TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menerima usulan penghapusan sistem noken dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Tolikara, Papua.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua MK, Saldi Isra, setelah mendengar kesaksian saksi pasangan calon Befa Yigibalom dan Natan Pahabol, Perius Kogoya dalam sidang sengketa Pemilihan Gubernur Papua Pegunungan di MK, Rabu (12/2/2025).
Perius menyampaikan bahwa sistem noken yang selama ini diterapkan di Tolikara justru menimbulkan berbagai kecurangan dan konflik.
Ia menyoroti dugaan intimidasi, pengusiran saksi, serta pemblokiran jalan untuk mengamankan suara salah satu pasangan calon.
"Sistem noken itu sebenarnya sangat tidak benar yang berlaku di Kabupaten Tolikara. Sistem noken itu tidak terjadi sepakat mufakat pun tidak pernah terjadi, sehingga regulasi-regulasi ini perlu diubah untuk pemilihan tahun-tahun ke depan untuk Kabupaten Tolikara," ujar Perius dalam persidangan.
Ia menegaskan bahwa masyarakat Tolikara sudah siap untuk menerapkan sistem pemilihan langsung satu orang satu suara (one man, one vote).
"Jadi kami bukan orang terbelakang, kami sudah maju, sehingga one by one dan pemilihan secara satu suara satu orang itu perlu dilakukan. Supaya tidak ada konflik-konflik ke depan untuk Kabupaten Tolikara," katanya.
Menanggapi hal ini, Hakim Saldi Isra menyatakan bahwa MK akan mencatat dan mempertimbangkan usulan tersebut.
"Kita catat usul bapak. Terima kasih," kata Saldi Isra.
Sistem noken merupakan metode pemungutan suara tradisional yang masih digunakan di beberapa wilayah Papua, di mana kepala suku atau tokoh adat menentukan pilihan politik untuk seluruh kelompoknya.
Meski diakui dalam sistem hukum Indonesia, penerapan sistem ini kerap menuai kontroversi karena dianggap membuka celah kecurangan dan menghilangkan hak individu dalam memilih pemimpin secara langsung.