Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru
TRIBUN-VIDEO.COM - Sejumlah partai politik saling beradu pendapat atas kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang mulai diberlakukan pemerintah per 1 Januari 2025.
Wacana kenaikan PPN 12 persen ini merupakan keputusan Undang-Undang (UU) Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
PDIP merupakan satu di antara partai yang menyetujui RUU HPP bersama Partai Golkar, Gerindra, NasDem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP.
Sementara fraksi yang menolak adalah PKS.
PDIP dianggap seperti lempar batu sembunyi tangan untuk mencari simpati publik karena inkosistensi.
Belakangan, gelombang penolakan kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% Terus berdatangan.
Di platform change.org misalnya, per Rabu (25/12/2024), sudah hampir 200.000 orang menandatangani petisi penolakan tarif PPN 12% yang diinisiasi pengguna bernama Bareng Warga.
Sejumlah pihak menilai kenaikan PPN pada saat kondisi perekonomian belum stabil akan semakin membebankan masyarakat, terutama kelas menengah ke bawah.
Elite politik misalnya, yang ikut menyatakan penolakan terang-terangan atas penerapan PPN 12% pada tahun depan.
Elite-elite politik yang dimaksud berasal dari PDI Perjuangan (PDIP).
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, Puan Maharani, hingga Dolfie OFP juga sempat memberikan komentar bernada kritis atas PPN 12%.
PDIP disebut seakan cuci tangan padahal kadernya merupakan ketua panja RUU HPP.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menuturkan, terdapat kebijakan PPN 12 persen yang akan dikenakan khusus untuk barang mewah yang sebelumnya dibebaskan PPN.
Barang-barang tersebut di antaranya, kelompok makanan berharga premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan yang berstandar internasional yang berbayar mahal.
(Tribun-Video.com/Tribunnews.com)