SOSOK Budi Said 'Crazy Rich' Surabaya Divonis 15 Tahun Penjara dan Denda Rp 35,5 Miliar
AbdiTumanggor December 27, 2024 05:30 PM

TRIBUN-MEDAN.COM - Sosok Budi Said, pengusaha yang dikenal dengan julukan "Crazy Rich" Surabaya, kini divonis 15 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pembelian emas di PT Antam Tbk.

Dilansir dari SURYA.co.id, Budi Said dikenal sebagai Direktur Utama PT Tridjaya Kartika Grup, perusahaan properti ternama di Surabaya.

Menurut situs resmi perusahaan tersebut, kantor utama PT Tridjaya Kartika Grup terletak di Puncak Marina Tower, Margorejo Indah, Surabaya.

Perusahaan ini menaungi sejumlah properti mewah seperti:

  • Plaza Marina, pusat perbelanjaan populer di Surabaya
  • Perumahan, seperti Kertajaya Indah Regency di Sukolilo, Taman Indah Regency di Sidoarjo, dan Florencia Regency di Gebang, Sidoarjo,
  • Apartemen Puncak Marina di Margorejo Indah, Surabaya.

Kini pengusaha yang dikenal sebagai crazy rich Surabaya, Budi Said, divonis 15 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi manipulasi pembelian emas PT Aneka Tambang (Antam).

Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti berupa 58,841 kilogram emas Antam dan denda Rp 35.526.893.372,99 (Rp 35,5 miliar).

Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Budi tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk dilelang dan menutup uang pengganti. 

“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar Hakim Tony.

PT Antam Tidak Wajib Serahkan 1,136 Ton Emas ke Budi Said

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat juga menyatakan bahwa PT Antam Tbk secara hukum tidak memiliki kewajiban menyerahkan 1.136 kilogram emas kepada Budi Said.

Hal ini disampaikan oleh hakim anggota, Alfis Setiawan, saat membacakan pertimbangan putusan dugaan korupsi manipulasi pembelian emas Antam yang menjerat Budi Said.

Hakim Alfis mengatakan bahwa cara Budi Said dalam memperoleh emas 1.136 kilogram itu dilakukan dengan cara melawan hukum.

"Didasarkan atas perbuatan yang secara melawan hukum dilakukan oleh terdakwa, maka PT Antam secara hukum tidak memiliki kewajiban untuk menyerahkan emas Antam sebanyak 1.136 kilogram atau setara dengan nilai Rp 1.073.786.839.584 kepada terdakwa," kata hakim Alfis di ruang sidang, Jumat (27/12/2024).

Alfis mengatakan, pihaknya telah menyusun pertimbangan yang berpedoman pada Pasal 18 Ayat 1 huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung (MA) tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti Pada Tindak Pidana Korupsi.

Majelis lantas menyimpulkan bahwa tuntutan jaksa yang meminta emas 1.136 kilogram termasuk dalam pidana tambahan yang harus dibayar Budi Said belum bisa dibebankan kepada terdakwa.

"Menurut majelis hakim, hal tersebut belum dapat dibebankan terhadap terdakwa sebagai pidana tambahan untuk membayar uang pengganti," ujar hakim Alfis.

Sebelumnya, jaksa menuntut Budi Said divonis 16 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsidair 6 bulan kurungan, dan uang pengganti sebanyak 58,135 kilogram emas Antam atau Rp 35.078.291.000. Kemudian, 1136 kg emas antam atau setara dengan nilai Rp 1.073.786.839.584 berdasarkan harga pokok produksi emas antam per Desember 2023.

Dalam perkara ini, Budi Said didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 1.166.044.097.404 atau Rp 1,1 triliun. 

Jaksa menduga Budi bersama Eksi dan sejumlah pegawai PT Antam memanipulasi transaksi jual beli 1.136 kilogram emas senilai Rp 505 juta per kilogram.

Hal ini menimbulkan kerugian Rp 1.073.786.839.584 atau Rp 1 triliun.

Kemudian, Budi juga melakukan pembelian emas yang tidak sesuai prosedur di BELM Surabaya 01 sebanyak 152,80 kilogram senilai Rp 92,2 miliar.

Secara keseluruhan, dugaan kerugian negara yang timbul mencapai Rp 1.166.044.097.404.

Saling Gugat Berujung Penjara

Pertama-tama, Budi Said melayangkan gugatan terhadap PT Antam ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada Januari 2020.

PN Surabaya pada Rabu (13/1/2021), lantas memutuskan memenangkan gugatan Budi setelah melalui proses tahap persidangan.

Majelis hakim sempat menghukum PT Antam senilai Rp1,3 triliun. Angka ini terdiri dari ganti rugi materiel emas 1,13 ton (Rp817,4 miliar) dan ganti rugi imateriel Rp500 miliar.

PN Surabaya juga menghukum empat pihak lain yang turut digugat. Di antaranya Eksi Anggraeni (3 tahun 10 bulan) dan Endang Kumoro selaku Kepala BELM Surabaya 01 PT Antam (2,5 tahun).

Hukuman juga dijatuhkan kepada Misdianto selaku Tenaga Administrasi BELM Surabaya 01 Antam (3,5 tahun) dan Ahmad Purwanto selaku General Trading Manufacturing and Service Senior Officer (1,5 tahun).

Antam Ajukan Banding

Atas putusan PN Surabaya tersebut, Antam menyatakan banding. Mereka menolak mengembalikan dana senilai Rp1,3 triliun lebih kepada Budi Said.

Pada Agustus 2021, pihak PT Antam akhirnya mengajukan gugatan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. 

Majelis hakim selanjutnya memutuskan membatalkan putusan PN Surabaya dan menganulir kemenangan Budi Said.

Putusan banding ini pun dimenangkan pihak Antam.

Budi Said Ajukan Kasasi ke MA

Budi Said kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) pada Juli 2022.

MA mengabulkan gugatan yang diajukan Budi dan membatalkan putusan PT Surabaya.

MA memerintahkan PT Antam untuk membayar kerugian yang dialami Budi.

Putusan Kasasi ini pun dimenangkan Budi Said. 

PT Antam Ajukan PK

Selanjutnya, PT Antam masih berupaya melawan dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Namun upaya PK yang diajukan PT Antam ditolak MA pada 12 September 2023.

PT Antam tetap diperintah untuk membayar kekurangan 1.136 kilogram emas yang belum diberikan kepada Budi.

Dengan putusan itu, maka putusan kasasi yang sebelumnya diajukan Budi telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).

Kejaksaan Agung Tangkap Budi Said

Seiring dengan polemik ini, Kejagung menaruh kecurigaan dalam kasus hukum antara Budi dan PT Antam. Kejaksaan Agung pun melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Kejagung akhirnya menangkap Budi Said dan menyatakan adanya tersangka Budi Said bekerja sama dengan orang dalam PT Antam dalam dugaan rekayasa pembelian emas.

Budi Said pun ditetapkan sebagai tersangka dan dijebloskan ke penjara.

Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Tony Irfan mengatakan, Budi Said dinilai terbukti melakukan perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

Hal ini sebagaimana diatur diatur Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Said dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangkan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan di rutan,” kata Hakim Tony di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (27/12/2024).

Hakim Tony menyebut, perbuatan rasuah itu dilakukan Budi bersama-sama broker emas Surabaya Eksi Anggraeni, mantan General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) Pulogadung PT Antam, Abdul Hadi Aviciena, dan sejumlah pegawai PT Antam.

Selain hukuman bui, majelis hakim juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 6 bulan penjara.

Tidak hanya divonis bersalah melakukan korupsi, Budi Said juga dinilai terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Hukuman pidana tambahan berupa uang pengganti berupa 58,841 kilogram emas Antam dan denda Rp 35.526.893.372,99 (Rp 35,5 miliar) harus dibayarkan Budi Said.

Jika dalam waktu satu bulan setelah terbit putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap Budi tidak membayar, maka harta bendanya akan dirampas untuk dilelang dan menutup uang pengganti. 

“Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 8 tahun,” ujar Hakim Tony.

Kongkalingkong dengan oknum PT Antam

Sebagai informasi, Budi Said pernah menggugat Antam terkait kekurangan jumlah emas yang diterimanya. Budi Said menang dalam gugatan itu sehingga Antam harus mengganti 1,1 ton emas senilai sekitar Rp 1,1 triliun.

Belakangan, Budi Said diduga menggunakan dokumen palsu dan melakukan kongkalikong terkait pembelian emas dengan sejumlah mantan pejabat Antam. 

Jaksa mengatakan rekayasa pembelian emas di bawah harga resmi itu dilakukan Budi bersama mantan General Manager PT Antam Tbk Abdul Hadi Aviciena, Eksi Anggraeni selaku broker, Endang Kumoro selaku Kepala Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01, Ahmad Purwanto selaku general trading manufacturing and service senior officer, serta Misdianto selaku bagian administrasi kantor atau back office Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01.

"Terdakwa Budi Said bersama-sama dengan Eksi Anggraeni, Endang Kumoro, Ahmad Purwanto, dan Misdianto melakukan transaksi jual beli emas Antam pada Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 di bawah harga resmi emas Antam yang tidak sesuai prosedur penetapan harga emas dari prosedur dewan emas PT Antam Tbk," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan.

Jaksa mengatakan Budi mendapatkan selisih lebih emas Antam 58,135 kg. Budi disebut membayar transaksi jual beli emas Antam yang tak sesuai dengan spesifikasi sebesar Rp 25,2 miliar.

Jaksa mengatakan kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp 1.166.044.097.404 (Rp 1,1 triliun).

Kerugian keuangan itu dihitung berdasarkan kekurangan fisik emas Antam di Butik Emas Logam Mulia Surabaya 01 dan kewajiban penyerahan emas oleh PT Antam ke Budi Said.

Budi Said juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Jaksa mengatakan Budi menyamarkan duit korupsi hasil selisih pembelian emas itu.

Budi Said merupakan pengusaha properti asal Surabaya.

Ia didakwa merugikan negara sebesar Rp1,1 triliun dalam kasus dugaan korupsi dan rekayasa transaksi jual beli emas di BELM Surabaya 01 PT Antam.

"Kerugian keuangan negara sebesar 1.136 kg emas atau setara dengan Rp1.073.786.839.584," kata kata JPU Nurachman Adikusumo di ruang sidang Pengadilan Tipikor, beberapa waktu lalu.

Modus yang dilakukan Budi Said dalam transaksi emas Antam ini sempat terkuak juga dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Selasa (8/10/2024) lalu.

Mantan pejabat PT Antam, Nur Prahesti Waluyo alias Yuki, sempat memberikan keterangan terkait alur transaksi pembelian emas yang dilakukan Budi Said, yang menurutnya tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) perusahaan.

Yuki yang pernah menjabat sebagai Trading Assistant Manager Unit Bisnis Pemurnian dan Pengolahan Logam Mulia (UBPP LM) Antam di Pulo Gadung, Jakarta Timur, mengatakan bahwa transaksi yang dilakukan Budi Said menimbulkan ketidaksesuaian antara uang yang masuk dengan jumlah emas yang diserahkan.

"Uangnya (Budi Said) masuk dulu, penawaran harganya tidak ada, reference tidak ada," ungkap Yuki di hadapan majelis hakim, dikutip dalam keterangannya.

Yuki menjelaskan, seharusnya dalam setiap transaksi pembelian emas di butik Antam, pembeli mengetahui harga emas harian dan reference barang terlebih dahulu, kemudian menyetorkan uang sesuai harga yang tercantum.

Namun, Budi Said melakukan transaksi dengan menyetorkan uang ke rekening Antam terlebih dahulu tanpa adanya penawaran harga harian (PH) dan reference emas yang akan dibeli. 

Selain itu, Yuki juga mengungkapkan pernah menawarkan kepada Budi Said untuk menjadi reseller emas PT Antam, namun tawaran tersebut tidak ditindaklanjuti. Penawaran tersebut muncul setelah Budi Said meminta diskon dalam jumlah besar saat melakukan pembelian emas di BELM Surabaya 01 pada April 2018 sebesar 100 kilogram per minggu.

Dia menerangkan, diskon hanya dapat diberikan kepada reseller, sedangkan Budi Said bukan reseller. Diskon sebesar 0,6 persen dari harga dasar untuk jenis transaksi reseller pun hanya ada di UBPP LM Antam di Pulo Gadung selaku trading penjualan emas.

"Informasi dari butik Surabaya bahwa Pak Budi mau melakukan transaksinya di Surabaya saja, tidak mau di Jakarta (UBPP LM)," terang Yuki.

Penolakan tawaran menjadi reseller memperkuat dugaan upaya Budi Said memperoleh diskon yang lebih besar secara tidak sah atas pembelian emas tersebut. Terlebih lagi dalam amar putusan Nomor 86/Pid.Sus-TPK/2023/PN Sby untuk terdakwa Eksi Anggraeni yang menjadi penghubung atau broker dalam kasus ini terungkap adanya dugaan keterlibatan Budi Said terkait suap dan gratifikasi kepada pegawai PT Antam.

Untuk memudahkan kerja sama dengan pihak PT Antam Butik Surabaya 01, Eksi memberikan sesuatu atas permintaan dari Budi Said kepada Endang Kumoro selaku pimpinan cabang Butik Surabaya 1 berupa satu unit mobil, uang tunai, serta biaya umrah.

Budi Said juga memerintahkan Eksi untuk memberikan satu unit mobil serta uang tunai kepada karyawan Butik Surabaya 1 Misdianto dan juga uang tunai kepada Achmad Purwanto sebagai admin pada Butik Surabaya 1.

(*/tribun-medan.com/Kompas.com)

 

© Copyright @2024 LIDEA. All Rights Reserved.