Ucapan "Terima Kasih" Penduduk Shirakawago Jepang ke Turis Indonesia
GH News February 25, 2025 08:04 AM
-

Beberapa hari lalu saya berkunjung ke Desa Shirakawago, Jepang. Setidaknya ada tiga hal yang bisa catat dari desa ini.

Pertama, desa ini mendapat predikat UNESCO Heritage, utamanya karena selama ratusan tahun mempertahankan bentuk bangunan rumah yang berbentuk segitiga sama kaki dengan atap dari jalinan jerami tebal.

Atap model seperti ini disebut gassho-zukuri. Dengan atap yang memiliki kemiringan sekitar 60 derajat itu, tumpukan salju pun lebih cepat runtuh. Jerami dipilih karena mampu menghangatkan rumah.

Semua rumah juga menghadap ke timur dan barat, yang sengaja dibuat begitu agar salju yang menumpuk segera bisa mencair ketika terkena matahari.

Selain itu karena atap menghadap arah matahari, semua ventilasi yang terletak di loteng mengarah ke selatan dan utara. Aliran udara dan angin pun bebas keluar masuk, sehingga menciptakan sistem ventilasi yang terbaik.

Memang secara umum unik dan penuh sekali dikunjungi wisatawan asing. Hanya saja terpikir oleh saya, di negara kita sebenarnya juga banyak sekali desa-desa yang unik dan penuh potensi, yang kalau dikemas apik tentu bisa juga dipertimbangkan masuk UNESCO Heritage juga.

Mungkin bagus kalau menteri pariwisata kita memberi prioritas pada kegiatan di desa seperti ini, sehingga dapat juga jadi capaian pemerintah Prabowo Gibran sesudah 100 hari ini.

Desa Shirakawago, JepangDesa Shirakawago, Jepang (Prof Tjandra Yoga Aditama/Istimewa)

Kedua, di musim dingin seperti Februari sekarang ini Desa Shirakawago memang dipenuhi salju, bahkan sampai setinggi atau lebih tinggi dari rumah penduduk.

Di sisi lain, di musim panas atap jerami tentu rawan kebakaran, sehingga secara berkala ada semprotan air ke atap rumah penduduk.

Ketiga, saya cukup banyak berjumpa wisatawan Indonesia yang datang ke Shirakawago ini. Setidaknya dalam sehari berkunjung saja saya bertemu sekitar lima puluhan orang turis Indonesia di desa ini.

Ada yang keluarga, ada juga yang dalam rombongan besar termasuk anak-anak. Sebagian besar bermain dengan tumpukan salju, membuat bola salju, tiduran di salju sambil berfoto ria di tengah hujan salju.

Yang menarik, waktu selesai makan roti bakar dan bubur kacang merah di salah satu restoran yang pada dasarnya adalah rumah asli, sesudah saya membayar pemiliknya (merangkap kasir) mengucapkan "terimakasih" dengan cukup fasih.

Mungkin karena cukup sering ada turis kita datang ya. Padahal tempat ini cukup jauh, dari Tokyo harus naik Shinkansen (bukan whoozz ya) beberapa jam ke Kota Kanazawa, lalu naik bus lagi hampir dua jam ke Desa Shirakawago.

Semoga makin banyak obyek wisata negara kita yang juga penuh dikunjungi wisatawan mancanegara dan lokal, dan dapat menjadi UNESCO Heritage pula.

---

Prof Tjandra Yoga Aditama

Penulis alumnus Institut TB Tokyo, pada 1987. Saat ini tengah berlibur ke Sapporo, Tokyo, Kanazawa, dan Shirakawago.




© Copyright @2025 LIDEA. All Rights Reserved.