Cerita WN Malaysia Datangi KBRI Kuala Lumpur Cari Keberadaan Anak yang Jadi Korban Pemerasan di DWP
Adi Suhendi December 30, 2024 11:32 PM

Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gelaran konser musik Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 yang digelar di JIEXpo Kemayoran, Jakarta Pusat pada 13-15 Desember 2024 menjadi sorotan setelah mencuatnya kasus pemerasan yang dilakukan polisi.

Saat ini 18 polisi yang terlibat kasus pemerasan dengan dalih operasi penyalahgunaan narkoba telah menjalani penempatan khusus atau Patsus.

Aksi pemerasan yang dilakukan polisi tersebut viral di media sosial karena korbannya berasal dari luar negeri di antaranya warga negara Malaysia.

Beberapa warga negara Malaysia melakukan protes atas pemerasan yang disebut melibatkan 400 orang pengunjung dan mencapai kerugian sebesar Rp 32 miliar tersebut.

Atase Polri Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur telah menerima satu laporan mengenai aksi dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum polisi ini.

"Kami sampaikan bahwa sejauh ini kami baru menerima 1 pengaduan dari warga negara Malaysia yang datang ke KBRI Kuala Lumpur terkait pemerasan DWP 2024," kata admin layanan pengaduan korban pemerasan DWP oleh Atase Polri KBRI Kuala Lumpur, kepada Tribunnews.com, Senin (30/12/2024).

Nomor layanan aduan Atase Polri KBRI Kuala Lumpur tersebar di media sosial untuk para penonton DWP 2024 yang menjadi korban pemerasan.

Atase Polri KBRI Kuala Lumpur menjelaskan, pelaporan tersebut bermula saat orang tua dari satu di antara beberapa korban pemerasan DWP datang ke KBRI Kuala Lumpur untuk menanyakan keberadaan anaknya.

Saat itu, anaknya yang menjadi korban dugaan pemerasan sedang ditahan di Polda Metro Jaya dan diminta uang kira-kira sebanyak Rp 100 juta.

Menindaklanjuti laporan yang dilakukan orang tua korban itu, Atase Kepolisian KBRI Kuala Lumpur kemudian mencoba menghubungi korban melalui telepon.

Setelah berkoordinasi, polisi kemudian melepaskan korban dan kembali ke Malaysia tanpa membayar uang sepeser pun.

"(Korban WN Malaysia) Saat itu ditahan oleh Polda Metro Jaya dan pengacara, serta diminta uang sejumlah berkisar Rp 100 juta," jelasnya.

Atase Polri KBRI Kuala Lumpur enggan mengungkapkan hasil tes urine korban serta identitas korban maupun orang tuanya.

Adapun layanan aduan bagi para korban pemerasaan di DWP 2024 ini masih dibuka dan belum ditentukan waktu penutupannya. 

Hal ini katanya, mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada saat ini.

Tribunnews.com telah mencoba menghubungi pihak Ismaya Live, selaku promotor konser musik DWP 2024.

Namun, hingga saat ini belum ada respons dari pihak yang bersangkutan.

Kombes Donald Simanjuntak Diduga Terlibat

Selain 18 polisi menjalani Patsus, ada 34 anggota Polri yang dimutasi ke Yanma Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan kasus pemerasan tersebut.

Dari perwira menengah hingga bintara masuk dalam daftar mutasi.

Terakhir, nama Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Simanjuntak yang dimutasi menjadi Analis Kebijakan Madya Bidang Binmas Baharkam Polri.

Disebut-sebut, perwira menengah kepolisian tersebut terseret kasus pemerasan penonton DWP 2024.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso pun mengungkap dugaan keterlibatan Kombes Donald Simanjuntak.

"IPW mendapat informasi bahwa operasi penangkapan untuk para pengguna dalam acara musik DWP itu memang dilakukan persiapan yang dipimpin oleh Dirnarkoba Polda Metro Jaya," kata Sugeng Teguh Santoso saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (30/12/2024).

Sugeng mengatakan sebelum melakukan operasi ada rapat terbatas (ratas) yang diduga dihadiri para Kasubdit di Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya hingga para penyidik reserse narkoba.

Sugeng mendapat informasi jika operasi tersebut menargetkan para pengguna narkoba di acara DWP 2024.

Namun, dalam pelaksanaannya, para pengguna ini akan dilakukan restorative justice (RJ).

Bukan tanpa syarat, restorative justice ini memaksa para pengguna narkoba yang tertangkap agar membayar sejumlah uang yang nominalnya tidak sedikit.

"Informasinya (diminta) Rp 200 juta perorang," ucap Sugeng.

Pemerasan ini dinilai Sugeng memang sudah direncanakan anggota kepolisian ini.

Hal ini karena target dalam operasi itu hanya bertujuan terhadap para pengguna narkoba.

Sugeng mengatakan informasi yang ia dapat, tak ada pengedar narkoba yang ditangkap dalam operasi tersebut. 

Padahal, seharusnya para pengedar yang seharusnya menjadi target kepolisian.

Meski begitu, kata Sugeng, Kombes Donald masih belum mengakui jika dia yang memerintah anggotanya melakukan pemerasan dalam ajang yang digelar rutin setiap tahunnya tersebut.

"Propam harus bisa membuktikan adanya pelanggaran tersebut. Kalau terbukti arahan permintaan uang RJ atas dasar perintah Direktur (Narkoba) maka (Kombes Donald) harus diajukan ke sidang kode etik dan harus dipecat. Juga proses pidana," ucapnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.