TRIBUN-MEDAN.com - Inilah sanksi siswa SMP yang pukul lawan saat tanding basket di Bogor
Orang tua korban ingin ada efek jera kepada pelaku.
Diketahui RCS pemain basket SMP Mardi Waluya dijatuhi hukuman larangan bermain di Kota Bogor selama satu tahun.
Dia juga diskorsing selama tujuh hari oleh sekolahnya, SMP Mardi Waluya Cibinong.
Hukuman tersebut dijatuhi akibat tindakan RCS saat pertandingan basket antara SMPN 1 Kota Bogor melawan SMP Mardi Waluya dalam turnamen SDH Basketball Cup 2025.
Saat bertanding RCS yang merupakan anak seorang dosen tersebut tiba-tiba saja memukul perut, menyeleding, hingga memukul kepala pemain basket SMPN 1 Kota Bogor.
Bahkan video detik-detik pemain SMP Mardi Waluya memukul pemain SMPN 1 Kota Bogor sampai viral di media sosial.
Dalam mediasi antara Perbasi Kota dan Kabupaten Bogor bersama pihak korban dan pelaku, disepakati sanksi pada RCS atas tindakan yang dilakukan terhadap AS.
"Disepakati bahwa akan ada sanksi terhadap pelaku berupa 1 tahun larangan bermain. Ada skorsing dari pihak sekolah selama 7 hari ke depan," kata ayah korban, Alharh Tauhid.
Presenter TvOne tersebut mengaku tak mampu berbuat banyak karena sanksi itu sudah sesuai dengan aturan Perbasi.
"Kami sebagai orang tua korban tidak bisa berbuat banyak, hukuman ini sudah diatur dalam peraturan Perbasi. Itu peraturan bisa diterapkan di klub naungan Perbasi, tapi karena ini adalah tim sekolah yang kemudian bermasalah masih ada celah aturan," katanya.
Ia berkukuh menuntut sanksi lebih berat dijatuhi pada pelaku.
"Di akhir pertemuan kami menginginkan ada penambahan hukuman, tidak hanya di ruang lingkup Kota Bogor saja tapi harus lebih luas lagi," katanya.
Selain itu ia juga mendesak agar durasi larangan bermain ditambah lebih dari satu tahun.
"Durasinya juga kalau perlu ditambah tidak hanya satu tahun karena kami khawatir tidak akan menimbulkan efek jera," katanya.
Alfath Tauhid juga meminta sekolah SMP Mardi Waluya memberi sanksi lebih berat pada RCS.
"Pihak sekolah menerapkan hukuman lebih berat tidak hanya sekadar skorsing. Menurut kami sangat kurang, harus ada tindak tegas dari sekolah supaya bisa menimbulkan efek jera," katanya.
Pihak korban meminta ganti rugi atas tindak kekerasan yang dilakukan pemain basket SMP Mardi Waluya.
"Kami meminta penggantian rugi secara materi termasuk pemeriksan kesehatan terhadap anak saya. Kami merasa perlu penambahan skorsing dan ruang lingkup larangan bermain yang lebih luas. Jangan sampai terulang, jangan sampai ditiru," katanya.
Setelah beberapa lama terjadi, akhirnya pelaku mengucap permintaan maaf.
"Akhirnya setelah dari senin akhirnya pelaku meminta maaf secara langsung baru pada hari ini, saat mediasi. Itupun permintaan maaf dilakukan dengan pendampingan. Kami menerima dengan lapang dada hanya saja, penerapan hukuman harus tetap berjalan, harus tegas," katanya.
Plh. Kepala Disdik Kabupaten Bogor, Nina Nurmasari hasil mediasi tersebut telah disepakati oleh pihak terkait.
"Telah terjadi kesepakatan damai antara dua keluarga disaksikan dari pihak sekolah masing-masing, Disdik kabupaten dan kota, Perbasi Kabupaten dan Kota, Polres Bogor Tengah dan Sekolah Dian Harapan sebagai mediator," ujarnya, Sabtu (22/2/2025).
Di samping itu, pihak pelaku pun bersedia bertanggungjawab untuk menanggung biaya pengobatan dari korban.
"Orang tua pelaku akan memfasilitasi korban untuk melakukan pemeriksaan kesehatan khususnya area kepala," katanya.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com
(*/tribun-medan.com)