Berharap Kebijakan DHE SDA yang Bijaksana
GH News January 30, 2025 02:07 PM
Hendy Endarwan
Praktisi Industri Karet
Mahasiswa Doktoral Perbanas Institute

REVISI kebijakan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) akan memberi dampak lumayan berat, khususnya bagi industri karet dan petani karet rakyat. Intinya, kebijakan yang akan segera diperbarui pemerintah dalam waktu dekat itu mengharuskan eksportir Indonesia, termasuk eksportir karet, untuk menempatkan 50% devisa hasil ekspor dalam sistem keuangan Indonesia—atau bank-bank yang berkantor di Indonesia-- minimal selama satu tahun.

Terang saja, tujuan revisi DHE SDA adalah untuk memperkuat cadangan devisa negara. Jika cadangan devisa sudah lebih kuat, maka itu akan menjaga kestabilan nilai tukar rupiah dan memastikan perekonomian Indonesia tetap tangguh di tengah fluktuasi ekonomi global. Tadinya, retensi hasil ekspor itu berlaku sebesar 30 persen dan selama tiga bulan.

DHE SDA awalnya diatur melalui Peraturan Pemerintah No 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Selain itu, ada Peraturan Menteri Keuangan No. 98/PMK.04/2019 yang mengatur kewajiban eksportir melaporkan dan menyimpan devisa hasil ekspor tersebut. Pada 21 Januari 2025 silam, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, draft revisi kebijakan DHE SDA terbaru sudah hampir siap dirilis.

Presiden Prabowo Subianto menekankan kebijakan ini penting untuk menjaga stabilitas ekonomi Indonesia, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun, Presiden juga mengingatkan, kebijakan ini harus diterapkan dengan bijaksana, agar tidak membebani sektor-sektor yang vital bagi ekonomi rakyat.

Presiden benar. Kebijakan ini harus diterapkan bijaksana. Soalnya, bagi pelaku usaha yang bergantung pada ekspor, termasuk pelaku usaha karet, penerapan DHE SDA memberikan banyak tantangan. Selama ini, Indonesia merupakan salah satu penghasil karet terbesar di dunia.

Banyak perusahaan yang memproduksi dan mengekspor karet remah, bahan baku berbagai produk seperti ban, sepatu, dan pelapis kendaraan. Kebijakan DHE SDA bisa membuat industri karet, terutama perusahaan kecil yang berfokus pada ekspor, menghadapi masalah cash flow yang lumayan serius.

Kebijakan DHE SDA membuat kelancaran arus kas perusahaan terganggu. Padahal, mereka sangat membutuhkan mata uang asing untuk membeli bahan baku atau membayar biaya operasional. Artinya, perusahaan tidak dapat segera menggunakan uang dari hasil ekspor untuk kebutuhan mereka. Ini menyulitkan pelaku usaha dalam menjalankan bisnis sehari-hari.

Selain itu, fluktuasi nilai tukar rupiah juga menjadi faktor yang perlu diwaspadai. Jika nilai rupiah menguat, maka nilai ekspor dalam mata uang asing akan berkurang. Akibatnya, pendapatan perusahaan akan berkurang pula. Perusahaan yang sudah terbiasa menghitung keuntungan berdasarkan nilai tukar yang stabil, tentu akan kesulitan menghadapi situasi ini.

Di sisi lain, volume eskpor industri karet Indonesia juga terus menurun. Pada 2014, ekspor mencapai sekitar 2.549.800 ton, namun pada tahun 2023, jumlahnya menurun menjadi sekitar 1.713.400 ton. Harga karet dunia juga mengalami fluktuasi tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Pada pertengahan Desember 2024, harga karet mencapai level tertinggi, didorong oleh kekhawatiran pasokan akibat cuaca buruk di Thailand, produsen karet terbesar dunia. Namun, boleh jadi harga itu akan turun lagi nantinya

Harga karet yang tidak stabil ini memengaruhi pendapatan industri karet Indonesia. Setiap saat, para pelaku usaha harus menghadapinya dengan cara mengelola risiko fluktuasi harga. Meski demikian, karet Indonesia tetap menjadi komoditas penting di pasar global, di tengah persaingan yang semakin ketat dari negara-negara penghasil karet lainnya.

Perlindungan untuk Petani Rakyat
Nasib lebih gamang dihadapi petani karet rakyat yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Sebagian besar adalah petani kecil yang menjual hasil panen mereka melalui tengkulak atau pedagang pengumpul. Ketika harga karet berfluktuasi, petani kecil ini akan merasakan dampaknya secara langsung.

Jika harga karet turun, mereka akan mendapatkan harga lebih rendah untuk hasil panennya. Padahal, biaya produksi tetap tinggi, dan bahkan bisa meningkat jika mereka harus membeli pupuk atau peralatan dengan harga yang terpengaruh oleh fluktuasi mata uang asing. Akibatnya, banyak petani kecil yang terjebak dalam situasi sulit, dengan pendapatan yang semakin menipis.

Ketika DHE SDA diterapkan dan perusahaan-perusahaan mengalami masalah likuidtas dan menghadapi kenaikan beban biaya operasional. Akibatnya, mereka akan mengurangi pembeli bahan baku dari petani. Atau terpaksa memutus kerjasama dengan sebagian mitra petani karet mereka. Kebijakan ini bisa mengancam kelangsungan hidup jutaan rakyat yang terhubung dengan industri karet.

Sektor karet selama ini sudah berkontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2023, jumlah petani karet sekitar 300 ribu keluarga. Lantas, jumlah pekerja di perkebunan karet sekitar dua juta orang. Belum lagi jumlah tenaga kerja di industri karet yang tersebar di banyak penjuru tanah air.

Sekali lagi, seperti kata Presiden, pemerintah akan lebih bijaksana sebelum merilis revisi kebijakan DHE SDA ini. Jika memang diberlalukan, sebaiknya itu diimbangi dengan upaya membantu industri karet dan petani kecil untuk dapat beradaptasi. Salah satunya dengan memberikan insentif kepada perusahaan karet remah untuk meningkatkan efisiensi produksi mereka. Dengan teknologi yang lebih canggih dan ramah lingkungan, perusahaan bisa mengurangi biaya produksi dan lebih bersaing di pasar global.

Bagi petani kecil, solusi yang bisa diambil adalah memperbaiki akses mereka ke pasar internasional. Melalui skema “inclusive closed loop,” petani dapat langsung menjual karet mereka kepada perusahaan pengolah karet, dengan harga yang lebih stabil dan adil.

Petani tidak perlu lagi bergantung pada tengkulak yang sering menawarkan harga rendah. Sistem ini dapat memberikan jaminan pendapatan yang lebih baik bagi petani dan membantu mereka untuk terus meningkatkan kualitas produk mereka.

Selain itu, lembaga keuangan juga memiliki peran penting dalam mendukung petani kecil. Misalnya, dengan menyediakan kredit mikro atau pinjaman dengan bunga rendah, petani bisa membeli peralatan yang lebih efisien atau bibit unggul, yang dapat meningkatkan hasil panen. Dengan cara ini, petani bisa mengatasi tekanan biaya dan meningkatkan kesejahteraan mereka.

Kebijakan DHE SDA membawa tantangan besar bagi industri karet Indonesia dan para petani kecil. Namun, pemerintah tentu tidak akan tinggal diam. Melalui penerapan yang bijaksana, dan sinergi antara berbagai pihak, Indonesia dapat terus mengelola sumber daya alamnya dengan baik, menjaga kestabilan ekonomi, dan memperkuat posisi negara di kancah internasional. Lantas para petani dapat menikmati pendapatan yang stabil, meningkat, dan sejahtera.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.