Dongeng Anak Sebelum Tidur, Kisah Putri Serindang Bulan Anak Petulai Tubei
galih permadi December 26, 2024 09:30 AM

Dongeng Anak Sebelum Tidur, Kisah Putri Serindang Bulan Anak Petulai Tubei

TRIBUNJATENG.COM -  Dulu ketika Tanah Rejang masih bernama Renah Sekalawi, Petulai Tubei dipimpin oleh seorang Rajo yang bijaksana bernama Rajo Mawang.

ia mempunyai tujuh orang anak yaitu Ki Geto, Ki Tago, Ki Ain, Ki Jenain, Ki Getting, Ki Karang Nio, dan Putri Serindang Bulan.

Anaknya yang paling bungsu terkenal sebagai seorang putri yang cantik jelita, kecantikannya tersebar ke penjuru negeri.

Hingga para pangeran maupun bangsawan silih berganti mendatangi Rajo Mawang untuk mempersunting anaknya.

Akan tetapi Putri Serindang Bulan memiliki keanehan, apabila ada seorang laki-laki datang melamar dirinya maka tubuh dan wajahnya akan dipenuhi penyakit kudis dan kurap.

Para pangeran dan bangsawan yang datang dan melihat keadaan Putri Serindang Bulan dalam keadaan buruk itu pun pulang dengan hati kesal dan kecewa.

Mereka merasa tertipu oleh kabar kecantikan Putri Serindang Bulan.

Anehnya apabila pertunangan itu dibatalkan dan laki-laki yang melamarnya telah pergi maka seketika Putri Serindang Bulan akan kembali sembuh dan cantik seperti sedia kala.

Ke-enam kakak Putri Serindang Bulan kemudian berunding membicarakan permasalahan yang terjadi ini karena mereka mengganggap Putri Serindang Bulan sudah menjadi aib bagi Renah Sekalawi.

Dari permusyawarahan tersebut didapatkan bahwa Putri Serindang Bulan harus dibunuh karena telah mempermalukan keluarga sembilan kali berturut-turut.

Hanya Ki Karang Nio yang tidak setuju untuk membunuh adik bungsunya karena ia merasa kasihan dan menyayangi adiknya.

Akan tetapi keenam saudaranya yang lain bersikeras untuk membunuh Putri Serindang Bulan sehingga Ki Karang Nio kalah suara.

Ia lalu mengajukan diri untuk mengemban tugas membunuh Putri Serindang Bulan, keenam kakaknya lalu setuju untuk memberikan tugas itu kepada Ki Karang Nio dengan syarat ia harus membawa pulang satu tabung bambu darah Putri Serindang Bulan sebagai bukti  bahwa ia telah benar-benar membunuh Putri Serindang Bulan.

Keesokan paginya Putri Serindang Bulan di bawa ke hutan bersama Ki Karang Nio, ia membawa sebuah bokoa ibeun tempat menyimpan sirih dan seekor ayam biring.

Setelah mereka berjalan agak jauh masuk ke dalam hutan Ki Karang Nio kemudian bersiap membunuh Putri

Serindang Bulan tetapi ternyata ia tidak tega, ia kemudian mencari akal untuk mengelabuhi kakak-kakaknya agar bisa menyelamatkan Putri Serindang Bulan.

Ia lalu mengajak Putri Serindang Bulan mendekati aliran sungai dan mencari beberapa batang bambu yang kemudian ia potong-potong untuk dijadikan rakit.

Dengan hati yang berat dan pilu ia lalu menghanyutkan adiknya di Air Ketahun dengan rakit bambu bersama sedikit bekal dalam boka ibeun dan seekor ayam biring.

Telinga Putri Serindang Bulan ia sayat sedikit sebagai pertanda bila suatu saat nanti bertemu lagi. Melihat Putri Serindang Bulan yang semakin lama semakin menjauh membuat Ki Karang Nio semakin sedih, ia lalu berdoa semoga adiknya diberi keselamatan dan dapat terus bertahan hidup.

Di perjalanan pulang ia membunuh seekor anjing kumbang dan ia ambil darahnya untuk ditunjukkan sebagai bukti bahwa ia telah membunuh Putri Serindang Bulan.

Berkat Tuhan Yang Maha Kuasa, Putri Serindang Bulan yang dihanyutkan selama berhari-hari itu menepi dengan selamat di muara Air Ketahun yang dekat dengan suatu perkampungan bernama Pulau Pagai.

Atas takdir Tuhan, ia ditemukan oleh Tuanku Setio Barat yang sedang berburu disekitar sana. Tuanku yang terkejut menemukan seorang gadis yang amat cantik di tengah hutan lalu bertanya mengapa gadis itu bisa berada di sana.

Putri Serindang Bulan lalu menceritakan bagaimana ia bisa sampai dengan menaiki rakit selama berhari-hari.

Tuanku yang merasa kasihan dan juga tertarik akan kecantikan Putri Serindang Bulan lalu membawanya ke Kerajaan Indrapura di mana ia menjadi raja kerajaan tersebut.

Di sana ia menikahi Putri Serindang Bulan yang anehnya tidak kambuh penyakit kudisnya ketika dilamar oleh Tuanku Setio Barat.

Mereka lalu ingin mengadakan pesta jamuan pernikahan besar-besaran, Tuanku Setio Barat ingin mengundang keluarga istrinya di Renah Sekalawi sekaligus memohon restu.

Ia lalu mengutus seseorang untuk menyampaikan berita tersebut ke Renah Sekalawi sambil membawa seekor ayam biring yang dulu dibawa oleh Putri Serindang Bulan.

Keluarga Putri Serindang Bulan di Renah Sekalawi sangat terkejut mendengar berita tersebut, tetapi Ki Karang Nio akhirnya mengaku bahwa ia tidak jadi membunuh Putri Serindang Bulan setelah ia melihat ayam biring yang dibawa oleh utusan tersebut. Sayangnya Rajo Mawang telah tiada karena mendengar kisah pembunuhan putrinya dahulu.

Akhirnya keenam bersaudara itu berangkatlah menuju Indrapura, di sana mereka dijamu dan diberi uang jujur berupa seuncang emas untuk pernikahan Putri Serindang Bulan.

Sayangnya dalam perjalanan pulang kapal yang mereka gunakan untuk berlayar terjebak badai hingga hancur berkeping-keping.

Mereka lalu terdampar di sebuah tempat di antara Ipuh dan Ketahun, ketika sadar seluruh harta benda mereka telah hilang kecuali milik Ki Karang Nio yang masih utuh.

Melihat itu kakak-kakaknya merasa iri dan merencanakan untuk membunuh Ki Karang Nio lalu membagi-bagikan hartanya sama rata.

Mereka lalu mengendap-endap di malam hari untuk membunuh Ki Karang Nio yang sedang tertidur.

Akan tetapi Ki Karang Nio lalu terbangun dan melihat situasinya, ia tidak marah dan membenci kakak-kakaknya ia justru memberikan seluruh hartanya kepada kakak-kakaknya agar tidak kembali berselisih.

Melihat sikap Karang Nio yang begitu bijaksana membuat kelima kakaknya merasa malu dan memutuskan untuk memisahkan diri meninggalkan Renah Sekalawi.

Mereka lalu menyerahkan tahta kepada Ki Karang Nio lalu berpisah untuk membuat petulai-petulai yang baru di luar Petulai Tubei.

Mereka berucap “uyo ote sao keme migai belek” yang artinya sekarang kita bercerai dan tidak akan kembali lagi.

Mereka lalu berpencar dan mendirikan kutei-kutei yang baru, petulainya tidak lagi bernama Petulai Tubei melainkan Petulai Migai sebagai pengingat bagi anak keturunan mereka kelak.

Petulai Migai ini lama kelamaan disebut dalam bahasa melayu menjadi Petulai Merigi.

(*)

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.