SURYA.CO.ID - Tahlilan sudah menjadi tradisi di Indonesia, khususnya untuk mengirimkan doa untuk orang yang telah meninggal dunia.
Dalam tradisi ini, keluarga yang berduka biasanya mengundang tetangga atau kerabat dekat untuk bersama-sama membaca tahlil, doa, dan ditutup dengan makan bersama.
Tujuan utama tahlilan adalah agar ahli kubur atau orang-orang yang telah meninggal dunia mendapatkan ampunan dari Allah SWT. Namun, bagaimana sebenarnya hukum tahlilan dalam Islam.
Pendakwah Buya Yahya menjelaskan, bahwa tahlil dan selamatan bagi orang yang meninggal sangat dianjurkan.
"Disaat ada sanak kerabat yang telah meninggal, kita dianjurkan untuk berbakti kepada mereka dengan cara mendoakan sebanyak-banyaknya," jelas Buya Yahya melalui kanal YouTube Al Bahjah TV.
Selain doa, ia juga menganjurkan untuk bersedekah dengan niat pahalanya diberikan kepada orang yang telah meninggal.
“Jika kita punya rezeki, kita bisa menyisihkannya untuk bersedekah kepada fakir miskin dan diniatkan pahalanya untuk almarhum,” tambahnya.
Buya Yahya menekankan, sedekah dan doa untuk orang yang meninggal bisa dilakukan kapan saja, tidak harus menunggu hari ketujuh, ke-40, atau ke-100.
"Bukan hanya menunggu 7 hari atau 40 hari, setiap hari pun boleh bersedekah dan mendoakan mereka. Aneh rasanya jika kebaikan seperti ini dianggap terlarang, karena sedekah dan doa memang dianjurkan dalam Islam,” jelasnya.
Larangan Memaksakan Diri
Meski begitu, Buya Yahya mengingatkan agar tidak memaksakan diri dalam menjalankan tradisi Tahlilan, terutama bagi mereka yang kurang mampu secara ekonomi.
“Yang dilarang adalah jika seseorang sampai memaksakan diri untuk bersedekah hingga berutang. Jika tidak mampu, cukup berdoa setiap hari tanpa harus menunggu momen tertentu,” tegasnya.
Ia juga menambahkan bahwa sedekah untuk almarhum harus berasal dari harta yang halal.
“Yang tidak boleh adalah jika menggunakan harta haram atau mengambil hak waris tanpa izin,” tutup Buya Yahya.