TRIBUNNEWS.COM - Bitner Sianturi, pemilik toko kelontong di Desa Pesu, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, Jawa Timur menggungat pedagang sayur keliling.
Bitner mengklain, keberadaan pedagang sayur keliling membuat toko kelontong miliknya sepi pembeli.
Tak hanya dua pedagang sayur, kepala desa (kades) hingga Ketua RT turut kena imbas.
Bitner juga menggungat Kades, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan Ketua RT setempat.
Bitner menganggap mereka tidak mengeluarkan larangan bagi pedagang sayur keliling berjualan di Desa Pesu.
Kuasa hukum dua pedagang sayur keliling yang tergugat, Heru Riyadi Wasto mengatakan, penggugat meminta ganti rugi Rp10 juta.
"Yang disampaikan di mediasi tadi, penggugat minta ganti rugi Rp10 juta dengan alasan dirugikan karena keberadaan pedagang sayur keliling ini," katanya, Rabu (5/2/2025), dilansir Kompas.com.
Sementara itu, Bitner mengklaim, kerugian yang dialaminya mencapai Rp500 juta karena tokonya sepi.
Menurutnya, terdapat surat pernyataan bersama yang dikeluarkan pada 2022.
Dalam surat pernyataan itu diperbolehkan pedagang untuk berdagang.
Namun, syaratnya tidak boleh mangkal dan tidak boleh terlalu dekat dengan pedagang lainnya.
"Saya hanya minta dituruti surat pernyataan bersama tahun 2022. Boleh berdagang, tetapi harus etis dan tidak mangkal," terangnya.
Bitner mengajukan gugatan kepada pedang sayur keliling pada 17 Januari 2025.
Ia kesal dengan pedagang sayur keliling yang kerap mangkal berjam-jam di depan tokonya.
Menurut dia, hal itu mematikan usaha tokonya serta toko kelontong lain di sekitarnya.
"Saya tunjukkan ke beberapa pedagang karena melebihi batas wajarnya dari pagi sampai siang. Sementara pedagang lain, lewatnya bergantian," terangnya, dikutip dari Surya.co.id.
Ia berharap gugatan tersebut dapat membuat usaha sekitar tempat pedagang sayur keliling mangkal tidak sepi.
Buntut dari gugatan tersebut, ribuan pedagang sayur keliling menggeruduk Pengadilan Negeri (PN) Magetan, Rabu.
Mereka memberikan dukungan kepada dua rekannya yang menjalani sidang gugatan larangan berjualan sayur di Desa Pesu.
Ketua Paguyuban Pedagang Etel Lawu, Yusuf mengatakan, hari dilakukannya aksi menjadi hari libur berjualan.
"Tidak ada yang jualan, perputaran ekonomi dari kami bisa mencapai Rp1,7 miliar untuk hari ini saja," terangnya.
Pihaknya berharap, penggugat mencabut tuntutannya dan persoalan ini diselesaikan secara kekeluargaan.
"Mediasi belum medapatkan hasil karena diundur. Rencananya hari Rabu dihadiri beberapa orang sebagai perwakilan."
"Sembari melihat perkembangan kalau tuntutan masih berlanjut, akan mengerahkan massa banyak," tandasnya.
Di sisi lain, Kepala Desa Pesu, Gondo permasalahan ini sudah berlangsung sejak 2022, dan telah dilakukan mediasi.
Gondo menekankan pentingnya keberadaan pedagang sayur keliling bagi masyarakat sekitar.
"Kehadiran mereka sangat membantu masyarakat karena sejak pagi sudah mulai jualan. Jika ada kebutuhan mendadak, mereka bisa diminta tolong," ucapnya.
(Nanda Lusiana, Surya.co.id/Arum Puspita, Kompas.com/Sukoco)