Hendry Lie Disebut Tak Akui Sebagai Pemilik PT TIN Saat Ajukan Kerja Sama Dengan PT Timah
GH News February 24, 2025 09:05 PM

Mantan Kabid Perencanaan dan Pengolahan PT Timah Nono Budi Priyono mengatakan terdakwa Hendry Lie, pemilik PT Tinindo Internusa (PT TIN), pernah berupaya mengajukan kerja sama sewa smelter dengan PT Timah. 

Budi mengatakan saat itu dirinya bertemu dengan Hendry Lie.

Namun, dalam pertemuan tersebut Hendry Lie membantah sebagai pemilik PT Tinindo Internusa. 

Adapun hal itu disampaikan Budi saat dihadirkan menjadi saksi pada sidang lanjutan korupsi timah terdakwa, Hendry Lie di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Senin (24/2/2025). 

"Saksi kenal tidak dengan PT Tinindo, tahu?" tanya jaksa yang kemudian dijawab tahu oleh Budi.

"Sebelumnya kenal dengan terdakwa Hendry Lie ini? Coba ceritakan awal perkenalkan dengan beliau," tanya jaksa kembali. 

Kemudian Budi mengatakan dirinya mengenal Hendry Lie saat dihubungi staf pribadi terdakwa. 

"Terus saya sampaikan belum bisa ketemu beliau, nanti saja ketemu, setelah ada prosesi penerimaan korban (Lion Air) itu. Pada jam 14.00 saya ketemu dengan beliau Pak Hendry Lie di kafe," terangnya. 

Lanjut Budi, ia menanyakan maksud dari terdakwa Hendry Lie ingin bertemu dirinya.

"Beliau bilang mau ikut kerja sama dengan sewa smelter tersebut. Saya sampaikan bahwa, Tinindo sudah kerja sama," jelasnya. 

Kemudian dikatakan Budi bahwa Hendry Lie tidak mengakui sebagai pemilik PT Tinindo Internusa. 

"Saya sampaikan, bukan kapasitas saya, mungkin coba minta ke Pak Alwin sebagai Direktur Operasi, karena yang saya tahu adalah Pak Alwin," terangnya. 

Budi lalu mengatakan bahwa hal itu sudah disampaikan ke Direktur Operasi dan Produksi PT Timah, Alwin Albar. 

"Saya sampaikan ke beliau, Pak Alwin, dan Pak Alwin bilang, itu diserahkan ke Pak Riza, Direktur Utama," ucapnya.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa bos maskapai Hendry Lie sekaligus pemilik PT Tinindo Inter Nusa atau PT TIN terlibat korupsi tata niaga komoditas timah di Bangka Belitung.

Dalam dakwaannya JPU mendakwa Hendry Lie memperkaya diri sendiri dalam perkara tersebut hingga Rp 1 triliun.

"Memperkaya terdakwa Hendry Lie melalui PT. Tinindo Inter Nusa setidaktidaknya Rp1.059.577.589.599.19," kata JPU membacakan dakwaan di persidangan PN Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2025).

Selain itu JPU juga menyatakan terdakwa Hendry Lee dalam perkara tersebut telah memerintahkan Rosalina dan Fandy Lingga untuk membuat dan menandatangani surat penawaran PT Tinindo Inter Nusa terkait kerjasama sewa alat processing Timah kepada PT Timah bersama smelter swasta lainnya.

"PT. Sariwiguna Bina Sentosa dan PT Stanindo Inti Perkasa yang diketahuinya smeltersmelter swasta tersebut tidak memiliki CP dan format surat penawaran kerjasama sudah dibuatkan oleh PT. Timah,” kata JPU.

Jaksa juga menyebutkan Hendry Lie memerintahkan Fandy Lingga mewakili PT Tinindo Internusa menghadiri pertemuan di Hotel Novotel Pangkal Pinang dengan Mochtar Rizal Pahlevi selaku Direktur Utama PT Timah TBK dan Alwin Albar selaku Direktur Operasional PT Timah TBK dan 27 pemilik smelter swasta.

Pertemuan tersebut kata jaksa membahas permintaan Mochtar Riza Pahlevi dan Alwin Albar atas bijih timah sebesar 5 persen dari kuota ekspor smelter swasta tersebut.

Karena biji timah yang diekspor oleh smelter swasta tersebut merupakan hasil produksi yang bersumber dari penambangan di wilayah IUP PT. Timah.

"Terdakwa Hendry Lee bersamasama Fandy Lingga dan Rosalina melalui PT Tinindo Internusa menerima pembayaran atas kerjasama sewa peralatan processing penglogaman timah dari PT Timah yang diketahuinya bahwa pembayaran tersebut terdapat kemahalan harga," jelas jaksa.

Di persidangan jaksa juga mendakwa Hendry Lie melalui Rosalina dan Fandy Lingga menyetujui permintaan Harvey Moeis untuk melakukan pembayaran biaya pengamanan kepada Harvey Moeis sebesar 500 USD sampai dengan 750 USD per ton.

Seolaholah dicatat sebagai CSR dari smelter swasta yaitu CV venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

"Terdakwa Hendry Lie melalui Rosalina maupun fandy Lingga yang mewakili PT Tinindo Internusa mengetahui dan menyepakati tindakan Harvey moeis bersama smelter swasta lainnya yaitu CV venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa dengan PT Timah melakukan negosiasi dengan PT Timah terkait dengan sewa smelter swasta. Sehingga kesepakatan harga sewa smelter tanpa didahului studi kelayakan atau kajian yang memadai atau mendalam," jelas jaksa.

Atas perkara ini jaksa mendakwa Hendry Lie merugikan keuangan negara dalam perkara tersebut sebesar Rp300 triliun berdasarkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah.

Pada wilayah izin usaha pertambangan IUP PT Timah tahun 2015 sampai dengan tahun 2022 dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia.

Atas hal itu Hendry Lie didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 Ke1 KUHP.

© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.