Fenomena Remake Lagu di Indonesia: Kreativitas Baru atau Kurangnya Inovasi?
Pandu Watu Alam February 03, 2025 06:42 PM
Dalam beberapa tahun terakhir, industri musik Indonesia sedang mengalami tren remake lagu-lagu lawas. Lagu-lagu seperti "Bahasa Kalbu", "Mengejar Matahari", "Surya Tenggelam", "Sesaat Kau Hadir", dan "Sang Dewi", yang pernah merajai tangga lagu pada masanya, kini kembali hadir dengan nuansa baru. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: apakah remake ini mencerminkan kreativitas yang segar atau justru menunjukkan kurangnya inovasi di kalangan musisi?
Remake lagu memiliki berbagai tujuan yang mendasarinya. Pertama, menyegarkan karya lama. Dengan aransemen dan interpretasi baru, lagu-lagu lama dapat disajikan dengan sentuhan modern yang sesuai dengan selera musik masa kini. Misalnya, grup band NOAH merilis ulang lagu "Kupu-Kupu Malam" milik Titiek Puspa dengan sentuhan aransemen yang segar dan "nge-band", sehingga rasa yang dulu disuguhkan berupa lagu balada yang sendu dan lirih berubah menjadi suasana lagu band yang sedih namun terdengar lebih kuat dan maskulin.
Kedua, remake lagu bisa menjadi ajang untuk memperkenalkan karya kepada generasi baru. Remake berfungsi sebagai jembatan untuk mengenalkan karya-karya klasik kepada pendengar muda yang mungkin belum familiar dengan versi aslinya. Sebagai contoh, Joy dari grup K-pop Red Velvet merilis album remake untuk menyatukan dua generasi, yaitu generasi ibu dan anak, sehingga dapat menikmati lagu secara bersamaan. Hal ini serupa dengan remake film atau sekuel film yang bisa menjangkau dua generasi. Salah satu contohnya adalah film Petualangan Sherina yang sekuelnya dirilis 23 tahun setelah film pertamanya. Ini bisa menjadi tontonan untuk dua generasi yang berbeda, tetapi keduanya tetap bisa menikmati. Hal ini dapat mempersatukan dua generasi, dengan memantik memori episodik dan memori asosiatif pada generasi yang lebih tua serta memberikan pengalaman modern bagi generasi yang lebih muda. Demikian pula yang terjadi pada remake lagu.
Berikutnya, remake lagu bisa menjadi bentuk penghormatan terhadap karya atau musisi aslinya. Beberapa musisi melakukan remake sebagai bentuk apresiasi dan penghormatan terhadap pencipta atau penyanyi asli, menjaga agar karya tersebut tetap relevan dan dikenang. Misalnya, NOAH merilis ulang lagu "Kala Cinta Menggoda" milik Guruh Soekarnoputra yang dipopulerkan pertama kali oleh Chrisye. Pada kondisi pandemi COVID-19, NOAH tetap berkarya walau terbatas ruang gerak. Lagu ini diremake dengan nuansa yang berbeda dan dilengkapi dengan konsep video yang relevan dengan kondisi saat itu. Harapannya, hal ini bisa memberikan pengalaman yang berbeda kepada pendengar sekaligus tetap menghidupkan karya yang luar biasa ini.
Kreativitas atau Kurangnya Inovasi?
Ilustrasi Hadirnya Kreativitas atau Malah Kurangnya Inovasi. Image by Colin Behrens from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Hadirnya Kreativitas atau Malah Kurangnya Inovasi. Image by Colin Behrens from Pixabay
Pandangan terhadap tren remake ini beragam. Pertama, hal ini bisa menjadi indikasi kreativitas. Mengaransemen ulang lagu lama memerlukan pemahaman mendalam dan kreativitas untuk memberikan interpretasi baru tanpa menghilangkan esensi asli. Misalnya, Afgan menyanyikan ulang lagu "Mengertilah Kasih" ciptaan Andi Rianto dengan aransemen orkestra yang megah, memberikan nuansa baru pada lagu tersebut. Pada periode berikutnya, Andi Rianto juga bekerja sama dengan Keisya Levronka untuk memproduksi ulang lagu "Mengejar Matahari" dan Lyodra untuk lagu "Sang Dewi". Aransemen baru versi ini terdengar lebih megah dan lebih segar.
Pandangan lain dari remake lagu ini adalah kurangnya ide baru. Di sisi lain, ketergantungan pada remake bisa dianggap sebagai tanda kurangnya inovasi dalam menciptakan karya orisinal yang benar-benar baru. Namun, penting untuk dicatat bahwa proses remake tidak semudah yang dibayangkan. Musisi harus melewati proses aransemen dan produksi yang serius agar yang dilakukan bisa menghasilkan karya yang optimal dan memastikan bahwa mereka memberikan sentuhan baru pada lagu tersebut. Hal yang paling penting adalah proses perizinan yang panjang. Secara hukum, melakukan remake atau cover lagu memerlukan izin dari pemegang hak cipta asli. Tanpa izin, tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hak cipta dan berpotensi menimbulkan konsekuensi hukum. Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, setiap penggunaan karya cipta orang lain harus mendapatkan persetujuan dari pemegang hak cipta. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hak ekonomi dan moral pencipta asli tetap terlindungi.
Remake lagu merupakan fenomena yang kompleks dengan berbagai tujuan dan dampak. Sementara beberapa melihatnya sebagai bentuk kreativitas dan penghormatan terhadap karya lama, lainnya mungkin menganggapnya sebagai indikasi kurangnya inovasi. Namun, dengan pendekatan yang tepat dan menghormati aspek legal, remake lagu dapat menjadi sarana efektif untuk menghubungkan generasi dan menjaga warisan musik tetap hidup.
© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.