Sampah dan Bencana: Saatnya Berubah Sebelum Terlambat
Muhammad Irfan Effendi February 03, 2025 06:42 PM
Banjir kembali menjadi momok di berbagai wilayah Indonesia ketika musim hujan tiba, seperti bebera waktu belakangan ini. Selain faktor curah hujan tinggi dan berkurangnya daerah resapan air, ada satu penyebab yang sering diabaikan: sampah yang menghambat aliran air.
Saat hujan deras mengguyur, selokan dan sungai seharusnya menjadi jalur mengalirnya air. Namun, realitanya sampah plastik, kemasan makanan, hingga limbah rumah tangga justru memenuhi saluran tersebut. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mencatat, pada 2022, 60% saluran drainase di ibu kota tersumbat sampah, terutama di permukiman padat. Akibatnya, air meluap ke permukaan jalan dan pemukiman.
Contoh nyata terjadi pada banjir besar Jakarta awal 2020, sebagian besar sampah berasal dari selokan dan sungai yang tersumbat. Sampah tersebut didominasi oleh plastik sekali pakai dan sisa material bangunan yang dibuang sembarangan.
Mengapa masyarakat masih membuang sampah sembarangan? Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022 menyebutkan, 41% masyarakat Indonesia belum memiliki kesadaran memilah dan membuang sampah pada tempatnya. Beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku ini antara lain:
1. Kurangnya edukasi: Banyak orang tidak memahami dampak jangka panjang sampah yang menyumbat saluran air.
2. Minimnya infrastruktur: Tempat sampah yang tidak memadai di ruang publik mendorong masyarakat membuang sampah ke selokan.
3. Kebiasaan turun-temurun: Membuang sampah ke sungai atau selokan dianggap sebagai solusi praktis, meski berbahaya.
Pemanfaatan teknologi dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi sampah yang berakhir di selokan. Di Kota Bandung, misalnya, sistem "Smart Waste Management". Teknologi ini menggunakan sensor pada tempat sampah untuk memantau kapasitasnya secara real-time, sehingga petugas kebersihan dapat langsung mengambil tindakan saat kontainer penuh. Hasilnya, tumpukan sampah di jalanan berkurang hingga 30% dalam enam bulan pertama, menurut Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung.
Di tingkat rumah tangga, aplikasi seperti "Waste4Change" memudahkan masyarakat menjadwalkan pengambilan sampah terpilah. Sampah organik diolah menjadi kompos, sedangkan anorganik didaur ulang atau dijual ke pengepul. Langkah ini tidak hanya mengurangi volume sampah di saluran air, tetapi juga meningkatkan nilai ekonomi limbah.
Belajar dari Negara Lain: Apa yang Bisa Ditiru?
Indonesia bisa mengambil pelajaran dari negara-negara yang berhasil menekan masalah sampah dan banjir. Jepang, misalnya, menerapkan sistem daur ulang ketat sejak 1990-an. Masyarakat wajib memilah sampah ke dalam 10 kategori, termasuk kemasan plastik, kaleng, dan kertas. Aturan ini didukung sanksi tegas dan edukasi berkelanjutan di sekolah. Hasilnya, 99% sampah plastik di Jepang berhasil didaur ulang pada 2022, menurut Kementerian Lingkungan Jepang.
Di Singapura, pemerintah membangun instalasi pengolahan sampah terpadu bawah tanah (Semakau Landfill) yang dirancang untuk mengurangi polusi dan mencegah sampah menyumbat saluran air. Sementara itu, Belanda mengintegrasikan sistem drainase dengan desain kota yang ramah lingkungan, seperti bioswales (parit resapan berisi tanaman) untuk menyerap air hujan sekaligus menyaring sampah.
Masyarakat vs Infrastruktur: Mana yang Lebih Penting?
Banyak pihak berdebat, apakah banjir akibat sampah lebih disebabkan oleh perilaku masyarakat atau kegagalan pemerintah menyediakan infrastruktur? Faktanya, keduanya saling terkait. Data World Bank (2023) menunjukkan, kota dengan tingkat kesadaran masyarakat tinggi memiliki risiko banjir 50% lebih rendah, meski infrastrukturnya sederhana. Sebaliknya, fasilitas canggih seperti pompa air raksasa di Jakarta tidak akan maksimal jika selokan tetap dipenuhi sampah.
Oleh karena itu, kolaborasi adalah kunci. Pemerintah perlu memperbanyak tempat sampah, meningkatkan kapasitas petugas kebersihan, dan memperbaiki desain drainase. Sementara masyarakat harus mengubah kebiasaan dengan tidak lagi melihat selokan sebagai "keranjang sampah raksasa".
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.