Komisi XI DPR Soroti Potensi Suburnya Rokok Ilegal Jika Regulasi Penyeragaman Kemasan Diterapkan
Wahyu Gilang Putranto January 20, 2025 03:31 AM

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Komisi XI Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin mengingatkan pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk mengkaji ulang rencana penyeragaman kemasan rokok, yang berpotensi memasifkan peredaran produk tembakau ilegal. 

Sebab jika produk ilegal bermunculan dan membanjiri pasar, maka akan berdampak pada kerugian sosial ekonomi.

Apalagi penerapan penyeragaman kemasan akan menyulitkan membedakan mana rokok ilegal dengan rokok membayar cukai. 

"Hal ini tentu berisiko terhadap peredaran rokok ilegal yang sulit dikendalikan dan diawasi. Makanya, rencana ini perlu ditinjau kembali secara komprehensif," kata Puteri kepada wartawan, Minggu (19/1/2025).

Selain itu pemerintah juga bisa merugi atas besarnya peredaran rokok ilegal di pasaran.

Mengingat, cukai dari Industri Hasil Tembakau (IHT) mencapai Rp216,9 triliun atau 95 persen dari total penerimaan cukai pada 2024. 

Adapun pada tahun 2023, jumlah rokok ilegal yang berhasil ditindak sebanyak 253,7 juta batang. Sementara tahun 2024, jumlahnya meningkat tajam menjadi 710 juta batang.

Berkenaan dengan data ini, Puteri meminta pemerintah meninjau kembali efektivitas kebijakan untuk Rancangan Permenkes ini.

"Bersamaan dengan hal tersebut, pemerintah juga perlu menggencarkan upaya penindakan dan penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal," ungkapnya.

Pemerintah juga dipandang perlu membuat peta jalan (roadnap) pengembangan IHT untuk memberi kejelasan bagi petani, pekerja sektor tembakau dan industri terkait arah pengembangan sektor IHT.

Adapun pada 2022, permintaan ini sudah didorong ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Puteri sendiri mengakui menerima banyak aspirasi soal nasib IHT di dapilnya, yakni Jawa Barat VII, utamanya dari pekerja di pabrik rokok yang berada di sektor Sigaret Kretek Tangan (SKT), di mana mayoritas pekerjanya adalah perempuan.

Pemerintah perlu mencari titik temu yang menyeimbangkan antara alasan kesehatan untuk pengendalian konsumsi rokok dengan dampak negatif secara ekonomi.

“Saya berpesan agar kementerian/lembaga bisa saling koordinasi dalam merumuskan rencana ini dengan melibatkan aspirasi dari masyarakat, pekerja, petani, dan pelaku industri,” pungkas Puteri.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.