Sejarah Kerajaan Majapahit, Daftar Raja, Kejayaan, Peninggalan, dan Warisan yang Memengaruhi Nusantara
GH News January 15, 2025 10:06 AM
KERAJAAN Majapahit, yang juga dikenal dengan nama Wilwatikta, merupakan sebuah kemaharajaan talasokrasi Hindu-Buddha yang terletak di pulau Jawa, Indonesia. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya setelah melakukan ekspansi militer besar-besaran, yang menjadikannya salah satu kerajaan terbesar dan terkuat di Asia Tenggara.



Sejarah kerajaan Majapahit tidak hanya berperan penting dalam perkembangan budaya dan politik Indonesia, tetapi juga memberi pengaruh besar di kawasan Asia dan Oseania.



Seperti yang tercatat dalam buku Historical Atlas of Indonesia karya Robert Cribb (2013), wilayah kekuasaan Majapahit mencakup hampir seluruh kepulauan Nusantara, dengan pengaruh yang menjangkau wilayah Asia Tenggara dan bahkan Oseania.

Majapahit didirikan pada tahun 1292 oleh Raden Wijaya setelah berhasil mengalahkan invasi Mongol yang menyerang Jawa. Keberhasilan Raden Wijaya dalam mendirikan kerajaan ini membuka jalan bagi kebangkitan kekuasaan Majapahit yang kemudian mencapai puncaknya pada abad ke-14 di bawah pemerintahan Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi dan putranya Hayam Wuruk.

Di bawah kepemimpinan mereka, Majapahit melakukan ekspansi besar-besaran yang menghubungkan wilayah-wilayah yang luas, baik di dalam Nusantara maupun di luar wilayah Indonesia. Majapahit berhasil menaklukkan negara-negara di Asia Tenggara, termasuk bagian dari Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand selatan, Timor Leste, dan Filipina barat daya.

Keberhasilan Majapahit tidak lepas dari peran Gajah Mada, Perdana Menteri yang sangat berpengaruh pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.



Dalam catatan sejarah, Nagarakertagama yang ditulis pada tahun 1365 mengungkapkan bahwa Majapahit menguasai 98 wilayah yang tersebar dari Sumatra hingga Papua, termasuk beberapa wilayah yang kini menjadi bagian dari negara-negara tetangga Indonesia. Hal ini menunjukkan besarnya pengaruh yang dimiliki oleh Majapahit di kawasan ini.

Namun, kejayaan Majapahit tidak berlangsung lama. Setelah mengalami perang saudara yang melemahkan kontrol kerajaan atas negara-negara bawahan, Majapahit mulai mengalami kemunduran. Pada tahun 1527, Majapahit akhirnya runtuh akibat invasi Kesultanan Demak, yang menandai berakhirnya kekuasaan kerajaan Hindu-Buddha di Jawa dan memunculkan kerajaan-kerajaan Islam yang mulai berkuasa di wilayah tersebut.

Kejatuhan Majapahit menjadi salah satu titik penting dalam sejarah Indonesia, karena menandai peralihan dari dominasi kerajaan Hindu-Buddha ke dominasi kerajaan Islam yang muncul di Jawa. Sebagai contoh, Kesultanan Demak yang menggulingkan Majapahit memulai era baru bagi perkembangan kerajaan Islam di Indonesia.

Majapahit sering dianggap sebagai preseden bagi batas wilayah Indonesia modern. Dalam buku "A History of Modern Indonesia since c. 1300" (edisi ke-2, 1993) oleh Merle Calvin Ricklefs, pengaruh Majapahit dalam sejarah Indonesia dianggap sangat signifikan. Meskipun banyak sejarawan yang masih memperdebatkan cakupan wilayah kekuasaan dan pengaruhnya.

Sebagai salah satu kerajaan terbesar dan terkuat dalam sejarah Indonesia dan Asia Tenggara, Majapahit tetap menjadi subjek penelitian yang menarik bagi para ahli sejarah, arkeolog, dan antropolog hingga saat ini.

Sejarah Berdirinya Kerajaan Majapahit


Kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Indonesia, berdiri setelah peristiwa penting yang melibatkan pertempuran, aliansi, dan politik yang mempengaruhi jalannya sejarah di Jawa. Sebelum Majapahit berdiri, Singhasari telah menjadi kerajaan yang sangat kuat di pulau Jawa. Hal ini menarik perhatian Kubilai Khan, penguasa Dinasti Yuan dari Tiongkok.

Pada tahun 1293, Kubilai Khan mengirimkan utusan bernama Meng Chi untuk menuntut upeti dari Singhasari. Namun, Kertanagara, raja terakhir Singhasari, menolak permintaan tersebut dan mempermalukan utusan Mongol dengan merusak wajahnya dan memotong telinganya. Tindakannya ini memicu kemarahan Kubilai Khan, yang kemudian mengirimkan ekspedisi besar ke Jawa, sebagai pembalasan atas penghinaan tersebut. Hal itu dikutip dari buku Kehancuran dan Kebangkitan Martabat/ Jati Diri Etnis Tionghoa Di Indonesia, 2006 karya Benny Setiono.

Pada masa itu, Jayakatwang, adipati Kediri, telah menggulingkan Kertanagara dan membunuhnya. Setelah peristiwa ini, Jayakatwang memberi pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanagara, yang datang menyerahkan diri. Atas saran Aria Wiraraja, seorang penasihat kerajaan, Jayakatwang menerima Raden Wijaya dan memberinya kekuasaan atas hutan Tarik, sebuah daerah yang terletak di sekitar pelabuhan Canggu.

Di sinilah Raden Wijaya mendirikan sebuah desa yang kemudian dinamai Majapahit, sebuah nama yang diambil dari buah maja yang memiliki rasa pahit, menggambarkan karakteristik yang keras dari kerajaan tersebut .

Saat pasukan Mongol tiba untuk menaklukkan Jawa, Raden Wijaya memanfaatkan kesempatan ini dengan bersekutu dengan mereka untuk menggulingkan Jayakatwang. Namun, setelah kemenangan diraih, Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol, memaksa mereka untuk mundur dengan terburu-buru karena terjebak di tanah asing tanpa pasokan yang cukup dan harus mengejar angin muson untuk kembali ke Tiongkok. Peristiwa ini menjadi titik balik yang menentukan dalam pembentukan Kerajaan Majapahit.

Tanggal resmi berdirinya Majapahit adalah pada 10 November 1293, yang bertepatan dengan hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Meskipun begitu, kerajaan yang baru berdiri ini menghadapi berbagai tantangan internal. Beberapa pejabat tinggi kerajaan, termasuk Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawan Kertarajasa.

Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan dan para pemberontak dihukum (Pararaton, 1981). Beberapa sejarawan, seperti Slamet Muljana, berpendapat bahwa Mahapatih Halayudha terlibat dalam konspirasi untuk menyingkirkan orang-orang yang dianggap pesaingnya, termasuk dengan merencanakan pemberontakan tersebut.

Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan pemberontak terakhir, Kuti dihukum mati, Halayudha pun dipenjara dan dihukum mati sebagai pelaku konspirasi.

Setelah kematian Kertarajasa pada tahun 1309, kerajaan Majapahit dipimpin oleh putranya, Jayanegara. Sayangnya, pemerintahan Jayanegara tidak berjalan mulus. Ia dikenal sebagai "Kala Gemet," yang berarti "penjahat lemah." Selama masa pemerintahannya, seorang pendeta Italia, Odorico da Pordenone, pernah mengunjungi Majapahit dan mencatat beberapa hal mengenai kebudayaan dan kemegahan keraton tersebut (Pararaton, 1981).

Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya sendiri, Tanca. Ibu tirinya, Gayatri Rajapatni, yang seharusnya menggantikan Jayanegara memilih untuk mundur dari dunia politik dan menjadi seorang bhiksuni. Rajapatni kemudian menunjuk putrinya, Tribhuwana Wijayatunggadewi, untuk menjadi ratu Majapahit.

Di bawah pemerintahan Tribhuwana Wijayatunggadewi, yang dimulai pada tahun 1336, Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Pada saat itu, Gajah Mada diangkat sebagai Mahapatih, dan ia mengucapkan Sumpah Palapa yang terkenal, yang menandakan niatnya untuk memperluas wilayah Majapahit hingga mencakup seluruh nusantara. Sumpah ini menjadi simbol ambisi Majapahit untuk menciptakan sebuah kemaharajaan yang luas dan berkuasa.

Majapahit tumbuh menjadi kerajaan yang sangat kuat di bawah kepemimpinan Tribhuwana, dan pada masa pemerintahan anaknya, Hayam Wuruk, kerajaan ini mencapai puncak kejayaan, menguasai sebagian besar wilayah Nusantara, termasuk Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi. Hayam Wuruk memerintah dari tahun 1350 hingga 1389, dan pada masa pemerintahannya, Majapahit menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara.

Dengan kemajuan ekonomi, kebudayaan, dan kekuasaan yang luas, Majapahit menjadi salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia dan Asia Tenggara. Meskipun akhirnya kerajaan ini runtuh pada abad ke-15, warisan dan pengaruh Majapahit masih terasa hingga saat ini, dan sejarahnya tetap menjadi bagian penting dari identitas bangsa Indonesia.

Puncak Kejayaan Kerajaan Majapahit


Kerajaan Majapahit, yang dikenal sebagai salah satu kerajaan besar dalam sejarah Nusantara, mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Namun, sebelum mencapai kejayaan tersebut, Majapahit memiliki sejarah yang menarik dan penuh peristiwa penting, yang dimulai dengan pendiriannya oleh Raden Wijaya pada tahun 1293.

Setelah ibundanya, Rajapatni (Gayatri), wafat pada tahun 1350, tahta Majapahit diserahkan kepada putranya, Hayam Wuruk. Pada saat itu, Hayam Wuruk yang baru berusia 16 tahun, mulai memimpin kerajaan dengan gelar Sri Rajasanegara.

Masa pemerintahannya menandai periode keemasan bagi Majapahit. Di samping Hayam Wuruk, peran Mahapatih Gajah Mada sangat penting dalam memperkuat dominasi Majapahit di seluruh nusantara. Gajah Mada yang terkenal dengan Sumpah Palapa-nya, berjanji untuk tidak menikmati kemewahan hingga seluruh Nusantara bersatu di bawah kekuasaan Majapahit.

Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk meliputi hampir seluruh wilayah nusantara, termasuk pulau-pulau di luar Jawa. Termasuk di dalamnya adalah Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Kepulauan Nusa Tenggara, Papua, Maluku, hingga Tumasik (sekarang Singapura) dan sebagian Filipina.

Wilayah tersebut tidak hanya diperoleh melalui peperangan, tetapi juga melalui hubungan diplomatik yang terjalin antara Majapahit dan kerajaan-kerajaan lain di Asia Tenggara. Bahkan, dalam Negarakertagama, sebuah karya sastra penting dari Majapahit, disebutkan bahwa kerajaan-kerajaan di nusantara tunduk di bawah pengaruh Majapahit.

Pada abad ke-14, pengembara terkenal Ibnu Battuta mengunjungi Nusantara dan mencatat pengamatannya tentang Majapahit. Dalam catatannya yang ditulis dalam karya Henry Yule (1916), Ibnu Battuta menyebutkan bahwa perempuan Jawa pada masa itu tidak hanya terampil menunggang kuda, tetapi juga mampu memanah dan berperang seperti laki-laki.

Ia juga mencatat sebuah cerita tentang Tawalisi, sebuah negara yang menentang Dinasti Yuan di China, dan perang dengan menggunakan kapal jung yang sangat besar. Hal ini menggambarkan betapa Majapahit telah dikenal luas di luar negeri.

Majapahit mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada. Dalam catatan sejarah, disebutkan bahwa di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk, Majapahit berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya dan menjadikan Majapahit sebagai pusat kekuasaan di wilayah Asia Tenggara.

Tidak hanya itu, pada masa ini Majapahit juga dikenal dengan kemakmurannya yang melimpah. Rakyat Majapahit merasakan kesejahteraan yang tinggi, baik dalam bidang ekonomi, budaya, maupun agama.

Sebagaimana tercatat dalam Negarakertagama, Majapahit tidak hanya menguasai seluruh Jawa Timur dan pulau Madura, tetapi juga memperluas wilayahnya ke luar Jawa, mencakup Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan bahkan wilayah pesisir timur dari Semenanjung Melayu.

Keberhasilan ini tidak lepas dari keberanian Gajah Mada yang melaksanakan Sumpah Palapa, sebuah janji untuk menyatukan seluruh Nusantara di bawah bendera Majapahit. Wilayah yang luas ini mencakup kerajaan-kerajaan yang sebelumnya berdiri sendiri, seperti kerajaan-kerajaan di Sumatra, Kalimantan, dan Filipina.

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami era kejayaan yang luar biasa. Hal ini tidak terlepas dari keberhasilan Gajah Mada dalam mengatur strategi politik dan militer untuk menaklukkan wilayah-wilayah baru.

Meskipun Hayam Wuruk beragama Hindu, Gajah Mada sendiri memeluk agama Buddha. Namun, keduanya bekerja bersama dengan harmonis dalam memperkuat kekuasaan Majapahit.

Salah satu momen penting yang menandai puncak kejayaan Majapahit adalah penaklukan Singapura (Tumasik) pada masa pemerintahan Sri Wikrama Wira, sekitar tahun 1357–1362. Walaupun sempat lepas dari kendali Majapahit akibat konflik internal, Singapura akhirnya kembali dikuasai pada sekitar tahun 1390. Ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Majapahit dalam dunia internasional.

Kerajaan Majapahit bermula dari desa kecil yang dibangun di daerah Tarik, yang sebelumnya merupakan hutan belantara. Desa ini, yang kemudian dinamakan Majapahit, didirikan oleh Raden Wijaya setelah serbuan pasukan Mongol ke Jawa.

Dengan bantuan pasukan Mongol, Raden Wijaya berhasil menggulingkan Jayakatwang, yang sebelumnya menguasai wilayah tersebut. Setelah itu, Raden Wijaya mendirikan kerajaan Majapahit pada tahun 1293, yang kemudian menjadi salah satu kerajaan terbesar di Asia Tenggara.

Setelah kematian ibundanya, Rajapatni, pada tahun 1350, Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi menggantikan posisi ibunya sebagai ratu Majapahit.

Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, yang kemudian dikenal dengan Sumpah Palapa yang mewujudkan ambisi untuk memperluas wilayah Majapahit. Setelah kematian Tribhuwana pada tahun 1350, putranya, Hayam Wuruk, mengambil alih tahta dan memimpin Majapahit menuju puncak kejayaannya.

Kejayaan Majapahit yang berlangsung selama lebih dari satu abad meninggalkan warisan yang sangat besar, baik dalam budaya, agama, maupun politik di Nusantara. Di bawah kepemimpinan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Majapahit menjadi simbol kemakmuran dan kejayaan, yang tidak hanya mempengaruhi wilayah Nusantara, tetapi juga negara-negara tetangga.

Hingga kini, sejarah Majapahit tetap menjadi bagian penting dalam pembentukan identitas Indonesia sebagai bangsa yang besar di Asia Tenggara.

Dengan demikian, puncak kejayaan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada merupakan tonggak sejarah penting dalam perkembangan kerajaan dan kebudayaan di Nusantara. Sejarah ini menjadi bukti nyata kekuatan dan kebesaran Majapahit sebagai kerajaan yang menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara.

Penyebab Keruntuhan Majapahit


Kerajaan Majapahit, yang mencapai puncaknya pada abad ke-14, mengalami kemunduran yang signifikan setelah wafatnya Raja Hayam Wuruk pada tahun 1389. Kepergian Hayam Wuruk menandai awal dari perpecahan internal di dalam kerajaan, terutama terkait dengan perebutan takhta yang mengarah pada disintegrasi kekuasaan Majapahit.

Konflik internal ini memberikan dampak besar bagi wilayah-wilayah yang sebelumnya berada di bawah kekuasaan Majapahit, termasuk daerah-daerah strategis seperti utara Sumatra dan Semenanjung Malaya yang akhirnya memilih untuk merdeka. Selain itu, Semenanjung Malaya menjadi titik persaingan antara Majapahit dan Kerajaan Ayutthaya, hingga pada akhirnya muncul Kesultanan Malaka yang mendapat dukungan dari Dinasti Ming Tiongkok untuk mengatasi konflik yang terus berlangsung.

Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit adalah salah satu kekuatan terbesar di Asia Tenggara, namun setelah kematiannya, situasi politik dalam negeri terganggu oleh ambisi keluarga kerajaan dan perebutan kekuasaan. Pewaris sah Hayam Wuruk, Kusumawardhani, menikahi sepupunya, Pangeran Wikramawardhana.

Namun tidak lama setelah itu, muncul tantangan dari Wirabhumi, putra Hayam Wuruk dari selirnya yang menuntut hak atas takhta. Konflik ini dikenal dengan nama Perang Regreg yang terjadi antara tahun 1404 hingga 1406, dan berakhir dengan kemenangan Wikramawardhana, sementara Wirabhumi dihukum mati. Meski demikian, perang saudara ini telah melemahkan kekuasaan Majapahit, dan kerajaan mulai kehilangan kendali atas wilayah-wilayah taklukannya.

Selama pemerintahan Wikramawardhana, ekspedisi laut dari Dinasti Ming yang dipimpin oleh Laksamana Cheng Ho, seorang jenderal Muslim dari Tiongkok, mengunjungi Jawa beberapa kali antara tahun 1405 hingga 1433. Ekspedisi ini membawa dampak besar, karena mereka mendirikan komunitas Muslim di kota-kota pelabuhan Jawa Utara seperti Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel, yang turut memperkenalkan Islam di pesisir utara Jawa.

Sejak saat itu, pengaruh Islam di Jawa semakin kuat, bersamaan dengan mulai meredanya pengaruh Majapahit yang semakin terdesak oleh kebangkitan Kesultanan Malaka di bagian barat Nusantara.

Pada abad ke-15, Majapahit mengalami perpecahan lebih lanjut. Ketika pemerintahan Wikramawardhana berakhir pada tahun 1429, takhta dilanjutkan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah hingga 1447. Setelah kematiannya, penerusnya Kertawijaya memerintah hingga tahun 1451, namun setelah kematiannya terjadi krisis suksesi yang semakin memperburuk keadaan.

Puncak ketegangan terjadi pada tahun 1468, ketika Bhre Kertabhumi, putra bungsu Rajasawardhana, memberontak terhadap Singhawikramawardhana, yang sebelumnya berhasil mengalahkan Kertabhumi pada tahun 1474.

Pada tahun 1474, Ranawijaya (sebelumnya dikenal sebagai Singhawikramawardhana) berhasil mengalahkan Kertabhumi dalam sebuah perebutan kekuasaan yang dipicu oleh ketidakpuasan di kalangan masyarakat Hindu dan Buddha atas kebijakan Kertabhumi.

Ranawijaya kemudian menguasai Majapahit dan mempersatukan kembali kerajaan tersebut, meskipun kerajaannya semakin melemah di hadapan kekuatan baru yang muncul di pesisir Jawa.

Pada saat yang sama, Kerajaan Demak yang mulai berkembang menjadi kekuatan dominan di pesisir, turut memperburuk keadaan Majapahit, yang akhirnya terpecah dan tidak dapat lagi mempertahankan wilayahnya.

Pada tahun 1478, terjadi serangan besar-besaran oleh Kerajaan Demak yang mengakhiri dominasi Majapahit di pesisir Jawa. Meskipun Patih Udara, pengganti Girindrawardhana, sempat mencoba untuk mengakui kekuasaan Demak, tetapi serangan tersebut tidak bisa dihindari, dan pada tahun 1527, Demak berhasil menghancurkan ibu kota Majapahit. Ini menjadi titik akhir dari kekuasaan Majapahit di Jawa.

Catatan dari berbagai sumber sejarah, seperti Tiongkok, Portugis (Tomé Pires), dan Italia (Antonio Pigafetta), menunjukkan bahwa pada periode 1518 hingga 1521, perpindahan kekuasaan Majapahit ke tangan Kesultanan Demak sudah mulai terjadi.

Setelah jatuhnya Majapahit, sisa-sisa kerajaan Hindu di Jawa semakin terdesak dan terbatas hanya pada daerah seperti Pasuruan, Panarukan, dan Blambangan yang terletak di ujung timur pulau Jawa.

Bahkan, sebagian besar penguasa dan rakyat Majapahit yang selamat melarikan diri ke Bali, sementara Demak memastikan posisinya sebagai kerajaan Islam pertama yang dominan di Jawa.

Setelah keruntuhan Majapahit, peralihan kekuasaan kepada Demak memperkenalkan periode baru dalam sejarah Indonesia. Kekuasaan Hindu mulai meredup, dan Islam mulai berkembang dengan pesat. Sisa-sisa kebudayaan Majapahit masih dapat ditemukan di beberapa tempat, seperti di daerah Tengger dan Bali, yang masih mempertahankan kebudayaan Hindu.

Seiring berjalannya waktu, kerajaan Islam lainnya seperti Mataram dan Banten juga muncul sebagai penerus kejayaan Majapahit yang kini hanya tinggal kenangan dalam sejarah Indonesia.

Peristiwa keruntuhan Majapahit menjadi sebuah perubahan besar dalam peta politik dan budaya di Nusantara, yang menandai berakhirnya kekuasaan Hindu besar dan awal dominasi Islam di tanah Jawa.

Kekuatan Militer Majapahit


Pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, terjadi perkembangan signifikan dalam berbagai aspek militer, termasuk dalam teknik pembuatan senjata. Salah satu yang paling menonjol adalah pengembangan keris, senjata tradisional yang kini menjadi simbol status.

Pada awalnya, keris yang diproduksi sebelum era Majapahit cenderung berat, namun seiring berjalannya waktu, kualitas keris dinilai dari ringan tetapi tetap kuat.



Proses pembuatan keris pun semakin halus dan bahan yang digunakan semakin selektif. Tidak hanya sebagai senjata, keris juga digunakan sebagai tanda kebesaran aristokrat, dan penggunaan keris ini meluas hingga ke berbagai penjuru Nusantara, khususnya di bagian barat. Hal ini menunjukkan perkembangan kebudayaan material yang turut mendukung kekuatan simbolis militer Majapahit (Suma Oriental, 1314).

Tentara Majapahit dibagi menjadi dua kategori utama, yakni prajurit tetap (tentara dan bhayangkara) serta pasukan wajib militer yang sebagian besar terdiri dari petani. Pasukan utama ini sangat terlatih dan dilengkapi dengan berbagai jenis senjata, di antaranya adalah tombak, yang merupakan senjata utama tentara Majapahit pada masa itu.

Selain itu, kavaleri Majapahit pada awalnya terbatas jumlahnya, tetapi seiring waktu, kavaleri menjadi lebih penting dan digunakan untuk patroli dan pengintaian. Penggunaan kuda semakin meluas setelah serangan Mongol pada tahun 1293, yang memperkenalkan penggunaan kuda dalam taktik perang di Jawa (Gajah Mada, 1357).

Majapahit juga dikenal memiliki pasukan yang sangat besar dan terorganisir. Dengan sekitar 30.000 tentara profesional yang digaji dengan emas, Majapahit mencatatkan sejarah sebagai salah satu kerajaan di Asia Tenggara yang memiliki standing army—tentara tetap yang siap sedia.

Total pasukan Majapahit, termasuk yang direkrut dari negara bawahan dan pemimpin daerah, diperkirakan bisa mencapai sekitar 200.000 orang. Keberagaman etnis dalam pasukan ini menunjukkan betapa Majapahit adalah kerajaan yang multikultural, mirip dengan Kesultanan Yogyakarta yang memiliki pasukan dari Bugis dan Makassar (Sejarah Melayu, 1470).

Pada era Majapahit, terjadi juga perkenalan dengan teknologi senjata mesiu, yang pertama kali masuk ke Jawa melalui invasi Mongol pada tahun 1293.

Cetbang, jenis meriam tangan yang ditemukan di sungai Brantas, Jombang, adalah salah satu bukti perkembangan teknologi senjata di Majapahit. Cetbang ini sering dipasang di pedati meriam atau sebagai meriam tangan, yang digunakan dalam pertempuran laut untuk menyerang musuh dari jarak jauh.

Dalam perkembangannya, senjata ini memiliki bentuk dan fungsi yang serupa dengan meriam tangan Cina, dan menggunakan bahan perunggu untuk konstruksinya. Pada abad ke-15, senjata bubuk mesiu semakin diperkenalkan oleh pedagang Arab, yang membawa meriam dan bedil tradisi Turki Usmani ke Nusantara.

Jenis meriam ini, yang dikenal sebagai cetbang bergaya barat, banyak digunakan oleh angkatan laut Majapahit dalam pertempuran laut, efektif sebagai senjata anti-personil dengan proyektil scattershot (Suma Oriental, 1314; Hikayat Raja-Raja Pasai, 1470).

Selain cetbang, kereta perang juga digunakan dalam medan perang. Pasukan Majapahit menggunakan kereta perang untuk transportasi, dan dalam beberapa pertempuran, kereta perang ini bahkan dipakai langsung dalam pertempuran. Misalnya, pada pertempuran Bubat (1357) antara Majapahit dan Sunda, Gajah Mada sebagai panglima perang menggunakan kereta perang sebagai sarana transportasi dan pemanah untuk menyerang pasukan lawan.

Penggunaan kereta perang ini terpatri dalam relief Candi Penataran, yang menggambarkan kereta perang sebagai bagian integral dari kekuatan militer Majapahit (Hikayat Raja-Raja Pasai, 1470).

Salah satu bagian paling penting dari militer Majapahit adalah Bhayangkara, pasukan elit yang bertugas melindungi raja dan keluarga kerajaan. Bhayangkara dikenal dengan peralatan perang lengkap dan keterampilan tinggi. Mereka dilengkapi dengan berbagai senjata, mulai dari senapan sundut hingga parisai dan tameng Bali yang terbuat dari logam dan dihias dengan tulisan emas.

Pasukan ini tidak hanya berfungsi sebagai pengawal pribadi, tetapi juga dapat diterjunkan dalam pertempuran untuk melindungi kepentingan kerajaan. Hikayat Banjar mengungkapkan bahwa pasukan Bhayangkara bahkan dilengkapi dengan berbagai jenis senjata tajam, seperti parisai dan tumbak parampukan, yang menunjukkan kesiapan mereka dalam berbagai situasi pertempuran (Hikayat Banjar, 1610).

Raja-raja Kerajaan Majapahit


Kerajaan Majapahit dipimpin oleh beberapa raja yang memainkan peran penting dalam sejarahnya. Berikut adalah beberapa raja terkenal yang memimpin Majapahit: Raden Wijaya (1293-1309): Pendiri Kerajaan Majapahit yang memulai pembangunan kerajaan setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang. Ia memimpin dengan bijaksana dan didampingi oleh Arya Wiraraja.

Raja Jayanegara (1309-1328): Putra Raden Wijaya yang memerintah setelah ayahnya. Masa pemerintahannya ditandai dengan beberapa pemberontakan, termasuk pemberontakan yang dilakukan oleh pengikut-pengikutnya sendiri. Raja Jayanegara akhirnya dibunuh oleh tabibnya, Tanca.

Trihuwana Tunggadewi (1328-1330): Setelah Raja Jayanegara wafat, adiknya, Trihuwana Tunggadewi, menggantikan posisinya sebagai raja. Pada masa pemerintahannya, pemberontakan berhasil dipadamkan dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada.

Hayam Wuruk (1350-1389): Salah satu raja terbesar dalam sejarah Majapahit. Di bawah kepemimpinannya, Majapahit mencapai puncak kejayaannya, baik dalam hal politik, ekonomi, maupun budaya. Ia didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada yang memimpin kerajaan dengan visi besar.

Wikramawardhana (1390-1429): Putra mahkota yang menggantikan ayahnya, Hayam Wuruk. Meskipun ia tidak terlalu terkenal dalam sejarah, Wikramawardhana memainkan peran penting dalam mempertahankan stabilitas kerajaan setelah kematian Hayam Wuruk.

Daftar Perdana Menteri Majapahit

1. Nambi (1294 - 1316)

Nambi adalah patih pertama yang tercatat dalam sejarah Majapahit. Beliau menjabat sebagai Dharmaputra mulai tahun 1294 hingga 1316, yang tercatat dalam Prasasti Sukamerta pada tahun 1296 M. Sebagai perdana menteri, Nambi memiliki tugas penting dalam pengaturan administrasi kerajaan di bawah pemerintahan Raja Kertanegara.

2. Dyah Halayuda (Mahapati) (1316 - 1323)


Dyah Halayuda yang juga dikenal dengan gelar Mahapati, menjabat sebagai Mahamentri Katrini mulai tahun 1316 hingga 1323. Gelar ini tercatat dalam Prasasti Sidateka tahun 1323 M. Selama masa pemerintahannya, Dyah Halayuda banyak berperan dalam memperkuat stabilitas politik Majapahit dan menjaga kedamaian dalam kerajaan.

3. Arya Tadah (Empu Krewes) (1323 - 1330)


Setelah Dyah Halayuda, jabatan patih diambil alih oleh Arya Tadah, yang dikenal juga sebagai Empu Krewes. Beliau menjabat dari tahun 1323 hingga 1330, dengan rekam jejak yang tercatat dalam Prasasti Berumbung (1329 M). Arya Tadah berperan penting dalam menjaga kekuatan militer dan administrasi kerajaan Majapahit.

4. Mpu Nala (1330 - 1334)


Mpu Nala menjabat sebagai patih Majapahit antara tahun 1330 dan 1334, dan tercatat dalam Prasasti Palungan tahun 1330 M. Sebagai seorang ahli dalam bidang administratif, Mpu Nala berperan dalam penguatan struktur pemerintahan yang semakin berkembang pada masa pemerintahan Raja Jayanegara.

5. Gajah Mada (1334 - 1364)


Salah satu patih yang paling legendaris dalam sejarah Kerajaan Majapahit adalah Gajah Mada. Beliau menjabat dari tahun 1334 hingga 1364 dan dikenal dengan julukan Patih Daha. Keberhasilan Gajah Mada dalam mempersatukan Nusantara dan mengembangkan kekuasaan Majapahit sangat tercatat dalam berbagai sumber sejarah, termasuk Prasasti Batur, Prasasti Bendasari, Pararaton, dan Negarakertagama. Peranannya dalam memajukan Majapahit menjadikannya salah satu tokoh paling penting dalam sejarah Indonesia.

6. Gajah Enggon (1367 - 1398)


Setelah Gajah Mada, Gajah Enggon menggantikan posisinya sebagai Bhayangkara pada tahun 1367 hingga 1398. Nama Gajah Enggon tercatat dalam Kitab Pararaton, di mana beliau bertanggung jawab atas pengelolaan pasukan dan keamanan kerajaan.

7. Gajah Manguri (1398 - 1410)


Gajah Manguri meneruskan kepemimpinan sebagai Bhayangkara dari tahun 1398 hingga 1410. Beliau juga tercatat dalam Pararaton, dan dikenal sebagai patih yang berperan dalam pengawasan dan pengaturan politik dalam kerajaan.

8. Gajah Lembana (1410 - 1413)


Gajah Lembana menjabat sebagai Bhayangkara antara tahun 1410 hingga 1413. Nama beliau juga tercatat dalam Kitab Pararaton, dan selama masa pemerintahannya, ia bertanggung jawab atas urusan keamaman serta stabilitas politik di Majapahit.

9. Tanaka (1413 - ....)


Tanaka menjabat sebagai Bhayangkara setelah Gajah Lembana pada tahun 1413. Walaupun tidak banyak informasi yang tersisa mengenai Tanaka, namanya tetap tercatat dalam Pararaton sebagai bagian dari jajaran perdana menteri Majapahit.

10. Gajah Geger (1447)


Gajah Geger tercatat dalam Prasasti Waringin Pitu tahun 1447 M sebagai seorang patih yang menjabat pada periode terakhir kejayaan Majapahit. Keberadaan beliau sebagai patih menunjukkan bahwa kekuasaan Majapahit mulai memasuki masa-masa akhir kejayaannya.

11. Wahan (.... - 1498)

Wahan, seorang patih yang tercatat dalam Babad Tanah Jawi, menjabat dari periode yang tidak diketahui hingga tahun 1498. Selama masa pemerintahannya, Majapahit mulai menghadapi berbagai tantangan internal dan eksternal.

12. Udara (1498 - 1518)


Udara adalah patih yang tercatat dalam Babad Tanah Jawi dan Suma Oriental. Beliau menjabat dari tahun 1498 hingga 1518, yang menandai periode menurunnya kejayaan Majapahit akibat tekanan dari kerajaan-kerajaan sekitar, termasuk Islam yang mulai berkembang di Nusantara.

Jabatan patih di Kerajaan Majapahit tidak hanya berfokus pada aspek pemerintahan, tetapi juga mencakup aspek militer dan hubungan antar kerajaan.

Patih-patih yang tercatat dalam sejarah ini memainkan peran penting dalam menjaga kelangsungan Majapahit sebagai kerajaan besar di Asia Tenggara pada masanya. Sebagian besar informasi mengenai para patih ini dapat ditemukan dalam Kitab Pararaton dan berbagai prasasti yang ditemukan di berbagai situs bersejarah.

Peninggalan Kerajaan Majapahit


Kerajaan Majapahit meninggalkan berbagai peninggalan yang menjadi bukti kejayaan dan kebesaran kerajaan ini.

Peninggalan tersebut meliputi candi, situs, karya sastra dan serta prasasti yang memberikan gambaran terhadap kehidupan dan kebudayaan Majapahit.

Berikut Candi Peninggalan Kerajaan Majapahit


1. Candi Brahu

Candi Brahu terletak di Trowulan, Mojokerto, dan diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk. Candi ini diperkirakan digunakan sebagai tempat pemujaan dan sebagai tempat peristirahatan raja. Bentuk arsitekturnya yang megah dengan struktur bertingkat menunjukkan pengaruh Hindu-Buddha yang kuat pada masa itu.

2. Candi Penataran

Candi Penataran terletak di Blitar dan merupakan salah satu candi terbesar dan paling terkenal dari era Majapahit. Candi ini dikenal dengan relief-relief yang menceritakan berbagai kisah mitologi Hindu dan sejarah kerajaan Majapahit, termasuk kisah-kisah dari epos Ramayana dan Mahabharata.

3. Candi Sukuh

Terletak di lereng Gunung Lawu, Candi Sukuh memiliki keunikan dibandingkan dengan candi-candi lainnya di Jawa Timur. Candi ini memiliki bentuk arsitektur yang lebih sederhana dan simbolisme seksual yang lebih dominan, yang diyakini mencerminkan kepercayaan keagamaan dan filosofi yang berkembang di Majapahit.

4. Candi Cetho

Candi Cetho terletak di daerah Karanganyar, Jawa Tengah, dan dikenal dengan struktur arsitektur bertingkatnya yang indah. Candi ini memiliki nuansa spiritual yang kuat, dan hingga kini digunakan sebagai tempat untuk beribadah oleh umat yang menganut agama Hindu.

5. Candi Sawentar

Candi Sawentar, yang terletak di sekitar Trowulan, memiliki arsitektur yang unik dengan bentuk dan relief yang menggambarkan kehidupan sosial dan budaya pada masa itu. Candi ini memperlihatkan betapa canggihnya peradaban Majapahit dalam hal arsitektur dan seni.

6. Candi Gununggangsir

Candi Gununggangsir yang terletak di Mojokerto ini menyimpan misteri karena belum banyak diketahui detail tentang fungsi dan pembangunannya. Namun, berdasarkan penggalian arkeologi, diperkirakan candi ini berfungsi sebagai tempat ibadah pada masa Majapahit.

7. Candi Kalicilik

Candi Kalicilik yang berada di Desa Kalicilik, Mojokerto, menjadi salah satu peninggalan penting Majapahit yang menunjukkan kebesaran kerajaan pada masa itu. Seperti banyak candi lainnya, Kalicilik diperkirakan dibangun untuk tujuan keagamaan.

8. Candi Minak Jinggo

Candi ini terkenal karena namanya yang dikaitkan dengan tokoh legendaris dalam mitologi Jawa, Minak Jinggo. Candi Minak Jinggo terletak di daerah sekitar Trowulan, dan candi ini diperkirakan dibangun untuk memperingati peristiwa atau tokoh tertentu dalam sejarah Majapahit.

9. Candi Tikus

Candi Tikus, yang terletak di desa Trowulan, memiliki bentuk yang sangat berbeda dengan candi-candi lainnya, dengan banyaknya struktur batu yang disusun seperti kolam. Candi ini mungkin digunakan sebagai tempat untuk pemandian raja atau pemujaan air.

10. Candi Gambar Wetan dan Candi Geneng

Candi Gambar Wetan dan Candi Geneng adalah dua candi yang terletak di daerah Trowulan, dan keduanya memberikan gambaran mengenai bagaimana Majapahit menggunakan candi sebagai pusat kegiatan keagamaan dan sosial. Kedua candi ini memiliki arsitektur yang menggabungkan unsur-unsur Hindu dan Buddha yang kental.

11. Candi Brahu, Candi Boyolangu, dan Candi Kendalisada

Selain candi-candi besar yang terkenal, Majapahit juga memiliki banyak candi kecil lainnya yang tersebar di berbagai wilayah, seperti Candi Brahu, Candi Boyolangu, dan Candi Kendalisada, yang masing-masing memiliki keunikan arsitektur dan relief yang memberikan petunjuk tentang kehidupan di era Majapahit.

Karya Sastra dan Situs Peninggalan Majapahit


1. Kitab Arjunawijaya

Sebuah epos yang menceritakan kisah kepahlawanan Arjuna, salah satu tokoh utama dalam Mahabharata, yang sering dipuji dalam kebudayaan Jawa.

2. Kitab Kutaramanawa Dharmasastra

Kitab ini berisi aturan-aturan hukum yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat Majapahit, yang memadukan ajaran Hindu dan kebijakan lokal.

3. Kitab Panji Wijayakrama

Menyajikan kisah perjuangan dan petualangan Panji, seorang pahlawan legendaris yang menjadi simbol kesatria Jawa.

4. Kitab Harsawijaya

Sebuah teks yang menggambarkan pemerintahan dan tata negara di Majapahit, serta refleksi tentang kebijakan raja.

5. Kitab Ranggalawe

Menyampaikan cerita tentang kepahlawanan Ranggalawe, yang menjadi simbol perlawanan terhadap tirani.

6. Kitab Sorandaka

Memuat cerita tentang perjalanan spiritual dan filosofi hidup, yang mengajarkan keseimbangan antara dunia material dan spiritual.

7. Kitab Nagarakretagama

Salah satu sumber utama yang memberikan gambaran tentang struktur pemerintahan, geografi, dan kebudayaan Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.

8. Kitab Sundayana

Berisi cerita-cerita rakyat yang mencerminkan pandangan dunia Majapahit.

9. Kitab Sutasoma

Salah satu karya sastra yang memuat ajaran moral dan spiritual, yang sangat berpengaruh dalam tradisi Jawa.

10. Kitab Tantu Pagelaran

Mengandung cerita mitologi dan ajaran yang berkaitan dengan kehidupan sosial dan politik masyarakat Majapahit.

11. Kitab Pararaton

Menyampaikan cerita sejarah dan kerajaan Majapahit, termasuk kisah-kisah tentang raja-raja Majapahit yang terkenal.

12. Kitab Usana Jawa

Menyajikan ajaran-ajaran filsafat dan etika dalam konteks masyarakat Jawa pada masa Majapahit.
Selain karya-karya tertulis tersebut, terdapat juga relief-relief candi yang menggambarkan fragmen cerita-cerita penting, yang banyak diabadikan di candi-candi yang dibangun pada masa Majapahit.

Beberapa Relief Candi Majapahit:


1. Bhubuksah dan Gagangaking
2. Garudeya
3. Sudhamala

Cerita-cerita ini mengandung nilai-nilai moral dan spiritual yang mendalam, serta memberikan gambaran tentang pandangan hidup masyarakat Majapahit.

Selain karya sastra tertulis dan relief candi, Majapahit juga dikenal dengan cerita lisan yang telah diwariskan turun-temurun.

Beberapa cerita lisan yang masih populer hingga kini antara lain:


1. Cerita Panji
Kisah tentang petualangan dan perjuangan Panji, yang menjadi simbol keberanian dan kebijaksanaan.

2. Sri Tanjung

Sebuah cerita yang mengandung ajaran moral tentang kesetiaan dan pengorbanan.

Kerajaan Majapahit juga meninggalkan sejumlah situs budaya yang sangat penting, yang kini menjadi objek wisata sejarah dan penelitian arkeologi.

Situs utama yang berkaitan dengan Majapahit:

1.Gapura Bajang Ratu

Gerbang utama yang menandakan kemegahan Majapahit sebagai kerajaan besar pada masanya.

2. Gapura Wringin Lawang

Salah satu gapura yang masih berdiri tegak, menggambarkan arsitektur khas Majapahit.

3. Pura Maospahit

Tempat yang dianggap sebagai simbol keberadaan pusat pemerintahan Majapahit.

4. Situs Banjarsari

Situs arkeologi yang berfungsi sebagai bukti keberadaan Majapahit di daerah tersebut.

5. Situs Trowulan

Situs utama yang merupakan bekas ibu kota Majapahit, yang menyimpan banyak artefak penting.

6. Situs Kumitir

Sebuah situs yang mengungkapkan jejak-jejak kebudayaan Majapahit yang masih dapat dikenali.

7. Situs Kolam Segaran

Sebuah situs yang menggambarkan infrastruktur dan sistem irigasi yang maju pada masa Majapahit.

8. Situs Bhre Kahuripan

Situs yang terkait dengan keluarga kerajaan Majapahit dan menunjukkan kemajuan arsitektur pada masa itu.

9. Situs Pandan Kedungkeras

Situs yang berfungsi sebagai saksi bisu dari kebesaran Majapahit.

10. Situs Watesumpak
Lokasi yang menawarkan gambaran tentang kehidupan sosial dan budaya Majapahit.

11. Situs Watu Kucur

Salah satu situs yang menunjukkan kaitan antara budaya Majapahit dengan lingkungan alam sekitar.

12. Situs Yoni Gambar

Sebuah situs yang memiliki nilai spiritual dan budaya yang mendalam.

13. Situs Yoni Lebak Jabung

Situs yang memiliki hubungan erat dengan ajaran agama dan budaya pada masa Majapahit.

14. Situs Panji Gambyok

Sebuah situs yang mengabadikan kisah-kisah legenda dalam sastra Panji.

15. Situs Goa Suci Palang

Situs yang memiliki nilai religius dan berfungsi sebagai tempat untuk meditasi spiritual.

Prasasti Peninggalan Majapahit

1. Prasasti Kudadu (1294 M)

Prasasti Kudadu adalah salah satu prasasti awal yang ditemukan, mencatatkan tahun 1294 M. Prasasti ini mencatatkan keberadaan Raja Raden Wijaya yang merupakan pendiri Kerajaan Majapahit. Menariknya, prasasti ini juga mengindikasikan hubungan baik antara Majapahit dan kerajaan-kerajaan tetangga.

2. Prasasti Sukamerta (1296 M)


Pada tahun 1296, Prasasti Sukamerta dikeluarkan sebagai bentuk pengesahan atas suatu peristiwa penting dalam sejarah Majapahit. Prasasti ini mencatatkan adanya kegiatan diplomasi dan hubungan perdagangan yang berkembang pesat antara Majapahit dan kerajaan lainnya.

3. Prasasti Adan-adan (1301 M)


Pada tahun 1301 M, Prasasti Adan-adan ditemukan dan menunjukkan pentingnya komunikasi antar kerajaan pada masa itu. Prasasti ini menceritakan tentang perjanjian yang dilakukan oleh Majapahit dengan kerajaan luar.

4. Prasasti Balawi dan Warugahan (1305 M)

Prasasti Balawi dan Warugahan, keduanya berasal dari tahun 1305, memberikan informasi tentang pembaruan administratif yang dilakukan oleh Majapahit. Ini menunjukkan bahwa kerajaan ini sudah mulai mengorganisir wilayah kekuasaannya dengan lebih sistematis dan terstruktur.

5. Prasasti Prapancasarapura (1320 M)

Pada tahun 1320, Prasasti Prapancasarapura dikeluarkan sebagai simbolisasi keberhasilan pemerintahan Raja Jayanegara dalam memperkuat Majapahit di bidang politik dan sosial. Prasasti ini juga menggambarkan peran Majapahit dalam menyatukan wilayah Nusantara.

6. Prasasti Tuhanaru (1323 M) dan Geneng II (1329 M)

Prasasti Tuhanaru yang ditemukan pada tahun 1323 dan Prasasti Geneng II pada 1329 M memberikan catatan penting mengenai pengaruh Majapahit dalam bidang keagamaan dan spiritualitas pada masa itu. Kedua prasasti ini mencerminkan hubungan antara pemerintahan Majapahit dengan ajaran Hindu-Buddha yang berkembang di kerajaan ini.

7. Prasasti Genjen (1347 M)


Prasasti Genjen, yang dikeluarkan pada 1347 M, mengindikasikan bahwa pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit telah berkembang menjadi kerajaan yang sangat maju, baik dalam hal diplomasi maupun pengaruh kebudayaannya.

8. Prasasti Ampeldento (1349 M) dan Kusmala (1350 M)


Prasasti-prasasti ini, yang masing-masing berasal dari tahun 1349 dan 1350, memberikan petunjuk lebih lanjut tentang pemerintahan Majapahit di bawah Raja Hayam Wuruk. Prasasti Ampeldento, misalnya, memberikan gambaran mengenai kekuatan militer Majapahit, sedangkan Prasasti Kusmala menunjukkan keberhasilan Majapahit dalam memperluas wilayah kekuasaannya.

9. Prasasti Parung (1350 M) dan Singhasari (1351 M)


Dua prasasti ini yang masing-masing ditemukan pada tahun 1350 dan 1351, mencatatkan tentang pentingnya kebijakan ekonomi dan pertanian dalam memperkuat ekonomi Majapahit. Singhasari, sebagai bagian dari pengaruh besar Majapahit, tercatat dalam prasasti ini sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam.

10. Prasasti Canggu (1358 M) dan Biluluk (1366, 1393, 1395 M)

Prasasti Canggu dari tahun 1358 dan serangkaian prasasti Biluluk yang ditemukan pada 1366, 1393, dan 1395 M, memberikan detail mengenai berbagai peristiwa besar dalam pemerintahan Majapahit. Prasasti ini memberikan gambaran tentang perkembangan budaya dan agama di Majapahit, serta pengaruh kerajaan ini terhadap masyarakat lokal.

11. Prasasti Kancana (1367 M) dan Gosari (1376 M)


Pada tahun 1367 dan 1376, Prasasti Kancana dan Prasasti Gosari tercatat sebagai prasasti yang memuat informasi penting mengenai pelaksanaan hukum dan kebijakan pemerintah Majapahit terhadap wilayah-wilayah kekuasaannya.

12. Prasasti Walandit (1381 M) dan Karang Bogem (1387 M)


Kedua prasasti ini menunjukkan pentingnya Majapahit dalam pengelolaan sumber daya alam dan pertanian pada masa pemerintahan Raja Visnuwardhana. Pengelolaan yang baik terhadap pertanian dan perdagangan menjadi kunci kemajuan Majapahit pada periode ini.

13. Prasasti Katiden (1392 M) dan Muhara Sunge Duren (1395 M)

Prasasti Katiden, yang ditemukan pada 1392, dan Prasasti Muhara Sunge Duren dari 1395, memberikan bukti lebih lanjut tentang kebijakan diplomasi Majapahit terhadap kerajaan luar, serta pengaruh agama Hindu-Buddha di dalam kerajaan.

14. Prasasti Damalung (1449 M) dan Condrogeni I (1454 M)

Pada abad ke-15, Majapahit mengalami perubahan besar yang tercatat dalam Prasasti Damalung (1449) dan Prasasti Condrogeni I (1454). Kedua prasasti ini menunjukkan bahwa Majapahit mulai mengalami masa kemunduran, meskipun tetap memiliki pengaruh yang besar dalam bidang budaya dan ekonomi.

15. Prasasti Renek (1457 M) hingga Jiwu I (1486 M)

Serangkaian prasasti dari 1457 hingga 1486 M, seperti Prasasti Renek dan Jiwu I, mencatatkan pergeseran dalam struktur pemerintahan Majapahit, serta menunjukkan bagaimana kerajaan ini berusaha untuk mempertahankan kestabilan politiknya di tengah tantangan besar.

16. Prasasti Manah i Manuk, Rajasanagara, dan Batur


Prasasti-prasasti ini memberikan gambaran lebih detail mengenai kondisi Majapahit pada masa pemerintahan selanjutnya, termasuk dalam hal pertanian, perdagangan, dan hubungan luar negeri.

17. Prasasti Sekar, Pamintihan, Satyapura, Marinci


Beberapa prasasti dari akhir abad ke-15, seperti Prasasti Sekar, Pamintihan, Satyapura, dan Marinci, mencatatkan pentingnya warisan budaya yang diteruskan dari generasi ke generasi. Meskipun Majapahit mulai menurun, nilai-nilai kebudayaan kerajaan ini tetap berpengaruh.

18. Prasasti Waharu, Sumbut, Wangwang Bangen


Prasasti Waharu, Sumbut, dan Wangwang Bangen adalah prasasti yang memberikan informasi tentang usaha-usaha yang dilakukan Majapahit dalam mempertahankan wilayahnya yang semakin terpecah.

Pengaruh Majapahit dalam Sejarah Indonesia


Keberhasilan Kerajaan Majapahit dalam membangun kekuasaan yang luas di Asia Tenggara memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap sejarah Indonesia. Kejayaan Majapahit mencerminkan sebuah era dimana Nusantara dipersatukan di bawah satu pemerintahan yang kuat dan teratur.

Selain itu, Majapahit juga mengembangkan sistem pemerintahan yang canggih, memajukan perdagangan, serta mengembangkan kebudayaan yang melahirkan karya-karya besar.

Meskipun Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada abad ke-15 dan akhirnya runtuh pada awal abad ke-16, warisan dan pengaruhnya tetap terasa hingga saat ini. Banyak kebudayaan dan tradisi yang berkembang di Nusantara merupakan hasil dari kejayaan Majapahit.

Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kerajaan terbesar dan terkuat yang pernah ada di Indonesia. Didirikan pada tahun 1293, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada.

Majapahit tidak hanya terkenal karena kekuasaannya yang luas, tetapi juga karena warisan budaya, seni, dan ilmu pengetahuan yang ditinggalkan. Meskipun Kerajaan Majapahit akhirnya runtuh, pengaruhnya tetap dapat dirasakan hingga saat ini, baik dalam sejarah, kebudayaan, maupun sistem pemerintahan yang ada di Indonesia.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.