Bukan hal baru jual beli jabatan di lingkungan pemerintahan terjadi, suatu kasus yang masih marak terdengar ditelinga karena terjadinya penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh para oknum birokrat. Jika mengintip sejenak kebelakang pada tahun 2016 hingga 2021 KPK telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan tujuh kepala daerah. Hal itu bisa terjadi karena sistem otonomi daerah diterapkan dan kepala daerah memiliki kewenangan penuh terhadap pengangkatan jabatan yang mana akar permasalahannya berada pada pasal 53 UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Praktik jual beli jabatan sangat berpengaruh buruk hanya sesaat, bukan hanya terhadap lingkungan terdekatnya namun jangka panjang dan berpengaruh terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengannya.
Pengisian perangkat desa di salah satu wilayah Kabupaten Jombang disinyalir menjadi ajang jual beli jabatan. Hal tersebut, diungkapkan oleh salah satu keluarga peserta seleksi bakal calon perangkat desa yang mengaku telah menyetorkan uang tunai ratusan juta kepada (oknum) pejabat di kecamatan. Upaya Pemerintah Kabupaten Jombang terus mendalami kasus tersebut dengan menggandeng beberapa instansi seperti Kejaksaan Negeri, Inspektorat dan Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM). Lazimnya transaksi jual beli jabatan terjadi dikarenakan adanya yang membeli jabatan dalam hal ini pejabat yang haus jabatan, ada yang menjual jabatan (kekuasaan) dan ada yang diperjual belikan (jabatan).
Jual beli jabatan akan berdampak buruk bagi penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Bagi yang membeli jabatan, dia tidak akan bekerja dengan amanah dan penuh tanggung jawab, karena jabatan yang diembannya diperoleh dengan cara membeli. Sehingga dengan sekuat tenaga dan upaya akan menghalalkan segala cara agar uangnya kembali dan berpotensi dengan melakukan korupsi. Bagi birokat akan berkurangnya kepercayaan masyarakat, runtuhnya profesionalisme aparat dan ketidakselarasan antara harapan ASN dengan kompetensi kinerja.
Untuk menghindari praktik jual beli jabatan di lingkungan pemerintah daerah, kabupaten, desa perlu beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah, supaya praktik jual beli jabatan bisa diminimalisir atau bahkan ditiadakan, yaitu menggunakan sistem merit yang efektif untuk menutup kemungkinan peluang terjadinya praktik jual beli jabatan, mendorong masyarakat dengan memperkuat sistem pelaporan agar praktik jual beli jabatan dapat terdeteksi, menegakkan budaya anti korupsi, enlightenment personality dan memperkuat peran aparatur penegak hukum (APH) dan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).
Dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari korupsi dibutuhkan komitmen, netralitas dibarengi juga dengan keimanan yang kuat dari aparatur sipil negara dan peran masyarakat dalam membantu tercapainya wilayah bebas korupsi (WBK) dan anti pungli, slogan yang selalu digaungkan oleh pemerintah.
Ramadhanny Ilmianto, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Darul 'Ulum.