Kubu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto meminta penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) AKBP Rossa Purbo Bekti dihadirkan dalam sidang praperadilan selanjutnya.
Salah satu anggota tim hukum Hasto, Ronny Talapessy, mengatakan kehadiran AKBP Rossa untuk membandingkan kesaksian dari mantan anggota Bawaslu RI sekaligus eks terpidana kasus suap Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina.
Pasalnya, dalam kesaksiannya dalam sidang praperadilan pada Jumat (7/2/2025) di PN Jakarta Selatan, Agustiani mengaku diintimidasi saat diperiksa pada Januari 2025 lalu.
Kembali lagi ke permintaan Ronny kepada hakim tunggal sidang praperadilan, Djuyamto, dia juga meminta dibukanya kamera CCTV saat pemeriksaan terhadap Agustiani.
"Yang Mulia, kami mohon untuk Saudara Purbo Bekti dihadirkan dalam persidangan ini. Kalau perlu kamera CCTV yang ada di KPK supaya diperlihatkan ke publik bagaimana situasi pemeriksaan terhadap saksi Tio ini," jelasnya.
Terkait permintaan tersebut, hakim tunggal Djuyamto bakal mempertimbangkannya.
"Nanti akan dipertimbangkan juga itu, katakanlah diperlukan," jawabnya.
Sebelumnya, Agustiani curhat terkait suasana saat dirinya diperiksa oleh penyidik KPK pada Januari 2025 lalu.
Dia mengungkapkan saat pemeriksaan dilakukan, dirinya merasa terintimidasi karena adanya kehadiran AKBP Rossa.
"Mulailah pertanyaanpertanyaan. Tapi tibatiba di tengah ini ada orang yang masuk yang belakangan saya ketahui namanya Pak Rossa, datangdatang dia langsung tanya sama saya, 'HyattHyatt, tolong jelasin Hyatt', bahasanya seperti itu," jelasnya.
Menurut pernyataan KPK pada sidang praperadilan sebelumnya, Hyatt merujuk pada lokasi pertemuan eks kader PDIP sekaligus mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, advokat dan tersangka Donny Tri Istiqomah, serta buronan Harun Masiku.
Adapun pertemuan di tempat tersebut membahas soal uang suap kepada Komisioner KPU saat itu, Wahyu Setiawan terkait penetapan penggantian antarwaktu (PAW).
Kembali terkait persidangan, Agustiani mengaku tidak paham terkait maksud pernyataan dari penyidik KPK yang diklaim olehnya adalah AKBP Rossa.
Namun, dia mengaku ketika menjelaskan ketidaktahuannya tersebut, dirinya justru diintimidasi dengan ancaman bisa dipenjarakan lagi.
Hanya saja, Agustiani tidak menjelaskan siapa penyidik KPK yang melakukan intimidasi tersebut.
"Ada yang mengintimidasi bagi saya, 'Bu Tio itu berapa lama sih hukumannya?' Saya bilang vonis saya 4 tahun. 'Eh, Bu Tio, Bu Tio itu menerima 4 tahun itu cepat loh, ringan loh."
"Saya bilang 'Ya, saya sih serahkan pada hakim.' Terus dia bilang, 'Eh, bukan berarti Bu Tio tak bisa lagi loh saya tambah hukumannya, Bu Tio tahu kan Pasal 21 (UU Tipikor)? Bu Tio bisa saya kenakan Pasal 21'," cerita Agustiani.
Adapun Pasal 21 UU Tipikor itu mengatur terkait perbuatan menghalangi proses peradilan tindak pidana korupsi.
Sebagai informasi, dalam kasus suap ini, Hasto bersama Harun Masiku dan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah, diduga memberikan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) saat itu, Wahyu Setiawan.
Dalam proses perencanaan sampai dengan penyerahan uang, Hasto disebut mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri dalam memberikan suap kepada Wahyu Setiawan.
KPK menemukan bukti, sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu guna meloloskan Harun Masiku menjadi anggota DPR berasal dari Hasto.
Sementara itu, dalam kasus perintangan penyidikan, Hasto disebut memerintahkan seseorang untuk menghubungi Harun Masiku agar merendam ponsel dalam air dan melarikan diri.
Sebelum diperiksa KPK terkait kasus Harun Masiku, Hasto juga disebut memerintahkan stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan ponselnya agar tidak ditemukan lembaga antirasuah.
Selain itu, Hasto juga diduga mengumpulkan sejumlah saksi terkait kasus Harun Masiku dan mengarahkan mereka agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Hasto pun ditetapkan menjadi tersangka dugaan suap Harun Masiku pada 24 Desember 2024 lalu.