor keuangan tak terkecuali untuk asuransi umum. Namun ia menilai risiko fluktuasi nilai tukar tersebut seharusnya sudah mulai diantisipasi oleh para pelaku industri.
Nur memberikan contoh pada kasus emiten anak BUMN Pertamina yakni PT Asuransi Tugu Pratama Indonesia Tbk (Tugu Insurance/TUGU).
"Dengan porsi pendapatan premi dan klaim yang cukup dominan dalam USD, manajemen risiko perusahaan dalam menghadapi volatilitas nilai tukar diantaranya dilakukan dengan pendekatan natural hedging dimana sebagian aset ditempatkan dalam mata uang asing menyesuaikan dengan eksposur risiko valas di sisi liabilitas pada neraca, strategi ini cukup tepat untuk menghadapi tren depresiasi rupiah terhadap USD yang cenderung berlangsung dalam beberapa waktu terakhir," ujarnya.
Selain risiko fluktuasi nilai tukar, Nur juga mencermati adanya risiko volatilitas instrumen keuangan yang lain seperti obligasi dan saham.
"Eksposur risiko pasar TUGU khususnya pada instrument investasi sejauh ini masih cukup manageable dan masih sejalan dengan toleransi risiko Perusahaan. Untuk 2025 mereka [TUGU] masih memfokuskan penempatan investasi pada instrumen surat utang negara dengan tenor pendek hingga menengah mengingat ekpektasi trend penurunan suku bunga yang relatif terbatas kedepannya dan potensi meningkatnya supply surat utang secara umum di tahun depan," ujarnya
Selain itu, Nur melihat potensi imbal hasil yang cukup menarik pada instrumen saham, mengingat trend koreksi pasar selama tahun berjalan membawa valuasi pasar saham domestik, khususnya beberapa emiten besar dengan kinerja solid, ada pada posisi yang relatif murah secara historis.
Menurut dia penempatan investasi ini akan dilakukan secara selektif dan memperhatikan perkembangan pasar untuk memperoleh risk &return yang optimal apalagi tahun 2025 adalah tahun pertama penerapan PSAK 117 dan 109 bagi seluruh perusahaan asuransi di Indonesia yang sedikit banyak akan turut memberikan pengaruh bagi bisnis perusahaan kedepan.
Dalam penjelasannya Nur juga melihat bahwa berbagai rasio keuangan TUGU masih sangat solid sehingga tren pelemahan nilai tukar rupiah maupun saham tidak perlu dirisaukan oleh investor.
Mengacu pada laporan keuangan bulanan induk TUGU (non-audit & parent only), perseroan mencatatkan rasio Risk Based Capital (RBC) sebesar 494% jauh di atas ketentuan OJK yakni minimal 120% bahkan masih diatas rata-rata industri asuransi umum & reasuransi yang tercatat berada di level 330%. Sedangkan Rasio Kecukupan Investasi (RKI) sebesar 670% yang mana angka ini jauh lebih tinggi dari rata-rata industri asuransi umum & reasuransi yang tercatat berada di level 186%.
Level RBC dan RKI TUGU yang lebih tinggi dari rata-rata di industri asuransi umum dan reasuransi ini menunjukkan bahwa perseroan memiliki tingkat solvabilitas yang tinggi kemampuan dalam memenuhi klaim yang mungkin terjadi di masa mendatang serta kesehatan keuangan yang sangat baik.