Perang Dagang AS Dinilai Jadi Biang Kerok IHSG dan Rupiah Merosot
kumparanBISNIS February 03, 2025 04:03 PM
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merosot 2,27 persen atau 161,425 poin ke 6.947,771 pada penutupan perdagangan sesi I, Senin (3/2). Sama seperti IHSG, mengutip data Bloomberg, kurs rupiah terhadap dolar AS pada pukul 12.42 WIB berada di Rp 16.454 atau melemah 150,00 poin (0,92 persen).
Pengamat pasar modal dan keuangan, Ibrahim Assuaibi, menilai penyebab merosotnya kinerja pasar saham dan rupiah saat ini adalah perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan berbagai negara yang melawannya.
Negara yang dikenakan bea impor tinggi oleh Presiden Donald Trump, seperti Kanada, kemudian meneken kebijakan pengenaan tarif impor 25 persen pada produk AS dan Tiongkok yang juga kini mulai memberikan kebijakan perlawanan.
“Kemungkinan kita juga sedang menunggu dari Meksiko dan Tiongkok, karena Tiongkok sendiri kemungkinan besok baru akan merilis apa saja yang akan dikenakan impor terhadap produk-produk AS. Nah ini yang membuat pada saat perdagangan dibuka, ini harga saham gabungan langsung turun, kemudian rupiah pun juga langsung melemah,” kata Ibrahim kepada kumparan, Senin (3/2).
Menurutnya, perang dagang antara Amerika dengan negara-negara seperti China, Kanada, dan Meksiko, memang diprediksi akan membuat kondisi perekonomian global semakin bergejolak.
“Karena akan berdampak terhadap inflasi. Kalau inflasinya tinggi, ya yang terjadi bank sentral global pasti akan menaikkan suku bunga. Nah kalau menaikkan suku bunga berdampak negatif, dolar akan menguat,” jelasnya.
Ibrahim melihat meski Trump sudah lama menggadang-gadang akan memberlakukan bea masuk tinggi, termasuk untuk negara yang tergabung dalam BRICS akibat wacana dedolarisasi, tetapi dampaknya baru terlihat setelah negara-negara yang berhadapan dengan AS tersebut meneken kebijakan perlawanan.
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Layar menampilkan pergerakan perdagangan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (23/10). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
Di pasar saham, Ibrahim menuturkan hal ini akan berdampak pada saham blue chip, saham perbankan, saham infrastruktur juga saham makanan, yang diperkirakan akan turut menurun.
“Dengan saham-saham teknologi, karena Tiongkok kan baru merilis saham AI, yang harganya lebih murah dibandingkan chip yang buatan Amerika dan Eropa. Itu perang dagang namanya. Jadi indeks harga saham gabungan turunnya juga tajam,” terangnya.
Dalam menghadapi kondisi ini, ia berharap pemerintah akan melakukan intervensi. Meski upaya tersebut belum tentu bisa menguatkan rupiah, tetapi bisa mengurangi pelemahan.
Kemudian, Indonesia juga harus siap memperkuat perdagangan dalam negeri. Sebab dengan perang dagang ini, akan ada banyak negara yang kehilangan pasar di AS. Sehingga negara-negara itu akan mencari pasar baru, termasuk Indonesia. Jika Indonesia tidak menetapkan kebijakan restriksi perdagangan, maka industri dalam negeri akan terancam.
“Nah ini yang harus diperkuat. Kemudian pemerintah pun juga harus terus menggelontorkan stimulus terhadap masyarakat, untuk memperkuat konsumsi masyarakat,” tutur Ibrahim.
Senada dengan Ibrahim, Pengamat Keuangan Ariston Tjendra juga melihat penyebab merosotnya IHSG dan nilai tukar rupiah ini adalah perang dagang AS dengan negara-negara yang melawannya.
“Sentimennya sama yaitu kekhawatiran pasar terhadap kebijakan kenaikan tarif Trump ke Meksiko, Kanada dan China yang akan berlaku besok,” kata Ariston kepada kumparan, Senin (3/2).
Dia melihat kebijakan tersebut memicu balasan dari negara-negara yang dikenakan bea masuk tinggi oleh AS. Sehingga perang dagang yang terjadi akan menimbulkan perlambatan di perekonomian global.
“Karena ekspektasi tersebut, pasar masuk ke aset aman dollar AS dan keluar dari aset berisiko seperti saham,” ujar Ariston.
Ariston berharap Bank Indonesia bisa membuat kebijakan yang dapat menjaga agar pelemahan rupiah tidak berlanjut.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.