TIMESINDONESIA, PACITAN – Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di Kabupaten Pacitan masih dalam tahap evaluasi untuk menentukan status Kejadian Luar Biasa (KLB).
Ketua Komisi II DPRD Pacitan, Rudi Handoko, menjelaskan bahwa pihaknya menunggu hasil kajian dari provinsi berdasarkan 17 sampel yang telah dikirimkan.
“Dari 38 kabupaten/kota, ada 17 sampel yang diserahkan ke Kementerian Pertanian untuk diuji. Hasil uji ini akan menentukan situasi, apakah KLB atau tidak, saat ini hasilnya belum keluar,” ujar Rudi, Sabtu (11/1/2025).
Rudi mengingatkan bahwa penetapan status KLB perlu dipertimbangkan matang. Menurutnya, KLB dapat berdampak lebih besar pada ekonomi masyarakat, terutama peternak.
“Kalau ekonomi berhenti total, itu akan memengaruhi banyak orang. Tapi kita juga harus menghargai peternak yang tetap menjaga kesehatan hewannya,” katanya.
Rudi pun meminta pemerintah daerah fokus pada edukasi dan pengawasan untuk mencegah penyebaran PMK. Di lain sisi, peternak diimbau tetap menjaga kebersihan dan kesehatan hewan ternaknya.
“Ya dengan upaya dan langkah daripada dinas ditambah kesadaran masyarakat, harapannya PMK bisa segera teratasi, dan kita tidak berharap sampai terjadi KLB, ” tutupnya.
Sebelumnya, Pemkab Pacitan mengeluarkan Surat Edaran Nomor: 500.7.2.5/004/408.30/2025 tentang Penutupan Sementara Operasional Pasar Hewan di seluruh wilayah kabupaten.
Kebijakan ini diambil sebagai langkah pencegahan terhadap peningkatan kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang tengah melanda sejumlah daerah di Pacitan.
Penutupan sementara ini berlangsung selama 14 hari, terhitung mulai Selasa, 7 Januari 2025 hingga Selasa, 21 Januari 2025. Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji menandatangani surat edaran ini pada Senin, 6 Januari 2025.
Langkah ini mengacu pada Surat Edaran Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: B-03/PK.320/M/01/2025, yang menekankan pentingnya kewaspadaan dini terhadap penyakit hewan menular strategis (PHMS).
Sementara itu, Menurut Plt. Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan DKPP Pacitan, Agus Rustamto, untuk mencegah penularan yang lebih banyak, pengurangan mobilitas ternak menjadi kunci.
"Kita harus kurangi lalu lintas ternak,” katanya.
Agus mengungkapkan, perlintasan ternak antar kandang secara sembarangan, pakan bekas air liur hewan, serta truk pengangkut menjadi potensi penyebab penularan PMK.
“Penyebab penularan itu dari lalu lintas hewan ternak, manusianya, bahkan truk pengangkutnya,” jelas Agus.
Oleh sebab itu, ia menegaskan pentingnya kesadaran bersama dalam mengatasi PMK di Pacitan. “Jangan sampai ada sapi keluar masuk, perpindahan dari kandang ke kandang, atau bahkan petani itu sendiri menjadi perantara penularan PMK,” tegasnya. (*)