Ekonom Minta Ada Pengawasan Berlapis ke Danantara, Jangan Sampai Kebal Hukum
kumparanBISNIS February 24, 2025 05:40 PM
Ekonom meminta ada pengawasan berlapis dalam pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Badan tersebut resmi diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Senin (24/2).
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengatakan meski Danantara memiliki banyak lapisan pengawasan seperti Dewan Pengawas, Oversight & Accountability Committee, Global Advisory Board, kompleksitas ini bisa menjadi pedang bermata dua jika tidak efektif dalam eksekusi.
Josua khawatir ada kekebalan hukum yang diberikan kepada pengurus Danantara, terutama dengan adanya business judgment rule yang mengatur bahwa pengelola Danantara tidak dapat dituntut secara pidana atas keputusan bisnis yang diambil secara independen tanpa konflik kepentingan.
“Ini bisa dimanfaatkan untuk menghindari pertanggungjawaban hukum atas potensi kerugian negara,” ujar Josua kepada kumparan, Senin (24/2).
Josua menegaskan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dengan terbentuknya BPI Danantara. Pertama, kekebalan hukum bisa menjadi preseden moral hazard jika tidak ada mekanisme akuntabilitas yang kuat.
Kedua, meski ada komitmen untuk laporan kinerja yang transparan ke publik, integritas dan kredibilitas pelaporan perlu dijaga secara ketat. Ketiga, perlu memastikan keterlibatan lembaga eksternal seperti DPR (Komisi XI dan VI) dalam mengawasi kinerja Danantara untuk menjaga akuntabilitas.
“Potensi risiko dapat diminimalkan jika Danantara menjaga transparansi yang ketat dan membuktikan bahwa business judgment rule tidak disalahgunakan. Selain itu, perlu ada mekanisme evaluasi independen dari pihak eksternal,” ujar Josua.
Perbesar
Penampakan logo baru Danantara Indonesia di kantor Danantara Indonesia di Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Senada, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, mengatakan yang perlu diwaspadai dengan dibentuknya badan pengelola investasi tersebut yaitu pertanggungjawaban jalannya bisnis Danantara itu sendiri. Menurutnya, dengan aturan yang meloloskan keputusan bisnis dari jeratan hukum dapat berpotensi membuat ke arah keputusan bisnis yang spekulatif, sehingga perlu diantisipasi lebih awal.
"Investor akan wait and see bagaimana jalannya Danantara nanti apakah memang dikelola secara profesional, independen dan dengan tata kelola yang baik sehingga dapat dipercaya atau kebalikannya akan membebani BUMN, namun imbal balik investasi belum sesuai harapan. Jadi lebih wait and see terkait Danantara," kata Trioksa kepada kumparan.
Sementara itu, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, mengatakan tujuan pembentukan Danantara adalah membuat BUMN menjadi lebih mandiri dan terbebas dari kepentingan birokrasi. Selama ini, kata Nailul, ruang BUMN terbatas dengan birokrasi karena bentuk operasional BUMN adalah birokrasi di bawah Kementerian BUMN. Namun, wewenang Kementerian BUMN kini juga masih besar di UU BUMN yang baru dengan masih memegang saham seri A.
"Artinya pengangkatan direksi dan komisaris masih di tangan Kementerian BUMN. Ditakutkan ada dua matahari kembar dalam operasional BUMN," ujar Nailul kepada kumparan.
Nailul menuturkan adanya APBN yang disuntik kepada Danantara menimbulkan kekhawatiran masyarakat untuk investasi Danantara. Ketakutan paling utamanya adalah imunitas Danantara yang tidak bisa diperiksa secara langsung baik oleh BPK maupun KPK. Padahal, setiap uang negara yang disuntik kepada Kementerian/Lembaga harus diperiksa oleh BPK dan KPK.
"Terjadi kekhawatiran juga adanya investasi gagal yang dapat merugikan nasabah Bank Himbara yang masuk ke Danantara. Tidak ada penjelasan secara resmi dari pemerintah apakah DPK nasabah di perbankan pelat merah merupakan aset yang dikelola oleh Danantara atau tidak. Terjadi gerakan akan rush money dari Bank Himbara," tutur Nailul.