#KaburAjaDulu: Lunturnya Nasionalisme atau Ekspresi Kekecewaan pada Negara?
Raizal Marandi February 12, 2025 04:03 PM
Beberapa minggu setelah kegaduhan langkanya tabung elpiji tiga kilogram yang diakibatkan oleh regulasi tata niaga yang ada, warganet kembali dihebohkan dengan munculnya tagar #KaburAjadulu di berbagai media sosial seperti X, Facebook, dan Instagram. Masyarakat terutama anak muda menilai bahwa kebijakan yang diterbitkan oleh pemerintah akhir-akhir ini seperti diluncurkan begitu saja tanpa disertai dengan analisis dan antisipasi yang memadai.
Tagar #KaburAjaDulu sering kali digunakan sebagai bentuk ekspresi kekecewaan atau sekadar bercanda terhadap berbagai masalah yang dihadapi, mulai dari masalah pekerjaan yang tak kunjung selesai hingga kondisi sosial-politik yang makin hari makin runyam. Namun, di balik kelakar tersebut, muncul pertanyaan yang cukup serius. Apakah tren ini mencerminkan lunturnya semangat nasionalisme? Apakah generasi muda terutama gen z mulai kehilangan rasa cinta terhadap tanah air, atau justru ini adalah bentuk baru dari ekspresi kebangsaan di era digital?
Rachmat (1996) dalam artikel “Membangun Semangat Nasionalisme Mahasiswa melalui Pendidikan Kewarganegaraan” menjelaskan sejarah terbentuknya sikap nasionalisme di Indonesia disebabkan adanya perasaan senasib sepenanggungan yang merupakan reaksi subjektif dan objektif secara geografis menemukan koneksinya.
Lebih lanjut, nasionalisme dalam arti luas, adalah rasa cinta dan loyalitas terhadap bangsa dan negara. Di Indonesia sendiri nasionalisme memiliki akar yang kuat dan dimulai dari perjuangan kemerdekaan hingga upaya mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai-nilai seperti gotong royong, Bhinneka Tunggal Ika, dan pancasila menjadi fondasi utama dalam membangun identitas kebangsaan. Namun, di era kemajuan teknologi sekarang, nilai-nilai ini kerap kali diuji terutama di kalangan generasi muda yang lebih terbuka terhadap pengaruh luar.
Tagar #KaburAjaDulu bisa juga dilihat sebagai bentuk eskapisme atau pelarian dari realitas yang dianggap membebani. Bagi sebagian orang, tentu ini hanya sekadar bercanda atau cara untuk menghibur diri. Namun, bagi sebagian lainnya terutama gen z, hal ini merepresentasikan kekecewaan terhadap sistem yang dianggap tidak adil atau tidak berpihak kepada rakyat kecil. Lalu, apakah ini berarti semangat nasionalisme generasi muda terkikis? Tidak sepenuhnya, bisa jadi ini adalah bentuk kritik sosial yang disampaikan dengan cara yang lebih santai dan relatable bagi generasi muda saat ini.
Meskipun tagar #KaburAjaDulu terlihat seperti sekadar bercanda atau pelarian sesaat, hal tersebut sesungguhnya menyimpan pesan yang begitu mendalam tentang bagaimana perspektif generasi muda memandang realitas di sekitarnya. Tagar #KaburAjaDulu tidak serta-merta menunjukkan lunturnya semangat nasionalisme. Justru ini bisa menjadi tanda bahwa generasi muda masih peduli, tetapi mereka mengekspresikannya dengan cara yang berbeda.
Di era digital, nasionalisme tidak selalu diwujudkan melalui upacara bendera atau kegiatan formal, tetapi bisa melalui sebuah forum group discussion (FGD), konten kreatif, atau meme yang sarat akan kritik. Namun, tantangannya adalah bagaimana cara mengarahkan ekspresi ini agar tetap pada jalurnya dan tidak merusak semangat kebangsaan.
Untuk memahami kemunculan tagar #KaburAjaDulu dan pengaruhnya terhadap sikap nasionalisme generasi muda, kita perlu melihat lebih jauh pada faktor-faktor yang membentukknya. Globalisasi dan kemajuan teknologi telah membawa perubahan besar dalam cara pandang generasi muda. Akses informasi yang begitu mudah membuat mereka mudah terpapar berbagai budaya dan nilai-nilai dari luar. Di sisi lain, masalah dalam negeri seperti korupsi, kesenjangan sosial, dan kurangnya lapangan pekerjaan sering kali menimbulkan kekecewaan. Faktor-faktor inilah yang bisa memengaruhi rasa nasionalisme yang membuat generasi muda merasa lebih terhubung dengan budaya luar daripada budaya sendiri.
Menjaga semangat nasionalisme memerlukan integrasi dari berbagai pihak. Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang lebih inklusif serta berpihak kepada rakyat. Pendidikan juga memegang peranan penting dalam menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Di sisi lain, generasi muda perlu dilibatkan untuk berperan aktif dalam pembangunan negara, baik melalui program kreatif maupun partisipasi sosial. Dengan demikian, nasionalisme tidak akan terkubur, tetapi akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Tagar #KaburAjaDulu mungkin hanya sebuah fenomena sementara, tetapi membuka ruang diskusi tentang nasionalisme di era modern. Nasionalisme tidak harus hilang, tetapi perlu diartikulasikan ulang agar tetap relevan dengan generasi saat ini, dan yang terpenting adalah bagaimana kita sebagai bangsa, bisa tetap bersatu dan mencintai tanah air meskipun cara kita mencintai tanah air berbeda-beda. Sebab nasionalisme bukan hanya sekadar kata-kata, melainkan tindakan nyata guna memajukan negara Indonesia tercinta