BANGKAPOS.COM--Pemerintah melalui kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai percepatan jadwal pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pada rentang waktu 2029-2032.
Hal ini dilakukan dalam rangka meningkatkan kapasitas pembangkit listrik nasional hingga 443 gigawatt (GW)
Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung langkah percepatan ini sudah tercantum dalam draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2025-2060
“Kapasitas ini dirancang untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada 2029. Sebanyak 79% kapasitas pembangkit berasal dari energi baru terbarukan (EBT),” kata Yuliot dalam Rapat Kerja bersama Komisi XII DPR, Kamis (23/1).
Yuliot menambahkan, PLTN menjadi bagian dari strategi mencapai bauran energi nasional sebesar 79?ri EBT.
Namun, hingga saat ini belum ada pihak swasta yang menyatakan minat berinvestasi dalam proyek ini.
“Calon perusahaan belum, itu baru kajian pemerintah” ungkapnya.
Selain PLTN, pemerintah juga tengah mengembangkan berbagai jenis pembangkit energi lainnya.
Pada 2028-2029, rencana pengembangan pembangkit listrik arus laut akan dimulai.
Proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) floating di atas waduk serta PLTS rooftop juga menjadi agenda pengembangan masif ke depan.
Pengembangan energi panas bumi (PLTP) di wilayah offshore dan onshore, pemanfaatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara eksisting hingga masa perjanjian jual beli listrik (PPA) berakhir, serta penerapan cofiring dengan biomassa yang dilengkapi dengan teknologi penangkap dan penyimpanan karbon (CCS) juga menjadi prioritas pemerintah.
Sebelumnya, Dewan Energi Nasional (DEN) mempersiapkan langkah operasionalisasi PLTN melalui pembentukan Komite Pelaksana Program Energi Nuklir (KP2EN).
Ketua Harian DEN sekaligus Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengatakan, pembentukan KP2EN menjadi salah satu fokus utama pemerintah pada tahun mendatang.
“Draft Perpres terkait KP2EN sudah kami susun, termasuk sosialisasi terkait langkah-langkah implementasi PLTN untuk mendukung transisi energi dan pencapaian net zero emission pada 2060,” kata Bahlil.
Pada tahap awal, kapasitas PLTN yang akan dibangun diperkirakan mencapai 250-500 megawatt (MW), dengan potensi peningkatan kapasitas di masa depan.
Bahlil juga menegaskan bahwa PLTN tidak hanya akan mendukung transisi energi ke EBT, tetapi juga menekan biaya produksi listrik nasional.
“Kami akan memastikan peraturan-peraturan terkait energi nuklir disusun mulai 2025, sehingga pada 2032 kita tidak lagi memulai, tetapi sudah berada pada tahap operasional,” imbuh Bahlil.
Babel Salah satu Lokasi
Luhut Binsar Pandjaitan diangkat sebagai ketua tim percepatan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Dari berbagai opsi yang dipertimbangkan, Bangka Belitung dipilih sebagai lokasi pembangunan PLTN.
Dewan Energi Nasional (DEN) mengonfirmasi bahwa pemerintah telah membentuk tim percepatan pembangunan PLTN di Indonesia, yang diberi nama Nuclear Energy Program Implementing Organization (NEPIO).
Sekretaris Jenderal DEN, Djoko Siswanto, menjelaskan bahwa pembentukan NEPIO merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi sesuai dengan 19 rekomendasi dari International Energy Agency (IEA) sebelum melakukan komersialisasi energi nuklir. Keputusan ini mencerminkan upaya pemerintah untuk mempercepat pengembangan PLTN sebagai sumber energi alternatif di Indonesia.
"Kita harus memenuhi 19 persyaratan, 16 (persyaratan) kita sudah (penuhi), tiga lagi salah satunya NEPIO, kemudian dukungan stakeholder dan satu lagi kebijakan pemerintah," ujar Djoko dalam siaran pers yang diikuti secara daring, Rabu (17/1/2024).
Dia menambahkan NEPIO akan bertanggung jawab kepada Presiden RI dalam rangka persiapan dan pelaksanaan pembangunan PLTN.
Djoko berujar, dalam draf yang sudah disusun, NEPIO akan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Selain itu, Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif akan didapuk sebagai Ketua Harian NEPIO.
Anggota NEPIO lainnya adalah Ketua Dewan Pengarah BRIN, menteri/kepala lembaga terkait, Anggota DEN, serta Ketua Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN).
Djoko berujar, pengesahan NEPIO sejauh ini masih menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"DEN juga telah mengirim surat ke Ketua DEN (Arifin Tasrif) dan juga ke Presiden dan Wakil Presiden (Ma'ruf Amin), untuk meminta arahan tentang pembentukan NEPIO dan pembangunan nuklir," ucap Djoko.
Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan DEN Yunus Saefulhak menuturkan, energi nuklir masuk dalam proyeksi revisi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Dalam pandangan yang baru, nuklir tidak lagi dijadikan sebagai pilihan terakhir pengembangan energi, melainkan bakal menjadi salah satu bagian dari transisi energi.
"Opsi nuklir diubah menjadi penyeimbang untuk mengisi bauran energi dalam rangka menuju net zero emission (NZE)," ujar Yunus.
Diberitakan Kompas.com sebelumnya, Anggota DEN Satya Widya Yudha mengatakan, tidak ada alasan untuk tidak mengembangkan energi nuklir sebagai bagian dari transisi energi.
Dia menyampaikan, ketika semua potensi energi terbarukan sudah dimaksimalkan namun tidak mencukupi kebutuhan energi, maka penetrasi energi nuklir penting untuk memenuhi permintaan.
Dalam permodelan DEN, energi nuklir ditargetkan bisa berkontribusi sebesar 3 persen dari bauran energi primer pada 2040 untuk skenario tinggi.
Pada 2050 dan 2060, target energi nuklir terhadap bauran energi primer masing-masing 7 persen dan 11 persen untuk skenario tinggi.
Lokasi PLTN Indonesia
Ada tiga lokasi yang dianggap potensial untuk membangun PLTN, antara lain Kalimantan Barat, Bangka Belitung, dan Jepara.
Pengembang Teknologi Nuklir Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Suparman menyampaikan, ada 28 wilayah potensial yang bisa menjadi lokasi pembangunan PLTN.
Proyeksi total kapasitas terpasang PLTN bisa mencapai 70 gigawatt (GW) pada 2060. Potensi wilayah terbanyak ada di Kalimantan Barat.
Pemilihan lokasi tersebut mempertimbangkan sejumlah kriteria seperti peak ground acceleration kurang dari 0,6 gal, bebas dari bahaya gunung api, dan jauh dari patahan atau sesar aktif sepanjang 5 km.
“PLTN pertama diusulkan untuk dibangun di Kabupaten Bengkayang, Kalimantan Barat dengan teknologi small modular reactor (reaktor modular kecil),” ucap Suparman dilansir dari situs web DEN, Sabtu (9/9/2023).
“Ke depannya, secara bertahap dapat dibangun PLTN berukuran besar serta micro reactor sebagai pengganti biodiesel untuk daerah terpencil,” jelas Suparman.
Menanggapi usulan tersebut, ahli dari PT Indonesia Power Sugeng Triyono mengusulkan agar PLTN pertama dibangun di Pulau Semesak, Kabupaten Bengkayang, dengan mempertimbangkan aspek sosial, keamanan, dan geologi. (*)
(Kompas.com/Bangkapos.com)