Hakim Diminta Dalami Kesaksian Agustiani Tio yang Mengaku Diimingi OTK Rp 2 M Sebelum Diperiksa KPK
GH News February 10, 2025 09:04 AM

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menilai hakim sebaiknya melakukan pendalaman dan memeriksa kesaksian Agustiani Tio Fridelina di sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025). 

Mantan narapidana kasus suap pergantian antar waktu (PAW) Harun Masiku, Agustiani Tio Fridelina mengaku ditawari uang Rp 2 miliar oleh orang tak dikenal (OTK) sebelum diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Tio juga mengaku merasa diintimidasi ketika diperiksa.

Hal itu diungkapkan Agustiani Tio saat dihadirkan oleh tim kuasa hukum Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (7/2/2025).

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Julius Ibrani melihat ada tiga persoalan yang fundamental dalam suatu proses hukum acara pidana dalam kerangka projustisia.

Pertama, Julius menyebut adanya dugaan intimidasi yang dilakukan oleh pihak penyidik terhadap Agustiani Tio.

Lalu, intimidasi ditujukan untuk menyebut nama salah satu orang dengan melakukan perbuatan tertentu. 

Namun kesaksian itu bukan peristiwa yang sebenarnya dialami, didengar, dan dilihatnya. 

Selanjutnya, ada seseorang yang mengaku menawarkan sejumlah uang kepada Tio untuk memberikan keterangan sesuai dengan apa yang didesak oleh penyidik. 

Yaitu menyebut satu nama, lalu satu nama itu melakukan sebuah perbuatan penyuapan terhadap Harun Masiku.

"Dari tiga peristiwa itu, maka bisa dipastikan apabila yang melakukan itu sudah terjadi dua pelanggaran dan satu kejahatan," kata Julius saat dihubungi, Minggu (9/2/2025).

Julius menjelaskan, dua pelanggaran itu berupa pelanggaran dalam proses hukum acara di mana dalam menggali/mencari/mengumpulkan alat bukti yang berupa keterangan saksi itu harus dilakukan secara sah.

Dimana, tidak boleh dilakukan dengan caracara paksaan, caracara intimidasi apalagi mengarahkan untuk memberikan keterangan yang sebenarnya tidak atau bukan sebuah peristiwa yang dialami, didengar, dan dilihat oleh si saksi. 

Mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, usai diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (6/1/2025) petang, sebagai saksi untuk tersangka Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto. (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

"Nah pelanggaran ini sudah pelanggaran etik yang sangat fundamental sehingga harusnya berpotensi dinyatakan sebagai sebuah pelanggaran berat dengan sanksi dilakukan pemecatan secara tidak hormat terhadap penyidik tersebut," jelas Julius.

Hal lain, kata dia, upaya intimidasi kepada saksi berakibat pada pelanggaran dalam proses pengambilan alat bukti, sehingga harus dinyatakan alat bukti itu batal demi hukum dan tidak dapat digunakan dalam proses hukum yang sedang dilakukan oleh KPK.

Yakni, baik itu dalam proses penyelidikan penyidikan yang digabung di KPK atau penuntutan di persidangan. 

"Alat bukti itu harus dinyatakan tidak berlaku atau batal demi hukum," kata dia.

Julius mengatakan, dugaan tindakan penyidik KPK kepada Tio jika memang terjadi merupakan bentuk tindak pidana.

Lalu, tindakan seseorang yang menawarkan Rp 2 miliar untuk diberikan kepada saksi, agar saksi memberikan keterangan yang tidak benar, maka ini adalah satu bentuk kejahatan dugaan tindak pidana yang namanya obstruction of justice.

Adapun, hal itu diatur oleh pasal 221 ayat 1 KUHP tentang perbuatan untuk menghalanghalangi atau menghambat atau membuat pengusutan tindak pidana proses hukum terhadap satu tindak pidana ini menjadi terhambat, terhalangi, tidak bisa maksimal dan tidak mendapatkan tujuan yang sebenarnya yaitu mendapatkan kebenaran yang material dimana dalam perbuatan ini.

"Ada indikatorindikator obstruction of justice salah satunya adalah mendorong tindakan seorang saksi untuk berbohong atau memberikan informasi yang palsu kepada penyidik pada saat dilakukan pemeriksaan terhadap si saksi tersebut, baik secara tertulis maupun secara lisan indikator ini sebutannya adalah lying tindakan berbohong," paparnya.

Julius menyebut, tindakantindakan intimidasi dan percobaan penyuapan untuk memberikan keterangan tidak sesuai fakta dapat dipidana merupakan bagian dari satu kejahatan obstruction of justice, sebagaimana diatur oleh pasal 221 KUHP.

"Maka ini juga merupakan perbuatan yang melanggar hak asasi manusia dimana seseorang yang berhadapan dengan hukum baik dia sebagai saksi, sebagai korban, sebagai dugaan pelaku tindak pidana tersangka atau terdakwa, dia harus dipenuhi dan dijamin hakhaknya yaitu mendapatkan proses penyidikan yang independent, objektif tanpa paksaan, tanpa intimidasi, tanpa ancaman dan agar dapat memberikan keterangan yang sebenarbenarnya dengan leluasa, dengan nyaman dan dengan aman," urainya.

Julius mengatakan, tindakan penyidik yang diduga melakukan pelanggaran HAM kepada saksi Tio tidak hanya berdampak pada substansi pemeriksaan atau proses hukum, tetapi berdampak juga terhadap kondisi fisik dan psikis dari seseorang yang menghadapinya.

Terlebih, diketahui KPK merupakan sebuah lembaga yang puluhan tahun lalu, paling gagah, ganas, beringas karena menangkap petinggipetinggi negara di level menterimenteri, anggotaanggota DPR dan membongkar kasuskasus mega korupsi.

"Kemudian diancamancam seperti ini jelas dia berdampak buruk bagi kondisi fisik dan psikis orang yang mengalaminya. Tapi pesan saya sebetulnya dengan keterangan saksi yang sudah diberikan di hadapan persidangan dengan adanya dugaan intimidasi, ancaman paksaan lalu adanya tawaran uang."

"Saya pikir ini sudah jadi fakta persidangan majelis hakim bisa melakukan penetapan kepada aparat penegak hukum untuk memeriksa lebih dalam, memanggil dan memeriksanya di dalam ruang persidangan untuk didengarkan keterangan saksinya."

"Karena keterangan saksi ini adalah keterangan yang sangat penting mengingat peristiwa ini sudah peristiwa yang sudah lama, jejakjejak fisik mungkin sulit dilakukan," tambahnya.

Julius juga meminta kepada pimpinan KPK untuk melakukan pemeriksaan kepada penyidik KPK yang menangani perkara tersebut. 

Apalagi, upaya intimidasi dan suap kepada Tio sudah viral dan menjadi atensi publik.

"Seharusnya pimpinan secara inisiatif utamanya Direktorat Pengawasan Internal harus memanggil nama yang disebutkan dugaannya dalam penyidik KPK untuk diperiksa secara etik dan dicari buktibuktinya. Apakah betul ini telah melanggar profesionalitas dalam konteks etik, melanggar hukum acara prosedural dalam konteks prosedural ataupun merupakan dugaan tindak pidana yang namanya obstruction of justice dengan indikator tadi," pungkasnya.

Diimingi Rp 2 Miliar

Tio menerangkan bahwa sebelum dirinya diperiksa oleh KPK terkait penetapan Hasto sebagai tersangka di kasus Harun Masiku pada 6 Januari 2025, dia dihubungi oleh seorang lakilaki yang tak dikenalnya dan meminta untuk bertemu.

"Ada hal aneh, ada orang minta ketemu dengan saya. Karena saya gak mau ketemu di rumah, yuk kita ketemu di luar. Ya kalau dia sih bilangnya dapat nomor saya dari teman saya," kata Agustiani Tio.

Kemudian dalam pertemuan, Tio menjelaskan orang tersebut memintanya agar berbicara jujur pada saat menjalani pemeriksaan di KPK. 

Namun dalam perbincangan itu, lakilaki tersebut kata Tio juga mengimingiminginya dengan sejumlah uang.

"Jadi (diimingi) uang, tapi (bahasanya) untuk memperbaiki ekonominya Bu Tio, tapi tidak berhenti di uang itu saja bahwa ekonominya pokoknya akan kembali lagi seperti dulu lah, ceritanya Yang Mulia," terang Tio.

Mendengar imingiming itu, Tio pun kemudian menegaskan pada orang tersebut bahwa tanpa diminta pun ia mengaku akan tetap berbicara jujur.

Sebab sebelum diperiksa kembali oleh KPK terkait kasus ini, Tio juga menekankan dia telah menjalani pemeriksaan baik di tahap penyidikan maupun di persidangan.

"Saya tinggal nanti menunggu kalau KPK memanggil saya pasti ketemu, kalau saya tahu pasti akan jawab jujur kok, saya pasti akan menjawab yang sesungguhnya. Jadi saya bilang gitu sehingga transaksi itu tidak pernah terjadi," ungkap Tio.

Tio pun menjelaskan, bahwa uang yang hendak diberikan oleh OTK itu kepadanya agar berbicara jujur sebesar Rp 2 miliar.

"Sekitar Rp 2 miliar," pungkasnya.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.