TRIBUNNEWS.COM – Pertukaran tahanan antara Israel dan Hamas seharusnya berjalan lancar pada Sabtu (22/2/2025).
Sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata, Hamas diwajibkan membebaskan enam tahanan, sementara Israel menukarnya dengan 602 tahanan Palestina.
Namun, setelah Hamas memenuhi kewajibannya, Israel justru menunda pembebasan 602 tahanan Palestina tersebut.
Basem Naim, anggota biro politik Hamas, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan terlibat dalam diskusi gencatan senjata berikutnya sampai Israel membebaskan 620 warga Palestina yang seharusnya bebas pada hari Sabtu itu.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Naim menyatakan, Hamas telah menjalankan bagiannya, tetapi Benjamin Netanyahu dan pemerintahannya berusaha mensabotase kesepakatan gencatan senjata.
Selain menunda pembebasan ratusan tahanan Palestina, Israel juga membunuh lebih dari 100 warga Palestina.
Saat ditanya tentang masa depan kesepakatan gencatan senjata dan apakah Hamas akan membebaskan empat jenazah tahanan Israel yang dijadwalkan minggu ini, Naim menjawab bahwa "semua opsi masih terbuka".
"Sebelum kita melangkah ke tahap berikutnya, kita harus memastikan bahwa langkah sebelumnya, yaitu pembebasan 620 tahanan, telah dipenuhi," kata Naim kepada Al Jazeera.
"Netanyahu jelas-jelas mengirim pesan bahwa ia sengaja mensabotase kesepakatan ini; ia tengah mempersiapkan kondisi untuk kembali berperang."
"Oleh karena itu, apa jaminannya bahwa setelah mengambil empat jenazah tahanan lainnya, ia tidak akan kembali mengingkari janji dan menunda pembebasan warga Palestina yang telah disepakati, termasuk 620 orang tersebut?"
"Semua opsi tersedia, bukan hanya mengenai apa yang akan terjadi pada hari Kamis, tetapi juga mengenai elemen-elemen lain dari kesepakatan ini."
Dalam kesempatan yang sama, Naim mengecam serangan Israel di bagian utara Tepi Barat.
"Sayangnya, komunitas internasional tidak peduli dengan apa yang terjadi di sana," ujarnya.
Ia menyinggung pembunuhan dan penghancuran yang terus berlangsung terhadap para pengungsi Palestina di kamp-kamp pengungsian di wilayah utara.
Ketika ditanya tentang peran yang ingin dimainkan Hamas dalam pengelolaan Gaza di masa depan, Naim menegaskan bahwa sebelum operasi 7 Oktober 2023, Hamas telah berulang kali menyatakan, mereka "siap menyerahkan" kendali atas Gaza.
"Kami siap menyerahkan pemerintahan di Jalur Gaza kepada badan Palestina mana pun yang mewakili seluruh rakyat Palestina – baik itu pemerintahan persatuan, pemerintahan teknokrat, atau badan khusus yang dibentuk untuk mengelola Jalur Gaza dengan koordinasi atau rujukan dari pemerintah di Ramallah – kami siap melakukannya," kata Naim.
"Sayangnya, semua tawaran ini telah ditolak oleh pimpinan Otoritas Palestina (PA) di Ramallah."
"Kami juga telah menyatakan bahwa mereka bisa datang dan kami akan memfasilitasi semua hal yang diperlukan untuk mengelola Jalur Gaza," lanjutnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)