Ragam Komentar Saat Prabowo Ingin Koruptor Divonis Separuh Abad
GH News January 01, 2025 08:04 AM
-

Presiden Prabowo Subianto menginginkan agar koruptor divonis 50 tahun penjara. Beragam komentar, khususnya yang mendukung Prabowo, muncul dari berbagai kalangan.

Pernyataan Prabowo yang minta koruptor divonis 50 tahun itu diucapkan di acara Musrenbangnas RPJMN 2025-2029 di Bappenas, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024). Prabowo tiba-tiba menyinggung hakim yang memvonis ringan terdakwa yang merugikan negara ratusan triliun rupiah.

"Kalau sudah jelas, jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliun ya semua unsurlah, terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringanlah, nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum lagi," kata Prabowo, Senin (30/12/2024).

Prabowo lalu memanggil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Adrianto dan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga hadir dalam acara. Prabowo mendorong agak Jaksa Agung naik banding. Kalau bisa, menurutnya, diberi vonis 50 tahun.

"Tolong Menteri Pemasyarakatan ya, Jaksa Agung, naik banding nggak? Naik banding ya, naik banding. Vonisnya ya 50 tahun begitu kira-kira," ujar Prabowo.

Aktivis Antikorupsi Singgung Hukuman Mati

Eks penyidik KPK Yudi Purnomo merespons pernyataan dari Prabowo. Dia menilai koruptor layak dihukum mati.

"Indonesia darurat korupsi dan sudah saatnya koruptor dihukum mati dan dimiskinkan," kata Yudi lewat pesan singkat kepada detikcom, Selasa (31/12/2024).

Yudi juga setuju dengan usulan koruptor divonis 50 tahun penjara. Hukuman yang lama bisa membuat koruptor jera, sehingga orang lain tidak berani melakukan hal yang sama.

"Kegundahan presiden itu tentu berdasar fakta bahwa kondisi korupsi di Indonesia benar-benar darurat dan di titik nadir sehingga kita bisa melihat secara gamblang bagaimana vonis ringan koruptor triliunan seperti dalam perkara timah yang melibatkan Harvey Moeis," ucapnya.

Yudi memandang vonis 6,5 tahun penjara untuk Harvey Moeis benar-benar di luar nalar publik dan jauh dari rasa keadilan. Yudi mengaku gundah banyak koruptor yang telah ke luar penjara tapi tetap kaya.

Sekadar informasi, syarat vonis hukuman mati koruptor adalah bila korupsi dilakukan di tengah bencana alam nasional dan krisis ekonomi. Yudi lantas mendorong supaya aturan pemidanaan diubah.

"Aturan pemidanaan di Indonesia tentu perlu diubah agar bisa diterapkan hal seperti itu karena dalam UU Tipikor, undang-undang penjara maksimal masih 20 tahun, seumur hidup dan ada juga hukuman mati dengan syarat tertentu," kata Yudi.

Respons Kejaksaan

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung RI

Kejagung RI merespons pernyataan Presiden Prabowo Subianto meminta koruptor dihukum 50 tahun penjara saat menyinggung vonis koruptor terlalu ringan. Kejagung mengaku mendukung pernyataan Presiden Prabowo itu.

"Terkait dengan pernyataan Bapak Presiden tentu kita sangat mendukung ya, apa yang sudah dinyatakan oleh beliau dan kami sangat responsif terkait dengan pernyataan beliau," kata Kapuspenkum Kejagung RI, Harli Siregar dalam konferensi pers di Kejagung RI, Jakarta Selatan, Selasa (31/12/2024).

Harli menjelaskan Kejagung langsung memberi respons atas pernyataan Presiden Prabowo. Dia menyebut saat ini pihak penuntut umum sudah mengajukan banding ke pengadilan terkait hasil putusan hukuman 6,5 tahun terhadap terdakwa Harvey Moeis dalam kasus korupsi timah yang rugikan negara hingga Rp 300 triliun.

"Oleh karenanya kami berkomitmen dan sesungguhnya kami sudah melakukan upaya hukum ya melakukan banding dan sudah didaftarkan di pengadilan," jelas Harli.

Harli juga menjelaskan mengenai pernyataan Presiden Prabowo yang meminta agar hukuman koruptor rugikan negara triliunan rupiah dihukum selama 50 tahun. Dia mengatakan terkait hukuman, Kejagung masih berpegangan pada regulasi atau aturan hukum yang berlaku saat ini di UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Saya kira kalau, selalu saya sampaikan ya, presiden itu kepala negara ya, pemikiran-pemikiran Presiden pemikiran filosofi, kemaslahatan ya. Nah sedangkan kita itu tataran operasional ya, tentu penegakan hukum harus dilaksanakan pada regulasi yang ada. Jadi harus dikembalikan kepada aturan yang ada, Undang-Undang Tipikor," jelas Harli.


Dia menerangkan saat ini pihak penuntut umum tengah menyusun butir maupun poin yang ada dalam dalil terkait memori banding. Sebab, pihaknya belum menerima salinan putusan, penyusunan memori banding sudah dilakukan dengan memanfaatkan catatan persidangan.

Legislator Mendukung

Anggota Komisi III DPR Fraksi PAN Endang Agustina

Anggota Komisi III DPR Fraksi PAN, Endang Agustina, mendukung pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang meminta hakim menghukum berat koruptor dengan kerugian mencapai ratusan triliun. Endang menganggap apa yang disampaikan Prabowo merupakan keinginan rakyat.

"Saya sangat mendukung dengan apa yang disampaikan Pak Prabowo, yang disampaikan beliau adalah sebagai representasi ungkapan masyarakat kita," kata Endang kepada wartawan, Selasa (31/12/2024).

Endang menilai seluruh masyarakat turut berjuang dalam pemberantasan rasuah. Dia berharap kasus-kasus korupsi mengganjar pelaku dengan hukuman yang setimpal.

"Seluruh masyarakat Indonesia sedang berjuang melawan korupsi. Kita mengharapkan bahwa kasus-kasus korupsi akan mendapatkan vonis maksimal sesuai dengan kadar perbuatan dan dampak yang ditimbulkannya," kata dia.


Lebih lanjut, menurut Endang, masyarakat pun berharap kepada hakim atas putusan vonis yang adil, utamanya terhadap para koruptor.

"Oleh sebab itu, masyarakat mengharapkan hakim menjadi benteng terakhir dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Endang.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.