Cukai Minuman Berpemanis Berlaku Semester II 2025, Gerai Kopi-Boba Bisa Kena
kumparanBISNIS January 10, 2025 11:00 PM
Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) akan berlaku mulai semester II 2025.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengungkapkan penerimaan cukai ditargetkan naik tahun ini. Salah satu sumbernya dari pengenaan cukai MBDK.
Hal tersebut, kata dia, sudah tercantum dalam UU APBN 2025 sesuai dengan amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Nantinya, pemerintah akan menyiapkan PP dan turunannya dalam bentuk PMK.
"MBDK itu direncanakan kalau sesuai jadwal semester II 2025. Perlu kita ingat di UU HPP, syarat barang kena cukai baru dicantumkan dalam UU APBN, kan sudah," ungkap Nirwala saat media briefing, Jumat (10/1).
Media briefing Ditjen Bea Cukai Kemenkeu, Jumat (10/1/2025). Foto:  Fariza/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Media briefing Ditjen Bea Cukai Kemenkeu, Jumat (10/1/2025). Foto: Fariza/kumparan
Nirwala menuturkan, cukai MBDK bertujuan untuk menekan konsumsi gula tambahan masyarakat, yang didapat dari minuman berpemanis dalam kemasan namun tidak terbatas pula kepada minuman manis yang dijual di gerai-gerai.
"Kita pasang threshold itu akan dibahas di PP-nya. Jadi tidak semua langsung kena, di bawah itu tidak kena di atas itu baru kena. Tentunya kalau di Batasan Barang Kena Cukai itu batasannya harus jelas," jelasnya.
Sementara itu, Kasubdit Tarif Cukai dan Harga Dasar DJBC, Akbar Harfianto, membenarkan target implementasi cukai MBDK di semester II 2025 dengan pertimbangan inflasi dan daya beli masyarakat.
"Secara teknis kita sudah mulai mempersiapkan dari sisi Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, sampai aturan teknis di bawahnya, sambil menunggu apakah dari sisi kondisi daya beli masyarakat ini sudah cukup bisa atau mampu untuk ada penambahan beban," jelasnya.
Akbar menegaskan, kebijakan ini bukan semata-mata untuk menggenjot penerimaan negara. Melainkan juga untuk membatasi konsumsi gula berlebihan yang berakibat pada penyakit seperti diabetes.
Dia pun menyebutkan, skema penarifan yang tengah digodok yakni on trade alias dikenakan kepada minuman berpemanis yang diproduksi pabrik, dan off trade yakni minuman yang dijual di gerai-gerai seperti minuman boba dan kopi.
"Dari analisis kami memang ada dua kondisi ya, yaitu MBDK on trade atau off trade. On trade itu yang dari perusahaan, dari pabrik, dari industri, dia sudah berupa kemasan atau off trade. Off trade itu berarti yang gerai-gerai tadi," ungkap Akbar.
Kendati begitu, Kemenkeu masih melakukan pembahasan secara teknis baik itu produk yang akan dikenakan maupun batas atau threshold kandungan gula dalam minuman tersebut.
Selain itu, Akbar juga menyebutkan Kemenkeu masih akan melihat beberapa referensi implementasi di negara lain, dan juga aturan asupan gula tambahan masyarakat yang diatur oleh Kemenkes dan BPOM. Dengan begitu, dia belum bisa membeberkan berapa besar tarif yang akan dikenakan.
"Kalau besarannya, pastinya kita tidak akan kemudian memberikan beban yang terlalu berat pada awal pengenaan. Itu juga menjadi catatan. Karena kami juga memperhatikan kondisi industri yang ada," pungkas Akbar.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.