Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) mengecam aksi kericuhan antara Hotman Paris dengan Razman Nasution di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara. Kericuhan itu dinilai sebagai pelanggaran serius terhadap kewibawaan, martabat, dan kehormatan pengadilan.
"Hari Kamis, 6 Februari 2025, mencatat peristiwa kelam dalam sejarah pengadilan di Indonesia. Sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara berakhir dengan keributan antara terdakwa, penasihat hukum terdakwa, dan saksi korban. Insiden tersebut merupakan tindakan yang tidak patut dan tergolong sebagai pelanggaran serius terhadap kewibawaan, martabat, dan kehormatan pengadilan atau dikenal sebagai contempt of court," bunyi siaran pers Solidaritas Hakim Indonesia yang diterima, Sabtu (8/2/2025).
Juru bicara SHI Catur Alfath Satriya mengatakan kewajiban menjaga kewibawaan pengadilan telah diatur dengan jelas dalam Pasal 217 dan 503 KUHP. Selain itu, KUHAP melalui Pasal 217 dan 218 mengamanatkan bahwa setiap pihak yang terlibat dalam persidangan wajib menghormati pengadilan. Dia mengatakan pelanggaran terhadap ketentuan tersebut adalah tindak pidana yang tidak dapat ditoleransi, demi tegaknya hukum dan keadilan di Indonesia.
"Oleh karena itu, Solidaritas Hakim Indonesia (SHI) menyatakan sikap sebagai berikut, seraya mengajak masyarakat luas untuk turut serta dalam menjaga kewibawaan pengadilan melalui kesadaran hukum, dukungan moral, dan sikap aktif dalam mengawasi proses peradilan yang adil dan transparan," katanya.
Dalam siaran pers ini, Catur mengatakan SHI meminta sejumlah hal. Salah satunya meminta Mahkamah Agung (MA) melaporkan pihak-pihak yang terbukti terlibat dalam kericuhan itu. Berikut hal-hal yang diminta SHI:
1. Mendorong Komisi Yudisial untuk melakukan advokasi dalam menjaga kewibawaan, martabat, dan kehormatan hakim, serta mendorong langkah konkret
dalam melindungi integritas profesi hakim melalui berbagai program penguatan dan pendampingan yang efektif.
2. Mendorong Mahkamah Agung untuk segera melaporkan pihak-pihak yang terbukti merendahkan kewibawaan, martabat, dan kehormatan pengadilan kepada penegak hukum yang berwenang.
3. Mengajak seluruh hakim di Indonesia untuk mengenakan pita hitam pada tanggal 10 hingga 14 Februari 2025 sebagai simbol solidaritas dan perlawanan terhadap tindakan yang merusak kehormatan pengadilan.
4. Mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan Rancangan UndangUndang (RUU) Contempt of Court guna memberikan perlindungan hukum yang tegas terhadap institusi peradilan.
5. Mendukung advokat dan organisasi profesi hukum agar senantiasa menjaga dan menegakkan kehormatan profesi advokat demi terciptanya proses peradilan yang bermartabat dan adil.
Catur mengatakan peristiwa ini adalah pengingat penting bahwa wibawa pengadilan tidak hanya dijaga oleh para hakim, tetapi juga memerlukan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat, termasuk profesi hukum. SHI juga mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga kehormatan dan martabat institusi peradilan demi menegakkan keadilan yang hakiki di Indonesia.