TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Kerry Adrianto Riza (MKAR) menjadi tersangka dalam kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Persero, Subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) pada 2018-2023.
Kerry, yang merupakan anak dari saudagar minyak Mohammad Riza Chalid, dalam kasus korupsi ini merupakan beneficiary owner atau penerima manfaat dari PT Navigator Khatulistiwa.
Dalam kasus ini ada tujuh tersangka termasuk Kerry. Dua direktur utama (dirut) anak perusahaan Pertamina merupakan bagian dari tujuh itu.
Tersangka dalam kasus ini selain Kerry, yang ditetapkan Kejaksaan Agung pada Senin (24/2/2025), adalah Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, serta Vice President (VP) Feedstock PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono.
Lalu, Dirut PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, Komisaris PT Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati, dan Komisaris PT Jenggala Maritim dan PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadan Joede.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menuturkan perbuatan para tersangka itu mengakibatkan negara rugi sebesar Rp 193,7 triliun.
Lantas, siapa itu Kerry?
Muhammad Kerry Adrianto merupakan pengusaha kelahiran 15 September 1986. Ia adalah anak dari pasangan Mohammad Riza Chalid dan Roestriana Adrianti.
Kerry pernah bersekolah di Jakarta, tetapi pada 1998 ia pindah ke Singapura bersama orang tuanya.
Selama di Singapura, ia menempuh pendidikan di United World College South East Asia (UWC SEA) selama 2000-2004.
Perjalanan pendidikannya kemudian dilanjutkan ke London, Inggris, di mana ia menempuh studi di Imperial College, University of London. Kerry masuk pada 2004 dan lulus tahun 2008 dengan gelar BSc Applied Business Management. Pada 2015, ia menikahi Atya Irdita Sardadi.
Kerry merupakan petinggi di beberapa perusahaan. Ia tercatat pernah menjadi Komisaris Utama perusahaan manajar investasi GAP Capital.
Lalu, ia merupakan Presiden Direktur di dua perusahaan, yaitu PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi dan PT Navigator Khatulistiwa.
Dua perusahaan tersebut memiliki dan mengoperasikan armada kapal tanker minyak, kapal pengangkut gas, kapal tunda, dan tongkang.
Di luar bisnis kapal, ia juga merupakan Komisaris Utama Hangtuah Jakarta. Di situs resmi klub basket tersebut, Kerry tercatat sebagai pemilik klub.
Kerry juga merupakan Presiden Direktur PT Aryan Indonesia, perusahaan yang mengoperasikan waralaba pusat rekreasi KidZania Jakarta.
Modus 7 Tersangka Korupsi Minyak Mentah
Kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang ini bermula pada tahun 2018 saat pemerintah tengah mencanangkan pemenuhan minyak mentah wajib berasal dari produksi dalam negeri.
Lalu, perusahaan pelat merah PT Pertamina mencari pasokan minyak bumi dalam negeri sebelum melakukan perencanaan impor yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun, bukannya memaksimalkan produksi minyak mentah dalam negeri, tiga tersangka yaitu Riva, Sani, dan Agus justru diduga melakukan pengkondisian saat rapat organisasi hilir (ROH).
Mereka pun memutuskan agar produksi kilang diturunkan yang membuat hasil produksi minyak bumi tidak sepenuhnya terserap.
Qohar mengatakan hal ini dilakukan ketiga tersangka semata-mata demi melakukan impor minyak mentah.
"Pada akhirnya pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor," ujar Qohar.
Selain itu, mereka juga menolak produksi minyak mentah dalam negeri dari KKKS dengan dalih tidak memenuhi nilai ekonomis serta tidak sesuai spesifikasi.
Padahal, kenyataannya berbanding terbalik dengan klaim dari ketiga tersangka tersebut.
"Pada saat produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKKS ditolak dengan dua alasan tersebut, maka menjadi dasar minyak mentah Indonesia dilakukan ekspor," jelas Qohar.
Lantas PT Kilang Pertamina Internasional pun melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang yang mana perbedaan harga sangat signifikan dibanding produksi minyak bumi dalam negeri.
Sementara, terkait kegiatan ekspor minyak diduga terjadi kongkalikong di mana Riva, Sani, Agus, dan Yoki selaku perwakilan negara mengatur kesepakatan harga dengan Kerry, Dimas, dan Gading selaku broker.
Kongkalikong itu berupa pengaturan harga yang diputuskan dengan melanggar peraturan demi kepentingan pribadi masing-masing.
"Seolah-olah telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dengan cara pengkondisian pemenangan demut atau broker yang telah ditentukan dan menyetujui pembelian dengan harga tinggi melalui spot yang tidak memenuhi persyaratan," jelasnya.
Lalu, deretan pelanggaran hukum kembali dilakukan ketika Riva, Sani, dan Agus memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang.
Selanjutnya, adapula Dimas dan Gading yang melakukan komunikasi ke Agus untuk memperoleh harga tinggi meski secara syarat belum terpenuhi.
Riva juga melakukan pelanggaran dimana justru membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis RON 90 meski yang dibutuhkan adalah RON 92.
Tak cuma itu, Yoki juga diduga melakukan mark up kontrak dalam pengiriman minyak impor.
Apa yang dilakukan Yoki ini membuat negara harus menanggung biaya fee mencapai 13-15 persen. Namun, Kerry justru memperoleh keuntungan.
"Sehingga tersangka MKAR (Kerry) mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut," ungkap Qohar.
Qohar mengatakan rangkaian perbuatan tersangka ini membuat adanya gejolak harga BBM di masyarakat lantaran terjadi kenaikan.
Hal ini membuat pemerintah semakin tinggi dalam memberikan kompensasi subsidi.
Akibat perbuatannya, mereka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.