TRIBUNCIREBON.COM- Lima orang nampak bersiap untuk melakukan aktivitas di sebuah lahan pertanian saat masa panen tiba.
Di bawah sinar mentari pagi, seorang pria dibantu sang istri dan tiga pekerjanya terlihat mulai menyusuri ladang dan memeriksa tanaman-tanaman yang akan dipanen.
Mereka pun mulai memetik timun yang sudah siap dan layak untuk dipanen.
Dua orang tampak bertugas untuk memetik timun-timun, sementara tiga orang lainnya membantu menyortir dan mengumpulkannya ke dalam keranjang.
Setelah dipanen, timun-timun tersebut disortir lagi berdasarkan ukurannya dan dicek apakah ada yang rusak atau terkena hama.
Timun dengan kondisi bersih, segar dan tidak rusak dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam keranjang/karung untuk dijual ke pedagang hingga pelanggan lainnya.
Itulah kegiatan Mi'Un (65), seorang petani di Kampung Kepuh, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang, Banten.
“Saya menanam bibit timun, timun suri, cabai, semangka hingga terong' kata Mi'Un saat ditemui tribuncirebon.com di ladang miliknya, Sabtu (18/1/2025)
Dirinya sering menanam bibit tanaman tersebut di tanah seluas 1,8 hektare miliknya sejak tahun 2004.
Namun, tanaman timun ternyata yang menjadi primadona hasil tani yang digarap oleh Mi'Un.
Tanaman timun tumbuh subur di lahan pertanian sekitar tempat tinggalnya.
Bahkan, Mi'Un bisa panen besar tanaman timun. Timun yang ditanam Mi'Un memerlukan waktu kurang dari tiga bulan sampai akhirnya siap dipanen.
“Tanaman tersebut mudah tumbuh subur di sini. Dan kebutuhan pasar (untuk dijual) adalah tanaman itu,” jelasnya.
Mi’Un menjelaskan bahwa dia bertani karena memiliki tanah dan banyak tanaman subur jika ditanam di daerah tersebut.
“Kemampuan saya memang untuk bertani dan kebutuhan pasar di sini yang menguntungkan adalah dengan menjual hasil pertanian,” jelas pria yang mempunyai tiga orang anak ini.
Selain itu, Mi’Un mengatakan dirinya hanya lulusan SD, sehingga tidak punya kemampuan dan bisa bersaing untuk bekerja di sebuah perusahaan.
“Jadi, saya bertani untuk menghidupi kebutuhan keluarga dan menyekolahkan anak-anak saya. Alhamdulillah sampai saat ini cukup,” ungkapnya.
Hasil panen melimpah dan berkualitas berkat pupuk NPK
Mi’Un menjelaskan bahwa dirinya sering menggunakan Pupuk NPK Kujang 30-6-8. Pupuk tersebut adalah produk PT Pupuk Kujang yang merupakan anak perusahaan PT Pupuk Indonesia.
Pupuk tersebut, kata Mi’un, merupakan pupuk NPK majemuk yang mengandung Nitrogen (N) 30 persen, Fosfor (P) 6?n Kalium (K) 8?lam komposisi yang seimbang.
Dirinya tak pernah mendapatkan pupuk bersubsidi dari pemerintah, sehingga harus membeli menggunakan dana pribadi di toko pertanian setempat.
Di beberapa tahun awal dia memulai bertani, hasil panennya tidak pernah melimpah dan kualitasnya tidak terlalu bagus.
“Sebelum pakai pupuk NPK paling hanya dapat 2-3 karung (hasil panennya) apalagi jika cuaca ekstrem sedang terjadi. Tanahnya pun kurang gembur dan subur,”jelasnya.
Akhirnya, Mi’Un mencoba menggunakan pupuk NPK 30-6-8. Menurutnya, ada perbedaan yang signifikan terhadap hasil panennya sebelum menggunakan pupuk dan setelah menggunakan pupuk.
Mi’Un menggunakan pupuk tiga kali dalam seminggu untuk tanamannya. Dia tentu menyesuaikan penggunaan pupuk dengan kebutuhan tanamannya.
“Saya pakai pupuk tiga kali seminggu. Tapi tentunya disesuaikan pemakaiannya karena setiap tanaman berbeda-beda. Setiap hari pun saya cek kondisi tanamannya,” jelas Mi’Un.
Setelah menggunakan pupuk tersebut, kemampuan tanah dalam menyerap dan menyimpan air tanah meningkat dan tanah menjadi lebih subur.
Tentunya, kondisi ini sangat membantu Mi’Un yang masih melakukan aktivitas bertani secara tradisional dan tak memakai alat atau teknologi canggih khususnya dalam proses penanaman dan penyiraman tanaman.
“Tanaman juga jadi lebih cepat tumbuh dan kualitasnya jauh lebih baik,” ungkap Mi’Un.
Sebagai contoh, tanaman timun yang menjadi primadona di lahan pertanian milik Mi’Un bisa dipanen setelah sekitar 3 bulan. Namun, setelah menggunakan pupuk NPK, tanaman timun tersebut bisa dipanen lebih cepat setelah 2 bulan 10 hari.
Teramati dari hasil panen, timun-timun yang telah dipetik Mi’Un sangat melimpah yaitu sampai 8 karung dimana per karungnya berisi 50 kg.
Timun-timun tersebut warnanya bagus, segar, bersih, tidak ada cacat dan rasanya enak.
Sebelum pakai pupuk NPK, lanjut Mi’Un, rata-rata berat timun hasil panennya hanya sekitar 33-50 gram. Sementara setelah menggunakan pupuk, berat timunnya mencapai 90-100 gram.
Bukan hanya timun, Mi'Un menjelaskan tanaman seperti cabai, kacang hingga terung yang dia tanam pun tumbuh subur dan hasil panennya melimpah.
'Cabai juga merah-merah dan segar. Kacang juga subur. Terong besar-besar. Tapi, sekarang belum waktunya untuk dipanen," jelas Mi'Un.
Mi'Un mengungkapkan, hasil panennya melimpah serta penghasilannya bertambah sejak menggunakan pupuk NPK.
Sebagai contoh, hasil panen timun dari ladang milik Mi'Un hanya menghasilkan 2-3 karung tanaman atau sekitar 50 kg per karungnya.
Dia hanya menjualnya ke pedagang sekitar saja. Kini, hasil panen setiap tanaman bisa mencapai 8-10 karung.
“Satu karung timun dijual dengan harga sekitar Rp 300-500 ribu. Omzet bisa jutaan rupiah. Itu tergantung harga pasar yang kadang berubah dan hasil nego-nego dengan pembeli. Begitu pun tanaman yang lain,” jelasnya.
Mi'Un mengatakan, hasil panennya kini juga rutin dijual ke beberapa pedagang sekitar dan rumah makan.
Bahkan, kini hasil panennya pun dijual ke pelanggan di luar Pandeglang yaitu ke Jakarta, Tangerang hingga Bogor.
Mi'Un bercerita bahwa dirinya sangat bersyukur karena hasil panennya melimpah, dirinya bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menafkahi keluarganya.
Berkat hasil panen melimpah, Mi’Un mampu mewujudkan cita-cita anaknya yaitu bisa kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta di Serang, Banten hingga menjadi sarjana.
"Saya hanya lulusan SD. Tapi dari hasil bertani ini, alhamdulillah anak saya bisa berpendidikan tinggi, bisa jadi sarjana," kata Mi'Un.
Selain itu, Mi’Un pun berhasil memberdayakan masyarakat sekitarnya dengan membuka lapangan pekerjaan di lahan pertanian miliknya.
Mi’Un memperkerjakan beberapa tetangga sekitar untuk membantunya bertani hingga memanen hasil pertanian.
“Alhamdulillah saya bisa memberikan pekerjaan kepada warga sekitar. Ada 5 orang. Memang tidak terlalu banyak, tapi lumayan mereka bisa bantu saya bertani. Mereka pun bisa dapat penghasilan,” kata Mi’Un.
Mi’Un mengungkapkan, dirinya menawarkan dan memperkerjakan warga sekitar lahan pertaniannya khususnya yang sedang mengganggur atau tidak punya penghasilan.
“Mereka tidak bekerja setiap hari. Mereka dapat upah Rp 60-70 per harinya seperti saat masa panen. Saya juga kasih sekitar 5 persen pendapatan dari hasil panennya,” jelas Mi’Un.
Mi’Un berharap bisa mendapatkan bantuan pupuk serta alat-alat pertanian sehingga bisa mengembangkan pertaniannya.
“Saya selalu beli pupuk pakai dana pribadi, jadi berharap semoga nanti dapat bantuan pupuk dan alat-alat pertanian yang lebih modern,”
“Semoga denga nada bantuan pupuk dan alat-alat, saya bisa mengembangkan pertanian, sehingga bisa memberdayakan makin banyak warga serta hasil panen lebih melimpah lagi,” jelas Mi’Un.* (Tribuncirebon.com/Mutiara Suci Erlanti)